KF-21 Boramae, Jet tempur kolaborasi Korea Selatan dan Indonesia. Foto: Korea Aerospace Industries
Kabar Baik dari Seoul untuk Jakarta tentang Kolaborasi Pembangunan Pesawat Tempur Generasi 4,5 

Date

Korea Selatan (Korsel) menyetujui usulan Republik Indonesia (RI) untuk mengurangi porsi pembayaran dalam jumlah yang sangat signifikan terkait proyek bersama Korsel dan RI untuk mengembangkan pesawat tempur KF-21 yang dikenal dengan Boramae. 

Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat, 16 Agustus 2024, Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korsel, menyetujui usulan pemotongan kontribusi RI terhadap proyek Boramae sekitar sepertiga dari jumlah awal, kurang lebih sebesar 1,6triliun won atau Rp18,5triliun menjadi 600miliar won atau Rp6,9triliun. 

Melalui siaran pers seperti diberitakan Korea Times, DAPA mempertimbangkan hubungan bilateral kedua negara dan faktor-faktor lain, salah satunya adalah menutupi kerugian secara finansial. Selain itu, DAPA juga mengutarakan setelah menyelesaikan kesepakatan pembagian biaya yang baru dengan Indonesia, akan berusaha memenuhi harapan publik dengan menyelesaikan proyek kerja sama kedua negara dengan sukses.

Petinggi DAPA juga mengungkapkan manfaat yang akan diperoleh pemerintah RI dari proyek pembangunan jet tempur generasi 4,5 seperti transfer teknologi, juga akan dikurangi secara proporsional. Namun, belum disampaikan perincian detailnya seperti apa. 

Terkait transfer teknologi, RI akan memperoleh akses terhadap teknologi mutakhir dalam pengembangan jet tempur. Meskipun ada pengurangan kontribusi finansial, transfer teknologi tetap menjadi bagian penting dari kesepakatan dua negara. Di masa depan, penguasaan teknologi dapat memperkuat kemampuan industri pertahanan (Inhan) RI sekaligus membuka peluang untuk pengembangan pesawat tempur atau teknologi militer lainnya di matra darat maupun laut secara mandiri.

Selain transfer teknologi, melalui kerja sama yang dibangun dengan Korsel, Indonesia dapat mengembangkan Inhan di dalam negeri. Caranya antara lain mulai dari keterlibatan langsung dalam pembuatan komponen jet tempur maupun melalui alih pengetahuan dan teknologi. Hal itu dapat meningkatkan kapabilitas teknis perusahaan-perusahaan pertahanan lokal serta mendorong pertumbuhan Inhan nasional.

Membangun atau mengembangkan jet tempur secara mandiri atau bersama-sama dengan negara lain juga membuka peluang bagi Indonesia agar dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pertahanan udara. Kemandirian sangat penting untuk memperkuat kedaulatan dan mengurangi ketergantungan pada impor pesawat tempur dari negara-negara lain seperti yang selama ini dilakukan RI.

Setelah alih teknologi, pengembangan Inhan dan kemandirian, akses yang diperoleh RI dalam pengembangan jet tempur KF-21 Boramae dapat meningkatkan kemampuan tempur Tentara Nasional Indonesia- Angkatan Udara (TNI-AU). Peningkatan kemampuan tempur TNI-AU tidak hanya memperkuat posisi RI dalam menjaga kedaulatan negara di wilayah udara kedaulatan nasional, namun juga memberikan daya tawar yang lebih kuat baik pada tataran regional maupun global.  

Proyek bersama RI dengan Korsel dapat memperkuat hubungan bilateral kedua negara yang dapat menjadi pintu masuk bagi kerja sama di berbagai bidang. Tidak hanya membangun kerja sama dalam pembangunan serta pengembangan pesawat tempur, kedua negara juga dapat berkolaborasi dalam berbagai sektor seperti teknologi komunikasi dan otomotif. 

Seperti diketahui, Korsel memiliki produk-produk unggulan di bidang teknologi komunikasi dan elektronika seperti Samsung. Tak hanya Samsung, di bidang otomotif, Korsel juga memiliki Hyundai yang telah mampu memproduksi mobil listrik. Kerja sama kedua negara juga dapat menunjukkan kepada dunia jika RI mampu berpartisipasi sekaligus memberikan kontribusi dalam proyek-proyek berteknologi tinggi. Hal itu tentu saja dapat meningkatkan reputasi RI di mata negara-negara lain di kawasan Asia maupun dunia.   

Korea Aerospace Industries (Foto: Korea Aerospace Industries)

Keterlibatan RI dalam proyek prestisius dengan Korsel juga dapat memberikan pengalaman berharga bagi Indonesia dalam mengelola dan menjalankan proyek pertahanan wilayah udara dalam skala yang besar dan kompleks. Pengalaman yang diperoleh dapat dipergunakan sekaligus ditingkatkan untuk mengelola  proyek-proyek besar lainnya di masa depan, baik di bidang pertahanan udara maupun di bidang-bidang lainnya.

Jadi tidak berlebihan jika disimpulkan meskipun Indonesia menghadapi tantangan finansial, keuntungan jangka panjang dari kerja sama dengan Korsel sudah terlihat jelas di depan mata. Pada awal kolaborasi dilakukan oleh kedua negara, target Indonesia adalah meningkatkan level teknologi kesiapsiagaan (technology readiness level/TRL) TNI-AU dan industri kedirgantaraan Indonesia. Ketika kerja sama dimulai, TRL Indonesia kurang lebih berada di angka tiga. Kemudian setelah menyelesaikan fase teknologi, readiness level bisa naik menjadi 4,5. 

Diharapkan setelah kerja sama pembuatan pesawat tempur dimulai, bisa mencapai angka tujuh. Target tersebut tentu harus dapat diraih karena tidak berlebihan, bahkan sangat realistis bagi sebuah negara yang telah mampu memproduksi pesawat tempurnya sendiri.  Tak hanya kenaikan TRL, Indonesia juga akan mengalami peningkatan level pembuatan/manufaktur yang dikenal dengan Manufacturing Readiness Level ( MRL ) pesawat tempur.

Jadi selain kemampuan memproduksi pesawat tempur maupun suku cadang/onderdil, Indonesia juga harus meningkatkan kemampuan operasional dan pemeliharaan/maintenance. Sebagai negara mitra, tentu saja Indonesia harus mengetahui agar dapat meningkatkan kemampuan operasional dan maintenance. Sehingga ke depan atau pada tahap selanjutnya, Indonesia mampu melakukan analisa dan dapat melakukan pengembangan/upgrade. Terakhir sekaligus yang terpenting, kerja sama RI dengan Korsel juga akan memberikan dampak terhadap peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan juga sangat berpotensi untuk membuka lapangan kerja di Indonesia.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya