Latihan Super Garuda Shield 2024. Foto: Website TNI-AU (www.tni-au.mil.id/)
Masa Depan Latihan Gabungan Bersama Sepuluh Negara di Indonesia

Date

Latihan Gabungan Bersama (Latgabma) Super Garuda Shield (SGS) 2024 sukses digelar sejak 26 Agustus hingga 5 September 2024 di tiga lokasi yaitu Baturaja (Sumatera Selatan), Karawang (Jawa Barat) dan Situbondo (Jawa Timur).

SGS merupakan latihan militer multilateral yang digelar rutin tiap tahun oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) di teritori Indonesia bekerja sama dengan angkatan bersenjata Amerika Serikat (AS).

Komandan Komando Pendidikan dan Latihan (Dankodiklat) TNI, Laksamana Madya (Laksdya) TNI, Maman Firmansyah, mengungkapkan sebanyak 6.808 personel terlibat dalam Latgabma. Jumlah prajurit TNI yang terlibat sebanyak 4.732 dan dari negara-negara sahabat jumlahnya mencapai 2.706 personel. Sepuluh negara yang terlibat adalah AS, Jepang, Australia, Inggris, Kanada, Thailand, Singapura, India, Brazil dan Papua Nugini. Selain sepuluh negara peserta, 39 negara juga hadir dan berperan sebagai observer yang mengamati jalannya Latgabma.  

Dankodiklat mengemukakan Latgabma sangat berguna untuk mempererat hubungan antar negara sekaligus dapat dijadikan ajang untuk mengembangkan kemampuan perang dengan mengadopsi kemampuan negara lain untuk meningkatkan kemampuan para prajurit TNI. 

Masa depan Latgabma SGS akan sangat dipengaruhi oleh dinamika geopolitik, baik di kawasan Asia Tenggara, Benua Asia bahkan dunia. Berikut beberapa dinamika yang perlu dipertimbangkan terkait dengan masa depan Latgabma SGS yang rutin digelar setiap tahun: 

1. Eskalasi di Laut Cina Selatan (LCS) dan Indo-Pasifik yang merupakan kawasan yang sangat strategis. Namun letak yang sangat strategis tersebut justru mengakibatkan kedua wilayah itu menjadi kawasan yang memiliki potensi konflik cukup tinggi. Potensi konflik yang sewaktu-waktu dapat berkembang menjadi perang terbuka terjadi akibat klaim tumpang tindih yang melibatkan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan beberapa negara Asia Tenggara yang juga anggota Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) seperti Filipina dan Vietnam.

Selain LCS, Indo-Pasifik kini juga telah menjadi pusat perhatian dunia. Penyebabnya adalah berbagai kepentingan geopolitik dari negara-negara besar di dunia seperti AS, Jepang, Australia, dan India, yang tergabung dalam kerjasama Quad. Latgabma SGS memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi latihan yang lebih difokuskan pada pertahanan maritim dan strategi keamanan kawasan.

Indonesia, sebagai negara yang netral namun memiliki kepentingan besar dalam menjaga stabilitas kawasan, akan terus memainkan peran penting dalam menggalang Latgabma sebagai sarana meningkatkan interoperabilitas di antara mitra regional untuk mencegah dan merespons krisis di kawasan. Latgabma SGS bisa menjadi platform multilateral yang mengakomodasi lebih banyak negara dengan minat menjaga kebebasan navigasi dan keamanan di Indo-Pasifik.

2. Eskalasi Ketegangan AS-Tiongkok yang semakin meningkat, baik di bidang perdagangan, teknologi, maupun militer, juga akan berdampak pada arah Latgabma. Latgabma SGS, yang melibatkan AS dan sekutunya, dapat dilihat sebagai bagian dari upaya AS untuk memperkuat aliansi di kawasan dalam menghadapi pengaruh Tiongkok. Jika tidak dikelola dengan baik, Latgabma sangat berpotensi menciptakan ketegangan baru, terutama jika Tiongkok berasumsi Latgabma SGS digunakan sebagai alat untuk mengisolasinya.

Indonesia harus cermat dalam mengelola latihan ini agar tetap dapat menjaga keseimbangan diplomatik dengan Tiongkok, yang juga merupakan mitra ekonomi penting. Jadi Latgabma sebaiknya diarahkan pada peningkatan kemampuan defensif dan pertahanan kolektif di kawasan, bukan sebagai latihan yang terkesan ofensif atau agresif.

