Pesawat tempur F-15C Eagle Angkatan Udara Amerika Serikat. Sumber: Instagram United States Air Force.
Sekolah Penerbang di Amerika Serikat pada Era Perang Dingin

Date

Selain belajar menerbangkan pesawat, yaitu T-37 Cessna, para siswa Sekbang dari berbagai negara juga memperoleh pelajaran dari berbagai pertempuran, terutama yang terjadi di udara.

Setelah berakhir pada 1945, Negara-negara pemenang Perang Dunia Kedua/World War II, terbagi dua yaitu Blok Barat dengan Blok Timur. Blok Barat yang diinisiasi oleh Amerika Serikat (AS) bersama dengan Negara-negara sekutunya membentuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara/  North Atlantic Treaty Organization (NATO). Sementara Blok Timur di bawah komando Union of Soviet Socialist Republic (USSR)/Uni Soviet bersama Negara-negara sekutunya membentuk Pakta Warsawa.

Persaingan antara NATO dengan Pakta Warsawa terjadi di semua lini. Mulai dari ekonomi, politik, teknologi hingga kekuatan militer. Di AS, negara pemenang Perang Dunia Kedua (PD II) sekaligus pemimpin NATO, situasi perang dingin benar-benar terasa, bahkan dapat dikatakan cukup mencekam. Belajar dari PD II, dimana kekuatan udara/air power suatu negara sangat signifikan, bahkan menjadi penentu kemenangan perang, AS terus menerus mengembangkan kekuatan udaranya tanpa henti seiring dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek).

Pada era perang dingin/cold war, Angkatan Udara AS/United States Air Force (USAF) telah memiliki 25 Sekolah Penerbang/Flying School. Tak hanya USAF, Sekolah Penerbang/Sekbang juga dimiliki oleh Angkatan Darat/United States Army (US Army), Angkatan Laut/United States Navy (US Navy) dan Korps Marinir/United States Marine Corps (USMC).

Baca juga:

**

Di Sheppard Air Force Base (AFB) tempat tiga orang perwira pertama dari Indonesia yaitu Kapten Harry Mulyono, Letnan Dua (Letda) Eris Herryanto dan saya sendiri yang ketika itu juga masih berpangkat Letda, memang diorientasikan untuk latihan/training internasional.

Selain kami bertiga dari Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU), para perwira dari negara-negara NATO seperti Jerman Barat hingga negara-negara yang diidentifikasi sebagai sahabat AS yang dijuluki Negeri Paman Sam; mulai dari Arab Saudi dan Iran di Kawasan Timur Tengah; hingga Ekuador yang terletak di ujung barat Amerika Selatan atau yang dikenal dengan kawasan Amerika Latin; juga menjadi Siswa Sekbang di Pangkalan USAF yang terletak di perbatasan Negara Bagian Texas dengan Oklahoma.

Selain belajar menerbangkan pesawat, yaitu T-37 Cessna, dalam berbagai materi yang diberikan di kelas, para siswa Sekbang dari berbagai negara juga memperoleh pelajaran dari berbagai pertempuran, terutama yang terjadi di udara. Para instruktur kami ketika itu, pada 1978 didominasi oleh veteran Perang Vietnam. Dari para veteran yang menjadi instruktur itulah, para Siswa Sekbang memperoleh banyak cerita tentang pengalaman mereka bertempur di Perang Vietnam.

Baca juga:

Kami bertiga yang berasal dari Indonesia dan para siswa dari negara lain mendengarkan cerita-cerita dari para instruktur dengan seksama; terutama terkait dengan pertempuran udara yang terjadi di langit Vietnam. Perang saudara yang pecah di Vietnam terjadi antara kubu Vietnam Selatan melawan Vietnam Utara.

**

Pihak selatan didukung oleh kubu NATO dan negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Asia Tenggara/Southeast Asia Treaty Organization (SEATO) seperti Thailand dan Filipina. Tak hanya dua negara itu, Australia, Selandia Baru hingga Korea Selatan yang juga anggota SEATO juga memberikan dukungan.

Sementara kubu utara yang berhaluan komunis tentu saja didukung oleh Uni Soviet, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Korea Utara, hingga Mongolia dan Kuba. Perang Vietnam yang juga disebut dengan Perang Indochina II pecah selama 20 tahun sejak 1955 hingga 1975 dengan perkiraan korban lebih dari tiga juta jiwa di kedua belah pihak.  

