Perakitan jet tempur KF-21 Boramae. (Foto: Korea Aerospace Industries)
Menunggu Komitmen Indonesia sebagai Negara Mitra dalam Pengembangan Jet Tempur Supersonik Generasi 4,5

Date

Sejak 2009, Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Korea Selatan (Korsel) telah berkomitmen untuk berkolaborasi membangun pesawat tempur (fighter aircraft) generasi 4,5.

Pada awalnya proyek kerja sama kedua negara diberi nama Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX). Namun seiring berjalannya waktu, proyek tersebut berganti nama menjadi KF-21 Boramae. Dalam Bahasa Indonesia, “Boramae” yang merupakan kosa kata dari Bahasa Korea berarti “Elang”.

Perjalanan kerja sama kedua negara berjalan relatif lancar selama hampir sepuluh tahun. Namun persoalan mulai mengemuka sejak Januari 2019 ketika pembayaran dari Pemerintah RI berhenti. Total investasi dalam proyek mencapai 8,1triliun Won atau dengan kurs Rp11,5/Won, jumlahnya sebesar Rp93,15triliun. Dari nilai proyek itu, Pemerintah Korsel menanggung sebesar 60 persen dari pembayaran, Pemerintah RI 20 persen, sisanya sebesar 20 persen ditanggung oleh Korea Aerospace Industry (KAI). Diperkirakan ketika pembayaran terhenti sejak Januari 2019, Pemerintah RI belum membayarkan komitmen sebesar 800 miliar Won atau Rp920miliar.

Senior Manager & Chief KFX Joint Development Management Team, Lee Sung-il, mengemukakan terhentinya pembayaran akan menyebabkan efek samping yang sangat besar dalam program pengembangan KF-21 Boramae. Hal itu diungkapkannya ketika menerima kunjungan 13 jurnalis peserta The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation di kantor KAI, Sacheon Korea Selatan, Jumat, 2 Juni 2023, seperti dikutip dari tempo.co. Namun Lee Sung-il juga percaya jika saat ini pembicaraan Government to Government (G2G) sedang dilakukan antara Pemerintah Korsel dan RI terkait masa depan proyek yang telah berjalan selama 14 tahun.

Sebelumnya, pada 10 Mei 2023, Menteri Administrasi Program Akuisisi Pertahanan/Defense Acquisition Program Administration (DAPA), Korsel, Eom Dong-hwan, mengungkapkan Indonesia telah berkomitmen akan menginformasikan kepada Korsel mengenai rencana pembayaran yang tersisa pada Akhir Juni 2023. Pernyataan tersebut disampaikan kepada Kantor Berita Yonhap yang merupakan agensi berita terbesar yang berbasis di Seoul, Ibu Kota Korsel.

Potensi Keuntungan Indonesia

Sebagai negara yang menjadi mitra Korsel, Indonesia berpotensi meraih berbagai keuntungan dari kerja sama yang dilakukan oleh kedua negara. Berdasarkan riset yang dilakukan Jane’s Market Forecasting, Indonesia diprediksi akan meraih keuntungan bisnis berupa terciptanya 27 ribu lapangan pekerjaan.

Perkiraan itu diperoleh setelah dilakukan kalkulasi terhadap production inducement yang kira-kira menyentuh angka US$3,3 miliar. Sehingga indonesia diprediksi mampu memperoleh keuntungan sekitar US$10 miliar atau Rp149 triliun sekaligus dapat membuka 27 ribu lapangan pekerjaan.

Mempertimbangkan kalkulasi yang telah dikemukakan berdasarkan hasil riset tersebut, maka akan sangat disayangkan jika Indonesia sebagai negara mitra tidak melanjutkan komitmen kerja sama. Potensi keuntungan akan langsung berubah drastis menjadi kemungkinan kerugian yang akan dialami setelah kerjasama terjalin selama 13 tahun. Perlu dicatat sekaligus diperhatikan dengan seksama jika kolaborasi dua negara hanya tinggal tersisa tiga tahun lagi karena pada 2016, KF-21 Boramae dijadwalkan akan memasuki tahap produksi.

