Pesawat Angkatan Udara Amerika Serikat. Foto: WikiImages from Pixabay.
Menggapai Cita-cita di Sheppard Air Force Base, Amerika Serikat

Date

Di pangkalan Angkatan Udara AS/United States Air Force (USAF) itulah, saya berlatih menerbangkan pesawat T-37 yang dijuluki Tweet sekaligus belajar banyak hal tentang dunia penerbangan/aviasi.

         Tembakau Turki yang dicampur dengan nikotin dari Virginia, Amerika Serikat (AS) dalam sebatang rokok bermerek “Camel” memang menghasilkan aroma yang tercium wangi. Setelah menghisap dua batang rokok sambil menikmati pemandangan hamparan salju selama kurang lebih sepuluh menit, saya memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan darat/road trip menuju ke Sheppard Air Force Base (AFB).

         Tujuan akhir perjalanan yang berada di perbatasan Negara Bagian Texas dengan Oklahoma, tepatnya lima mil di utara distrik pusat Wichita Falls, Wichita County, Texas, AS memang sudah tidak terlalu jauh. Namun hari sudah sore. Jika mobil Pontiac cokelat dipacu dengan kecepatan tinggi, mungkin sebelum matahari terbenam sudah tiba di AFB. Tetapi karena badai salju belum berhenti sejak pagi hari, maka dapat dipastikan baru akan tiba pada malam hari.  

         Ketika kunci kontak diputar, mesin memang menyala dengan baik seperti biasa. Namun ketika hendak maju, mobil tidak bisa berjalan. Pada saat pintu di sebelah kiri dibuka kemudian tempat duduk pengemudi/jok dimundurkan, ternyata ada lapisan es tipis yang menempel di keempat rodanya.

Baca juga:

         Tidak jauh berbeda dengan mobil-mobil buatan AS lainnya, mobil pertama saya yang diproduksi pada 1970 itu berpenggerak roda belakang/rear wheel drive. Jadi ketika mesin dinyalakan/start engine, mobil itu mendorong karena karena gardan yang terletak di roda belakang berputar.

Begitulah mobil AS, roda depan diam karena yang bergerak adalah roda di bagian belakang mobil. Karena ada es yang menempel di keempat roda yang berada di depan dan belakang, maka ketika mobil digerakkan maju ke depan, terjadi gesekan antara ban dengan aspal sehingga agak berasap.

         Nah, yang menyebabkan menjadi berasap karena ban yang sudah panas akibat mobil sudah berjalan jauh kemudian es menempel di jalan ketika berhenti selama sepuluh menit. Saya menganggapnya sebagai harga yang harus dibayar karena berhenti untuk melihat hamparan salju sambil duduk di kap dan menghisap rokok.

Baca juga:

Jadi ketika ban berputar, pada saat mobil dinyalakan, tidak ada penyangganya, padahal lapisan es di depan ban tidak terlalu tebal, hanya dua atau tiga centimeter. Tetapi mungkin penyebab utama mobil tidak bisa naik adalah ban mobil sudah halus dan sudah tidak ada kembangan atau polanya lagi. Saya berpikir keras, yang namanya es, apalagi yang berasal dari badai salju pasti licin. Beruntung sekali ada karpet di lantai mobil yang terbuat dari kulit sintetis/vinyl.     

Sambil membuka karpet di lantai pengemudi dengan cara diputar, kemudian langsung saya lempar di roda belakang sebelah kiri. Setelah beberapa kali mencoba dan tidak membuahkan hasil, pada upaya yang kesekian kali, ban akhirnya berhasil naik ke karpet dan mobil bisa kembali berjalan. Saya memang kehilangan karpet karena harus berjalan terus agar mobil tidak kembali terjebak di salju. Sambil berjalan perlahan, pintu sebelah kiri saya tutup dan mobil akhirnya kembali berjalan menyusuri jalan menuju ke Sekolah Penerbang (Sekbang).  

Selama perjalanan pada sore hari, ada jalan menikung menuju sebuah kota besar di wilayah Wichita County. Saya mulai melihat orang-orang sudah mulai berani keluar rumah meskipun badai salju masih berlangsung hingga malam hari. Setelah jalan dibersihkan, laju mobil mulai normal dan tidak lagi tersendat-sendat oleh salju sehingga tidak kembali tergelincir.

Baca juga:

Namun mungkin karena euforia setelah hampir seharian tidak melihat mobil melintas maupun bertemu dengan manusia, ketika menyaksikan dua unit mobil di depan, saya ingin menyalip. Sangat disayangkan, kecepatan mobil ketika menyalip kurang maksimal. Ketika kembali bertemu dengan tikungan, mobil saya oleng sehingga pengemudi mobil lain yang berada di samping saya berteriak.

Meskipun tidak tahu apa yang mereka katakan sambil berteriak, tetapi saya hanya bilang; “sorry, sorry”. Mobil mbanting karena ketika berbelok, jalannya masih licin dan bannya halus. Terapi yang terpenting saya tahu teorinya; kalau pantat mobil ke kanan, setir juga harus dibanting ke kanan mengikuti pantat mobil. Sebaliknya, jika pantatnya ke kiri, setir juga harus mengikuti ke kiri.

Karena sudah tahu teorinya, ketika praktik, saya ingat sehingga mobil tidak sampai berputar 180 derajat. Jadi saya tetap di jalan walaupun mobil harus berjalan zig-zag sampai melepas gas. Mesin memang pernah dicoba untuk dimatikan sekali, tahu kemudian apa yang terjadi? Setirnya tidak bisa digerakkan karena sistemnya hidrolik atau sudah menggunakan power steering.

Jadi begitu mesin mati, setir tidak bisa dioperasikan secara manual. Mobil terasa berat sekali, jadi akhirnya berjalan kemana ban itu mengarah, kan berbahaya sekali! Itu sebabnya saya tidak mau lagi mematikan mesin untuk kedua kalinya. Apapun yang terjadi, mesin harus hidup karena mobil bermesin 4000 cc itu setirnya sudah memakai sistem hidrolik/power steering.

Akhirnya, setelah mengemudi seorang diri selama hampir 12 jam, saya tiba di kota tujuan saya yaitu Wichita Fall. Di tepi jalan terlihat jelas petunjuk arah ke Sheppard AFB. Sambil menarik napas panjang, petunjuk arah itu saya walaupun tanda-tanda itu sudah hampir tidak kelihatan karena tertutup salju. Peta kembali saya baca, kemudian keluar dari jalan bebas hambatan/highway dan masuk ke AFB.

Di pangkalan Angkatan Udara AS/United States Air Force (USAF) itulah, saya berlatih menerbangkan pesawat T-37 yang dijuluki Tweet sekaligus belajar banyak hal tentang dunia penerbangan/aviasi. Selama setahun menimba ilmu di pangkalan pelatihan paling lengkap dan beragam di Komando Pelatihan Pendidikan Angkatan Udara AS itulah berbagai ilmu saya peroleh untuk dibawa pulang dan diterapkan di Indonesia.{}

        

Share this

Baca
Artikel Lainnya