Baca juga:

Blok barat yang dipimpin AS mengerahkan pesawat-pesawat terbaru yang dimutakhirkan pasca Perang Korea; mulai dari F-4 Phantom, Republik F-105, hingga F-100 Super Sabre yang telah dimodifikasi untuk memberikan dukungan udara pada kubu selatan. Sedangkan Vietnam Utara pada awal perang sempat terdesak karena hanya mengandalkan MiG-17. Namun seiring dinamika yang terjadi di medan perang, khususnya di udara, perlahan namun pasti, pihak utara memperkuat angkatan udaranya. Jet tempur supersonik MiG-21 yang didatangkan dari RRT dan Uni Soviet menandai kebangkitan Angkatan Udara Vietnam Utara.

**

         Tak hanya di kelas, pada malam hari di asrama, Kapten Harry, Letda Eris dan saya, yang kebetulan tinggal di dalam satu kamar, melanjutkan diskusi berdasarkan informasi yang diberikan oleh para instruktur kami. Dari para instruktur itulah, kami memperoleh informasi jika Soviet secara rahasia mengirimkan rudal anti pesawat atau Surface Air Missile (SAM) untuk menjatuhkan pesawat-pesawat AS.

Jumlah pesawat AS yang ditembak jatuh cukup banyak oleh sistem pertahanan udara Vietnam Utara maupun oleh jet tempur MiG. Pesawat tempur AS yang pertama kali ditembak jatuh adalah fighter bomber F-105 yang dijuluki Thunderchief. Fighter Bomber itu ditembak jatuh oleh MiG-21 pada 4 April 1965. Dua bulan kemudian, giliran para penerbang tempur/fighter pilot dari Angkatan Laut AS/United States Navy (US Navy) menembak jatuh dua unit MiG-17 Angkatan Udara Vietnam Utara dengan menggunakan Mc Donnell F4B Phantom.

Baca juga:

**

Di asrama pada malam hari menjelang tidur, sambil membahas kelebihan dan kekurangan T-37 Cessna yang kami gunakan untuk belajar terbang di Sheppard AFB; kami bertiga juga mendiskusikan tentang berbagai jenis pesawat tempur yang berhadapan dalam perang saudara di Vietnam. Mulai dari berbagai jenis MiG buatan Soviet hingga pesawat-pesawat tempur buatan AS. 

Terakhir sekaligus yang terpenting, kami bertiga akhirnya menyadari jika kekuatan udara suatu negara adalah faktor yang sangat signifikan dalam menentukan kemenangan atau kekalahan dalam peperangan. Itulah mengapa, AS maupun Uni Soviet, pada saat kami bertiga menjadi siswa Sekbang pada 1978, bahkan hingga saat ini terus menerus membangun kekuatan udaranya.

Pembangunan tidak hanya dilakukan kedua negara melalui pemutakhiran Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista); mulai dari pesawat angkut legendaris seperti Hercules buatan AS maupun Antonov buatan Soviet; hingga berbagai jenis pesawat tempur yang teruji di banyak peperangan/war proven. Pada era Perang Dingin, Kedua negara juga terus menggenjot produksi para penerbang/pilot untuk mengoperasikan pesawat-pesawat yang mereka produksi.

Baca juga:

Pada suatu malam, seingat saya sebelum pulang ke Indonesia pada akhir 1978 setelah sebelumnya berhasil dinobatkan menjadi lulusan terbaik/best graduate di Sheppard AFB, tiba-tiba saya teringat pesawat-pesawat tempur/fighter aircraft TNI-AU. Pesawat tempur legendaris seperti MiG-15 yang dijuluki Faggot, MiG-17 Fresco, MiG-19 Farmer dan MiG-21 Fishbed, buatan Uni Soviet.

Pesawat-pesawat tersebut tidak lagi dapat diterbangkan/grounded di berbagai Pangkalan TNI-AU (Lanud) karena peristiwa 1965. Peristiwa yang terjadi pada saat Perang Dingin tengah berkecamuk dan berdampak di berbagai kawasan di dunia, serta banyak negara; termasuk Indonesia.{} 


Profil Penulis
Marsekal Muda (Purn.) Surya Dharma Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU).

Tenaga Profesional bidang Diplomasi dan Hubungan Internasional Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas RI) sejak 2010 hingga sekarang. Alumni Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) bagian Udara 1976. Lulus Sekolah Penerbang di Sheppard Air Force Base, Amerika Serikat pada 1978.

Share this

Baca
Artikel Lainnya