Jet Tempur KF-21 Boramae (Foto: DAPA Korea Selatan)

Kolaborasi Indonesia-Korsel

Kerja sama kedua negara dimulai 14 tahun lalu. Berikut rangkuman delapan peristiwa yang menandai kolaborasi Indonesia-Korsel:

6 Maret 2009
Penandatanganan Letter of Intent (LoI) on Co-Development of a Fighter Jet Project Between the Department of Defense of The Republic of Indonesia and the Defense Acquisition Program Administration of the Republic of Korea di Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Penandatanganan dilakukan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertahanan (Kemhan) di hadapan Presiden Keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Korsel ketika itu, Lee Myung-bak.

15 Juli 2010
Kesepakatan kedua negara ditindaklanjuti dengan Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) tentang Kerja Sama Pengembangan Pesawat Tempur KF-X di Seoul, Ibu Kota Korsel.

20 April 2011
Di Daejeon, Korsel, disepakati tentang Technology Development Phase Program Pengembangan Pesawat Tempur KF-X/IF-X.

April 2012
Disepakati Project Agreement (PA) untuk tahap Technology Development (TD) atau Pengembangan Pesawat Tempur KFX/IFX oleh Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan RI) dan Kemhan Korsel atau Defense Acquisition Program Administration Republic of Korea (DAPA ROK).

6 Oktober 2014
Kedua negara sepakat untuk memulai tahap Engineering and Manufacturing Development (EMD) Pengembangan Pesawat Tempur KFX/IFX.

17 Oktober 2014
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor:136 Tahun 2014 tentang Program Pengembangan Pesawat IFX dirilis. Setelah Perpres resmi dirilis, semua kementerian seharusnya terlibat sesuai arahan presiden dalam Perpres. Kemhan RI kemudian menunjuk PT Dirgantara Indonesia (PTDI) sebagai Indonesia Industry Participant (IIP) dalam pelaksanaan program KFX/IFX.

Penunjukkan PTDI mengacu pada Surat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kemhan No. B/2021/X/2014. Setelah Perpres ditandatangani, maka program harus didukung sepenuhnya oleh kementerian terkait yang terlibat sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing.

7 Januari 2016
Disepakati Cost Share Agreement (CSA) tahap Engineering Manufacturing Development untuk pengembangan pesawat tempur KFX/IFX. Kesepakatan dilakukan oleh Kemenhan RI dan Korean Aerospace Industries (KAI) dengan menandatangani Work Assignment Agreement (WAA) tahap Engineering Manufacturing Development pesawat tempur KFX/IFX.

11 Februari 2016
Kemenhan mengeluarkan dasar hukum berupa Peraturan Menteri Pertahanan No 6 Tahun 2016 tentang Program Pengembangan Pesawat Tempur IFX. Setelah melewati berbagai tahapan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, akhirnya kedua negara yaitu Indonesia dan Korsel secara resmi memulai program pengembangkan jet tempur KF-21 Boramae.

Jika dilihat dari kronologi kerjasama kedua negara, maka diketahui ada dua regulasi di Indonesia yang terkait erat dengan pengembangan KF-21 Boramae. Pertama, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor:136 Tahun 2014 tentang Program Pengembangan Pesawat IFX yang dirilis pada 17 Oktober 2014. Kedua, Peraturan Menteri Pertahanan No 6 Tahun 2016 tentang Program Pengembangan Pesawat Tempur IFX yang resmi dirilis pada 11 Februari 2016.

Tak hanya regulasi di atas kertas, empat kali uji terbang juga telah berhasil dilakukan KF-21 Boramae. Pertama pada 19 Juli 2022. Kedua, 10 November 2022. Ketiga, 5 Januari 2023. Setelah berhasil melakukan tiga kali uji terbang, pada 17 Januari 2023, Sang “Elang” kebanggaan Korsel dan Indonesia, berhasil terbang dengan kecepatan supersonik untuk pertama kalinya

Semoga pada akhir Juni yang tersisa dua pekan lagi ada kabar baik dari Pemerintah RI, sehingga kerja sama dengan Korsel dapat terus berlanjut sesuai dengan rencana yang telah disepakati oleh kedua negara. Sangat disayangkan jika kerja sama yang telah dilakukan selama 13 tahun dan biaya yang telah dikeluarkan sebelumnya oleh pemerintah RI menjadi sia-sia belaka apabila kolaborasi yang seharusnya terlihat hasilnya tiga tahun lagi dengan sangat terpaksa harus dihentikan pada tahun 2023 ini.{}


Share this

Baca
Artikel Lainnya