Uji terbang terakhir jet tempur KF-21 Boramae, Foto: Republic of Korean Air Force (ROKAF).
Tiga Persiapan Indonesia Memproduksi Pesawat Tempur Semi Siluman

Date

Pada tahun depan, proyek kerja sama pembangunan pesawat tempur Indonesia dengan Korea Selatan (Korsel) akan memasuki fase akhir yang sangat menentukan bagi kedua negara.

Proyek pembangunan jet tempur yang pada awalnya diberi nama Korea Fighter eXperiment/Indonesia Fighter eXperiment (KFX/IFX) dan kemudian dalam perkembangannya diberi nama Boramae, pada 2026 akan memasuki fase produksi.

Direktur Utama (Dirut) PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Gita Amperiawan, mengemukakan jika saat ini masih terus menjalin komunikasi secara intensif dengan Korsel sebagai negara mitra. Hal itu dikemukakannya di di Gedung Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Rabu, 12 Maret 2025. PTDI menurutnya fokus untuk menjalankan prototyping pesawat yang menjadi program prioritas industri pertahanan nasional sehingga fase produksi bisa dimulai pada 2026. 

Tiga fase yang akan dilakukan Indonesia dalam mempersiapkan produksi KF-21 Boramae, diutarakan oleh Gita, adalah engineering, manufacturing dan desain. Sebelumnya, pada pertengahan bulan lalu, tepatnya 19 Februari 2025, KF-21 Boramae berhasil melakukan uji terbang terakhirnya di pantai selatan Korsel/Republic of Korea (ROK).

Baca juga:

Pada uji terbang terakhir, Kepala Staf Angkatan Udara Republik Korea/Republic Of Korea Air Force (ROKAF), Jenderal Lee Young su, turut mengudara di kursi belakang jet tempur berkursi tandem tersebut. Jet tempur generasi 4,5 yang lepas landas/take off dari Pangkalan Udara Sacheon, pada uji terbang terakhirnya difokuskan pada karakteristik kemampuan manuver dan evaluasi kinerja. Selain itu, jet tempur yang diterbangkan test pilot, Mayor Woo Hong-gyun, itu juga melakukan penilaian khusus pada karakteristik kontrol dan akurasi avionik.

Selama uji terbang dilakukan, Mayor Woo yang duduk di kursi depan bersama dengan Jenderal Lee menilai karakteristik kendali dan sistem avionik pesawat. Radar Active Electronically Scanned Array (AESA) juga diuji keandalannya dalam penerbangan. Diproduksi oleh industri pertahanan di dalam negeri Korsel yaitu Hanwa Systems, radar AESA juga ikut dikembangkan oleh Agency for Defense Development.

Baca juga:

Kemitraan Indonesia-Korsel

Sejak 16 tahun lalu, tepatnya pada 6 Maret 2009, kerja sama kedua negara telah disepakati. Bendera nasional Korsel, Taegeukgi, dan Sang Saka Merah Putih, bendera kebangsaan Indonesia yang berada di bawah kokpit KF-21 menunjukkan jika kedua negara adalah mitra strategis dalam proyek pengembangan pesawat tempur.

Jika dapat memproduksi pesawat tempur bersama dengan Korsel, maka eksistensi Indonesia akan semakin diperhitungkan di kawasan. Baik di wilayah Asia Tenggara maupun di benua Asia. Namun yang jauh lebih penting selain menjadi negara yang disegani di kawasan, daya gentar (deterrent effect) Indonesia menjadi lebih tinggi terhadap negara-negara yang mungkin berseberangan.

Artinya sebelum merumuskan berbagai kebijakan mulai dari politik, ekonomi hingga pertahanan-keamanan yang berkaitan dengan Indonesia, negara-negara yang berseberangan atau tidak sejalan akan lebih berhati-hati. Tak sekadar memperkuat daya gentar, jika Indonesia terbukti mampu memproduksi Boramae bersama dengan Korsel, maka daya saing industri, baik industri dirgantara Indonesia maupun pertahanan nasional juga akan mengalami peningkatan.

Baca juga:

Pada awal kolaborasi dilakukan oleh kedua negara, target Indonesia adalah meningkatkan level teknologi kesiapsiagaan (technology readiness level/TRL) Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU).  Ketika kerja sama dimulai, technology readiness level Indonesia kurang lebih berada di angka tiga. Kemudian setelah menyelesaikan fase teknologi, readiness level bisa naik menjadi 4,5.

Setelah produksi pesawat tempur dimulai, diharapkan TRL bisa mencapai angka tujuh. Target tersebut sangat realistis bagi sebuah negara yang telah mampu memproduksi pesawat tempurnya sendiri. Tak hanya kenaikan TRL, Indonesia juga akan mengalami peningkatan level pembuatan/manufaktur  Manufacturing Readiness Level ( MRL ) pesawat tempur.

Jadi selain kemampuan memproduksi pesawat tempur maupun suku cadang/onderdil, Indonesia juga harus meningkatkan kemampuan operasional dan pemeliharaan (maintenance). Karena sebagai mitra, tentu Indonesia harus mengetahui agar dapat meningkatkan kemampuan operasional dan maintenance. Sehingga ke depan atau pada tahap selanjutnya, Indonesia mampu melakukan analisa dan dapat melakukan pengembangan/upgrade.

Baca juga:

Sebagai negara mitra dalam kerja sama pertahanan dengan Korsel, Indonesia juga akan memperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut; Pertama, ada transfer pengetahuan sehingga Indonesia kelak menguasai high modern technology. Kedua, cost saving maintenance dan ketiga adalah pemutakhiran (upgrading) pesawat. Jadi perlu diketahui jika selama ini dalam persoalan pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alustista) seperti pesawat tempur, Indonesia hanya sebagai negara konsumen. Artinya jika ada pesawat tempur yang ditawarkan oleh negara produsen seperti Amerika Serikat (AS), Prancis, Swedia hingga Rusia, maka sebagai konsumen, Indonesia hanya dapat membelinya. Sehingga jika harganya mengalami kenaikan, sebagai konsumen tentu tidak akan memiliki posisi tawar yang kuat ketika bernegosiasi dengan produsen.

Kedua, terkait erat dengan pemeliharaan (maintenance) hingga pengadaan suku cadang/onderdil (spare parts). Selama ini, Indonesia sebagai negara konsumen juga memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap produsen. Selain itu, jika ingin melakukan pembaharuan (upgrading), misalnya terhadap sistem persenjataan pesawat, konsumen juga akan sangat tergantung kepada produsen. Namun jika Indonesia bisa menguasai teknologi untuk memproduksi pesawat tempur untuk menjaga kedaulatan di udara maka negara dapat melakukan penghematan anggaran (cost saving). Baik dari sisi maintenance maupun upgrading.

Ketiga, lapangan pekerjaan di dalam negeri juga akan bertambah jika Indonesia mampu memproduksi, melakukan maintenance sekaligus upgrading. Dampaknya tentu saja industri dirgantara nasional akan berkembang sehingga perekonomian Indonesia secara otomatis juga akan ikut bertumbuh.

Baca juga:

Terakhir atau keempat, pesawat tempur merupakan produk teknologi tinggi, maka pendapatan (revenue) yang diperoleh akan sangat besar. Ole sebab itu di masa depan, sebagai negara mitra Indonesia sekaligus produsen, Indonesia akan menjadi bagian dari manajemen rantai pasokan global (global supply chain) untuk pesawat tempur generasi mendatang {}.  

Share this

Baca
Artikel Lainnya