3. Ancaman Non-Tradisional dan Perang Hibrida mengingat perang di masa depan tidak lagi terbatas pada konflik konvensional antara negara-negara, tetapi juga meliputi ancaman non-tradisional seperti terorisme, kejahatan siber, dan perang hibrida. Berbagai ancaman itu merupakan dinamika yang harus diantisipasi dalam setiap latihan gabungan, termasuk SGS. Ke depan, Latgabma SGS dapat lebih banyak melibatkan simulasi ancaman hibrida, di mana ada kombinasi ancaman militer, siber, informasi, hingga ekonomi.

Seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi canggih dalam perang modern, latihan seperti SGS perlu memasukkan elemen-elemen teknologi informasi dan komunikasi, serta upaya untuk menangkal serangan siber dan disinformasi. Berbagai elemen itu juga akan mendorong TNI untuk memperkuat kapabilitas dalam menghadapi ancaman dari aktor non-negara seperti teroris.

4. Perkembangan teknologi militer global untuk mengantisipasi perubahan teknologi yang cepat dalam industri pertahanan global, seperti penggunaan pesawat tanpa awak/drone dan kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI). Beberapa negara yang terlibat dalam SGS, terutama AS, Jepang, dan Australia, sudah mulai mengintegrasikan teknologi-teknologi tersebut ke dalam doktrin pertahanan mereka. Indonesia, melalui Latgabma SGS, dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka lebar dalam Latgabma untuk belajar dan mengadopsi teknologi yang relevan bagi kebutuhan pertahanan nasional. Contohnya adalah pengembangan teknologi drone tempur dan sistem komando kontrol berbasis AI bisa menjadi bagian dari skenario latihan di masa depan. Teknologi tersebut penting dalam konteks perang modern yang semakin mengedepankan kecepatan dan ketepatan dalam proses pengambilan keputusan.

5. Penguatan kerjasama regional di bawah ASEAN yang perlu segera dilakukan di tengah dinamika kawasan juga memiliki potensi untuk menjadi pilar kerjasama pertahanan di bawah naungan ASEAN. Peningkatan ancaman keamanan non-tradisional seperti perompakan, terorisme, dan bencana alam, menjadikan kerja sama militer di ASEAN semakin memiliki nilai yang penting. Latgabma SGS dapat dijadikan salah satu contoh bentuk nyata dari komitmen ASEAN terhadap pertahanan kolektif dan kesiapsiagaan menghadapi krisis.

Beranjak dari penjelasan yang telah dikemukakan, Latgabma ke depan dapat dirancang untuk memperluas keterlibatan negara-negara ASEAN lainnya, tidak hanya sebagai observer, tetapi juga sebagai partisipan aktif. Pelibatan akan memperkuat solidaritas ASEAN dalam menghadapi tantangan keamanan di kawasan.

6. Peningkatan kemandirian alutsista nasional seiring dengan  berkembangnya Latgabma SGS, perlu dimanfaatkan Indonesia untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri. Latihan dapat dijadikan arena untuk menguji kemampuan alutsista produksi dalam negeri, baik yang dibuat oleh PT. Pindad, PT. PAL,  PT. Dirgantara Indonesia hingga PT. Dahana dan PT. Len Industri yang menjadi induk dari industri pertahanan Indonesia/DEFEND ID. Keterlibatan Alutsista buatan Indonesia dalam skenario latihan akan memperlihatkan kemampuan industri pertahanan nasional kepada dunia dan juga membuka peluang kerjasama produksi atau ekspor.

7. Diplomasi militer yang semakin terbuka dapat dijadikan salah satu alat bagi Indonesia untuk meningkatkan peran dan pengaruh diplomatiknya di level internasional. Dengan mengundang lebih banyak negara sahabat, termasuk dari wilayah Eropa, Afrika, dan Amerika Latin, SGS bisa dapat menjadi ajang untuk memperkuat hubungan bilateral dan membangun aliansi strategis yang baru.

Dari ketujuh uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan jika masa depan Latgabma SGS akan sangat dipengaruhi oleh dinamika geopolitik di Indo-Pasifik, persaingan teknologi militer global, serta ancaman baru seperti perang hibrida dan serangan siber. Jadi Latgabma harus terus menerus dikembangkan dan tetap fokus pada peningkatan kapabilitas militer, integrasi teknologi canggih, dan penguatan kerjasama regional. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui Latgabma, dapat memainkan peran kunci dalam menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan, sambil terus memperkuat kemandirian industri pertahanan di dalam negeri.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya