Berbagai jenis pesawat tempur Angkatan Udara Amerika Serikat. Foto: Instagram USAF
Dua Pertolongan pada Hari Pertama di Sekolah Penerbang

Date

Bersama tujuh kadet dari Iran dan tujuh siswa Sekbang dari Ekuador, saya adalah satu-satunya perwira dari Indonesia yang akan belajar menerbangkan pesawat di langit negeri Paman Sam

Senin, 6 Februari 1978, saya sudah bangun pukul 07.00 pagi. Itulah hari pertama saya akan menjalani kegiatan sebagai seorang siswa sekolah penerbang (Sekbang) atau kadet di Sheppard Air Force Base (AFB). Bangun pagi tidak menjadi masalah bagi saya yang selama empat tahun terakhir sudah terbiasa memulai aktivitas sebelum matahari terbit.

Sejak menjalani kehidupan sebagai taruna di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) Umum di Magelang, semua taruna sudah memulai aktivitas sebelum matahari terbit. Tepat pukul 04.00 pagi, semua taruna harus bangun dan membereskan tempat tidur kemudian beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

Kebiasaan/habit itu berlanjut seusai menjalani pendidikan di AKABRI Umum di Magelang, sebuah kota kecil di Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Pada saat menjalani pendidikan lanjutan di AKABRI bagian Udara di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kebiasaan bangun pagi sebelum matahari terbit tetap berlanjut.

Baca juga:

Jadi sekali lagi bukan masalah bagi saya yang sudah terbiasa selama empat tahun bangun tidur sebelum matahari terbit untuk bangun pukul 07.00 di Amerika Serikat (AS). Masalahnya adalah Pakaian Dinas Harian (PDH) yang harus dikenakan untuk laporan pertama kali masih terkunci di bagasi mobil sejak semalam.

Saya cukup stres, hari pertama menjalani pendidikan di Sekbang sebagai seorang kadet sudah harus menghadapi masalah yang cukup serius. Tidak mungkin melapor dengan menggunakan pakaian sipil seperti celana jeans dan overcoat yang saya pakai tidur semalam. Bisa-bisa langsung dipulangkan ke Indonesia. Namun bantuan datang tanpa diduga. Seorang pembantu/maid yang melihat saya sedang kebingungan bertanya ada apa? Saya jawab tidak bisa membuka bagasi mobil sejak semalam ketika pertama kali tiba di AFB.

Tanpa berpikir panjang dan mempertimbangkan banyak hal, perempuan yang sehari-hari bekerja membersihkan mess itu langsung menawarkan bantuan. Aksen selatan AS, seperti yang diucapkan para penduduk yang tinggal di Oklahoma terdengar jelas ketika dia berkata dalam bahasa Inggris;”let me help you”. Kemudian dia mengambil gayung yang berisi air panas dan disiram ke dalam lubang kunci bagasi.

Baca juga:

Terdengar suara kretek-kretek di telinga dengan cukup jelas sebelum akhirnya saya disuruh untuk memasukkan anak kunci untuk membuka bagasi. Ternyata bagasi langsung bisa terbuka. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Banyak sekali pelajaran berharga yang saya peroleh di AS yang dijuluki negeri Paman Sam. Dalam perjalanan darat selama 12 jam sehari sebelumnya, saya belajar tentang bagaimana menghilangkan salju tipis yang menempel di kaca mobil. Kemudian saya juga belajar tentang bagaimana membuka anak kunci bagasi mobil yang juga dimasuki butiran salju tipis.  

Setelah bagasi terbuka, semua barang di dalamnya segera saya turunkan. Karena kedua teman saya dari Indonesia yaitu Suryadharma dan Hari Mulyono masuk kelas pagi, kamar tempat tidur semalam segera saya bereskan, kemudian segera berganti baju memakai PDH. Selesai satu persoalan, muncul masalah yang lain, begitu mau masuk mobil untuk apel pagi pertama kali, mobilnya justru berbunyi dan tidak bisa keluar dari parkiran. Waduh, apalagi ini?

Arloji di tangan kanan sudah hampir menunjukkan pukul 09.00. Beruntung, untuk kedua kalinya pembantu perempuan yang sebelumnya menolong saya membuka bagasi mobil memberikan informasi yang sangat berharga. Dia memberitahu jika ada bus yang berhenti di mess setiap pukul sekian, jadi jika harus tiba pukul 09.00 di pangkalan, waktunya masih cukup. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kedua kalinya kepada pembantu perempuan itu. Tanpa berpikir panjang, Pontiac bermesin 4000 cc itu saya tinggalkan di parkiran dan segera naik bus ke pangkalan.

Baca juga:

         Dalam perjalanan di bus yang ternyata memang memiliki rute keliling AFB, saya bisa bernapas lega setelah sempat agak stress. Oh ya, ternyata bus yang saya naiki beroperasi di dalam pangkalan. Jadi penumpang bisa naik dan turun di perkantoran, toko penjual kebutuhan sehari-hari/store, mess, hingga pasar/market dan tempat-tempat lain di dalam pangkalan USAF. Beruntung sekali, meski waktunya mepet, saya tidak datang terlambat tiba di skadron. Sebagai salah satu siswa Sekolah Penerbang (Sekbang) yang berasal dari Indonesia, saya tentu harus menjaga nama baik negara di negeri orang.

Jangan sampai ada penilaian para siswa yang yang disapa dengan kadet yang berasal dari negara berkembang seperti Indonesia tidak bisa tepat waktu sesuai jadwal. Di negara-negara maju, salah satunya AS, disiplin dan tepat waktu harus dijunjung tinggi. Warga sipil apalagi militer sangat menjunjung tinggi ketepatan waktu. Begitu juga di dunia penerbangan, baik sipil maupun militer.

         Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih sepuluh menit, bus akhirnya tiba di skadron, arloji di tangan kanan menunjukkan pukul 08.55. Saya masih punya waktu lima menit, sekali lagi di dalam hati saya mengucapkan terima kasih kepada maid yang telah memberikan dua bantuan mungkin bagi orang lain terlihat biasa saja, namun sangat berarti bagi saya.

Baca juga:

Berbalut PDH kebanggaan, dengan langkah tegap, sambil mengenakan kaca mata hitam saya berjalan dengan penuh kepercayaan diri melangkah menuju ke skadron pendidikan di Sheppard AFB. Bersama tujuh kadet dari Iran dan tujuh siswa Sekbang dari Ekuador, saya adalah satu-satunya perwira dari Indonesia yang akan belajar menerbangkan pesawat di langit negeri Paman Sam.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya