Pagi itu, Minggu, 5 Februari 1978 gerimis turun perlahan dari langit negara bagian Texas, Amerika Serikat (AS). Bahan bakar Pontiac, mobil pertama yang menjadi kebanggaan sudah terisi penuh. Saya masih ingat pada waktu itu harga bensin per galon di AS masih kurang dari 1 dolar. Sementara sekarang kurang lebih harganya 15 dolar per galon. Oh ya, satu galon di AS setara dengan 3,78 liter di Indonesia.
Di dalam mobil, saya mendengarkan radio sambil memakai baju hangat/overcoat. Cuaca memang sangat dingin, di mobil memang ada pemanas/heater, tetapi saya tidak begitu suka karena sumber tenaganya berasal dari listrik sehingga terasa kering di kulit. Jadi heater memang tetap dihidupkan tetapi tidak terlalu besar.
Mobil melaju dengan kecepatan standar, tidak lebih dari 60 kilometer (Km)/jam. Jalan ke Sheppard Air Force Base (AFB) yang terletak di perbatasan Negara Bagian Texas dengan Oklahoma masih cukup panjang. Namun perjalanan darat/road trip ke Sekolah Penerbang (Sekbang) benar-benar saya nikmati.
Ketika sedang menikmati perjalanan, di radio diberitakan jika pada hari itu akan ada badai salju/snow storm sehingga banyak sekali orang-orang yang memutuskan untuk menunda perjalanan. Itulah yang membuat jalanan menjadi tidak terlalu ramai dengan kendaraan yang melintas, bahkan lalu lintas cukup sepi. Namun saya tidak memiliki pilihan lain kecuali terus melanjutkan perjalanan karena besok pagi harus melapor sekaligus memulai hari pertama sebagai kadet di Sheppard AFB.
Sejak pagi hari, alat yang berfungsi membersihkan kaca mobil dari air/wiper sudah mulai bekerja karena gerimis memang telah turun sejak mesin dihidupkan dan perjalanan dimulai. Namun entah apa penyebabnya, di pertengahan jalan, kurang lebih 1100 mil dari utara San Antonio, Texas menuju ke Wichita, sebuah kota kecil tempat Sheppard AFB berada, ketika udara mulai bertambah dingin, wiper mobil tiba-tiba mati.
Saya berusaha untuk tetap tenang dan tidak panik. Pikiran hanya fokus bagaimana memperbaiki agar perjalanan dapat terus dilanjutkan. Onderdil/spare part mobil seperti wiper di negara produsen mobil seperti AS memang tidak terlalu mahal. Namun yang mahal adalah mekanik yang bekerja melakukan penggantian mulai dari mencopot, memasang dan mengetesnya. Harga jasa ketika itu hitungannya per jam antara 20 hingga 25 dolar AS, jadi paling tidak harus keluar uang kurang lebih 50 dolar untuk service, sementara uang yang tersisa hanya tinggal 175 dolar.
Ketenangan mulai terusik ketika mengingat sambil menghitung-hitung uang yang tersisa. Saya teringat uang saku yang diterima dari pemerintah Indonesia pada waktu itu untuk kadet Sekbang yang belajar di AS adalah 750 dolar. Uang itu saya pakai untuk membeli mobil Pontiac bekas buatan 1970 sebesar 500 dolar, bayar asuransi 125, jadi yang tersisa 175 dolar, sangat mepet sekali, apalagi bensin harus kembali diisi.
Namun saya tetap berpikiran positif; jika sudah tiba di Sheppard AFB dan memulai pendidikan sebagai kadet di Sekbang, hidup akan terjamin karena akan kembali diberikan uang makan dan uang saku. Akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari highway karena tidak banyak mobil yang melintas untuk dimintai tolong dan kondisinya juga sangat sepi. Kondisinya tidak jauh berbeda dengan kota-kota kecil lain di AS pada saat itu bahkan hingga kini yang jalan utamanya besar dan lebar, namun mobil atau kendaraan yang melintas tidak terlalu banyak.
Pada saat wiper mati, waktunya hampir bersamaan dengan bahan bakar mobil yang menipis. Jadi mau tidak mau, harus keluar dari highway untuk mengisi fuel sambil perbaikan wiper. Tidak lama setelah keluar dari highway, akhirnya terlihat pompa bensin/gas station. Petugas yang menjaga hanyalah satu orang, usianya sudah cukup tua. Dari dalam kantor, dia berteriak “Number five”, artinya mobil saya sekaligus satu-satunya kendaraan di pom bensin itu dapat melakukan pengisian bahan bakar di mesin pompa bensin nomor lima. Pengisian bahan bakar dilakukan secara mandiri oleh pengemudi, petugas jaga hanya tinggal memantaunya dari komputer yang berada di dalam ruang kerjanya.
Sesuai instruksi, mesin mobil saya matikan di stasiun pengisian bahan bakar nomor lima, semua saya kerjakan sendiri mulai dari membuka tangki, mengangkat noleh hingga mengisi bensin sampai penuh. Setelah terisi penuh, saya bertanya kepada petugas jaga sekaligus kasir apakah menjual suku cadang mobil saya dan dapat memperbaikinya? Dia kemudian bertanya balik apa yang dibutuhkan? Kemudian saya bilang butuh wiper karena macet. Ketika saya menjawab, dia sudah tahu dan meminta saya untuk meminggirkan mobil di samping kasir.
Di sebelah kasir ada sebuah toko aksesoris mobil yang menjual berbagai kebutuhan mulai dari oli, minyak rem hingga air radiator. Orang tua itu masuk ke dalam toko dan tidak lama kemudian keluar membawa air panas di dalam ember yang disiram ke kaca mobil. Saya tentu saja kaget serta bertanya-tanya apa yang dia lakukan terhadap mobil berotot/muscle car bermesin 4000 cc itu?
Ternyata yang terjadi selanjutnya kembali mengagetkan, es yang menempel di kaca mobil semuanya meleleh. Sebagai warga negara Indonesia yang belum pernah melihat apalagi berurusan dengan salju, tentu saya tidak tahu kalau gerimis yang turun sejak pagi hari turun bersamaan dengan butiran salju. Karena menempuh rute ke utara yang kian lama semakin dingin, meskipun kaca tetap terlihat bening, butiran salju kemudian membeku di kaca mobil sehingga wiper tidak dapat bergerak.
Setelah disiram air panas, orang tua yang baik hati itu meminta saya kembali menghidupkan mesin mobil dan menyalakan wiper; ternyata bisa kembali bekerja. Saya berkali-kali mengucapkan terima kasih kepadanya yang menolong saya sambil memuji jika dia benar-benar hebat karena mampu memecahkan masalah yang saya hadapi.
Selanjutnya dia bertanya apakah saya punya uang seperempat dolar atau 25 sen? Tentu saja punya, uang saya masih 175 dolar. Kemudian dia meminta saya untuk membeli rokok merek apa saja di mesin penjualan/vending machine. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli rokok merek “Camel” dan memberikan kepadanya. Lelaki tua itu mengambil dua batang rokok, kemudian merobek kertas pembungkus lalu menaruh tembakau dan menggosoknya.
Ketika saya tanya kenapa melakukannya, dia menjawab supaya air di kaca dapat mengalir dengan lancar ke bawah sehingga kejadian wiper mobil mati tidak terulang karena butiran salju tidak lagi menempel di kaca. Sambil menyimak penjelasan yang disampaikan, saya mengucap syukur atas pelajaran berharga yang diperoleh dari perjalanan panjang di AS yang dijuluki negeri Paman Sam. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih banyak kepadanya yang menolong tanpa meminta imbalan apapun.
Ketika hendak melanjutkan perjalanan, dia kembali bertanya darimana saya berasal dan apakah ini pertama kali saya ke AS? Setelah saya menjawab, dia kembali menanyakan apakah radiator mobil saya sudah ada cairan anti beku/freeze? Ketika saya bertanya cairan apa yang dimaksud, dia kembali masuk ke dalam toko dan membawa keluar cairan yang dimaksud. Warnanya hijau kekuningan.
Kemudian dia menjelaskan jika di musim salju radiator mobil tidak diisi dengan cairan anti beku, ketika mesin mati pada saat mobil parkir maka cairan di dalam radiator akan membeku. Saya kembali memperoleh pelajaran selanjutnya. Tanpa berpikir panjang, saya menuruti nasihat yang diberikan dan membeli dua galon cairan yang dimaksud. Selanjutnya kap mesin Pontiac saya buka, karena mesin masih panas, saya sangat berhati-hati ketika menuangkan cairan ke dalam radiator.
Setelah urusan radiator selesai, sang penolong kemudian melihat ban mobil yang halus dan sudah tidak terlihat kembangan atau polanya. Setelah melihat sejenak dia bilang harus diberi rantai. Kali ini karena tidak terlalu mengerti, saya justru bertanya-tanya mobil kok diberi rantai, jangan-jangan lelaki tua yang telah menolong saya itu pikirannya terganggu. Namun sepertinya dia memahami jalan pikiran saya yang tidak memahami penjelasannya. Mungkin karena dia tahu saya orang asing yang tidak memahami penjelasannya, ketika saya menyalakan mesin hendak melanjutkan perjalanan, dia hanya bilang; “Hati-hati di jalan, semoga kamu selamat.”
Di kemudian hari, saya baru tahu jika memang ada mobil yang memakai rantai agar ban tidak licin sehingga mobil tetap dapat berjalan dengan stabil ketika melewati jalanan bersalju.{}