Pesawat tempur Hawk TNI-AU. Foto: Instagram TNI-AU.
Pengalaman Menjadi Kepala Sekolah Penerbang Tempur

Date

Ketika masih berpangkat Kolonel Penerbang (Pnb), pada tahun 1999, saya mendapat perintah dari Markas Besar Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (Mabes TNI-AU) untuk menjadi Kepala Sekolah combine fighter weapon

Waktu itu dengan pangkat tiga melati di pundak, saya menjabat sebagai Wakil Komandan Pangkalan TNI-AU (Wadanlanud) Adisutjipto, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Saya memperoleh penugasan untuk bekerja sama dengan negara tetangga yaitu Singapura. Namun ketika kerja sama baru memasuki fase awal, permasalahan sudah mulai mengemuka. Angkatan Udara Singapura/The Republic of Singapore Air Force (RSAF) memutuskan untuk mengerahkan F-5 Tiger. Sementara TNI-AU, yang pada waktu itu juga telah mengoperasikan F-5 Tiger memiliki tingkat kesiapsiagaan sangat rendah dibanding RSAF. Di atas kertas, F-5 notabene lebih baik dibanding Hawk.

Namun karena satu-satunya pilihan pesawat tempur/fighter aircraft milik TNI-AU yang masih tersisa pada saat itu adalah Hawk 100 dan 200, akhirnya saya memutuskan pesawat Hawk buatan Inggris yang akan dikerahkan dalam latihan bersama TNI-AU dengan RSAF. Sebagai kepala sekolah, tentu saja saya harus menguji coba terlebih dahulu kemampuan pesawat tempur berkursi tunggal/single seat yaitu Hawk 100 maupun yang berkursi ganda/double seat yaitu Hawk 200, padahal saya belum pernah menerbangkan pesawat buatan British Aerospace (BAe) itu. Penguasaan awal Hawk juga untuk menilai pelajaran kursus ini apakah bisa dilakukan menggunakan Hawk. Dari penilaian awal, Hawk dapat digunakan terbatas untuk latihan yang akan diberikan.

Baca juga:

Selama bertugas di TNI-AU, saya diberi kesempatan menerbangkan berbagai generasi pesawat tempur. Mulai dari pesawat tempur generasi kedua yaitu F-86 Sabre, generasi ketiga yaitu F-5 Tiger hingga jet tempur legendaris F-16 yang dijuluki Fighting Falcon dan dikategorikan sebagai generasi keempat. Oleh sebab itu, saya tidak mengalami kesulitan yang berarti ketika melakukan uji coba Hawk 100 maupun 200.

Hawk adalah pesawat tempur taktis buatan British Aerospace (BAe), Inggris. Mulai memperkuat TNI-AU sejak 1993. Jadi ketika diterbangkan para pilot tempur TNI-AU pada combine fighter weapon dengan Singapura pada 1999, Hawk terhitung sebagai pesawat yang baru memperkuat alat utama sistem senjata (Alutsista) TNI-AU.

Pesawat tempur F-5 Tiger. Foto: Pexels.com

Hawk didesain untuk melaksanakan operasi serangan udara ke darat /air to ground attack. Pesawat bermesin turbofan 871 adour twin-spool, produk Rolls-Royce itu mampu melesat dengan kecepatan 1470 kilometer per jam atau 1,2 kali kecepatan suara dengan membawa berbagai persenjataan. Tangki bahan bakar fleksibel yang dipasang di tangki pesawat dan terpisah dengan compartemented yang berada di sayap. Selain itu Hawk juga memiliki tangki eksternal yang bisa dipasang di sayap bawah.

Baca juga:

Panjang pesawat adalah 11,35 meter dengan tinggi 3,98 meter dan lebar 9,94 meter. Hawk dilengkapi dengan sistem navigasi inersia giroskop laser cincin LINS 300, sensor data udara, prosesor layar, dan komputer misi serta radar multi-mode Northrop Grumman APG-66H untuk mendukung misinya sebagai jet tempur taktis.

Di kokpit, Hawk yang merupakan pesawat tempur generasi keempat itu juga dilengkapi dengan sistem kontrol hands-on throttle and stick (HOTAS) serta tampilan head up display (HUD) bidang pandang lebar. Penerbang dapat memilih senjata dan melepaskan mode sebelum memulai serangan dengan menggunakan panel kontrol senjata.

Kokpit Hawk 200 memiliki layar warna dengan prosesor khusus dan generator simbologi grafis 15 warna. 27 format tampilan pada kokpit juga menyediakan data penerbangan dan pesawat. Persenjataan Hawk memiliki 11 titik penyimpanan eksternal dengan empat tiang underwing, sebuah tiang di bawah badan pesawat dan stasiun rudal udara-ke-udara ujung sayap. Selain rudal udara-ke-udara/air to air, Hawk juga dilengkapi senapan mesin, peluncur roket, pod pengintai, dan bom seberat 1.000lb.

Baca juga:

Namun, Hawk tidak seperti F-5 Tiger meski Hawk memiliki spesifikasi yang cukup canggih dan dapat dikategorikan sebagai pesawat tempur generasi keempat. Sebab F-5 Tiger termasuk jet tempur generasi ketiga yang merupakan pesawat multi peran/multi role, dapat melakukan serangan dari udara ke darat/air to ground maupun dari udara ke udara/air to air.

Tetapi sebagai instruktur para penerbang tempur TNI-AU, saya merasa cukup untuk mengajar menggunakan Hawk 100/200. Terbukti, pada saat latihan bersama dengan RSAF digelar, penerbang-penerbang tempurTNI-AU terbukti mampu mengimbangi keterampilan pilot-pilot tempur Singapura yang menerbangkan F-5 Tiger.

Para penerbang tempur TNI-AU teruji sekaligus terbukti mampu memaksimalkan kemampuan Hawk sebagai pesawat tempur taktis meski harus berhadapan dengan F-5 Tiger. Jadi pada intinya, pesawat tempur jenis apapun, buatan negara manapun, dan dikategorikan dalam generasi berapapun harus bisa digunakan untuk menembakkan persenjataan ke musuh. Selain itu, pesawat juga harus mampu menghindar atau melakukan berbagai manuver ketika mendapat tekanan atau ancaman dari musuh.

Baca juga:

Tak hanya menyerang dan bertahan, energi manajemen sangat menentukan durasi atau lamanya terbang pesawat tempur ketika menjalankan sebuah misi atau pertempuran udara. Selain itu, yang terpenting, energi manajemen juga harus mampu mengatur bagaimana penggunaan bahan bakar. Kalau bertempur menggunakan kekuatan penuh/full power, pasti bahan bakar akan cepat sekali terkuras. Dalam waktu kurang dari satu jam, kemungkinan besar bahan bakar akan habis.

Namun jika penerbang bisa mengatur kapan pesawat harus full power dan kapan harus mengurangi tenaga, bahan bakar tidak akan terkuras dan pesawat dapat terbang lebih lama. Itulah dua prinsip utama energi manajemen pesawat tempur. Jadi ketika melakukan pertarungan di udara/dogfight perlu diperhitungkan dengan teliti dan detail kapasitas bahan bakar pesawat tempur.

Masih banyak sekali strategi hingga taktik memenangkan duel di udara yang harus terus menerus diuji oleh pilot ketika menerbangkan pesawat tempur. Itu sebabnya para penerbang TNI-AU harus berlatih terus menerus, baik dengan sesama pilot tempur di dalam negeri maupun dengan negara-negara lain termasuk negara tetangga seperti Singapura. Oh ya, jangan lupa; saat ini Singapura yang merupakan sebuah negara-kota di Asia Tenggara memiliki angkatan udara terkuat di kawasan yang memiliki pesawat-pesawat tempur mutakhir generasi terbaru.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya