Pesawat CN235 produksi PTDI. Sumber: PTDI
Pusat Industri Pertahanan Indonesia di Kertajati

Date

Gagasan tentang kawasan industri pertahanan terpadu/defense industrial zone sangat menarik untuk dielaborasi oleh seluruh pemangku kepentingan/stakeholders.

(Sebuah Catatan untuk Gagasan Kang Dedi Mulyadi)

Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) mengemukakan sebuah ide yang cukup menarik. Ketika menjadi pembicara di Kampus Universitas Padjajaran (Unpad), Jumat, 22 Agustus 2025. KDM mengemukakan jika pemindahan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dari Kota Bandung ke Bandara Internasional Jabar di Kertajati, Kabupaten Majalengka, akan dapat mendorong peningkatan industri kedirgantaraan nasional.

Menurutnya selama ini PTDI sulit berkembang maksimal karena keterbatasan lahan karena berada di lokasi yang terhimpit pemukiman. Sementara, untuk pengujian pesawat dibutuhkan landasan pacu yang cukup panjang. Tak hanya PTDI, KDM juga mengusulkan industri pertahanan dalam negeri semuanya dipusatkan di Kertajati.

Ide yang disampaikan KDM tentu saja harus diapresiasi. Bahkan jika perlu ditindaklanjuti. Sebagai Ketua Forum Komunikasi Industri Pertahanan (Forkominhan), saya sangat menghargai ide yang dikemukakan seorang kepala daerah/gubernur yang memproyeksikan masa depan industri pertahanan Indonesia, tidak hanya yang terkait dengan aspek teknis seperti ruang/space yang berhubungan dengan tata wilayah, namun juga rencana strategis. Gagasan tentang kawasan industri pertahanan terpadu/defense industrial zone sangat menarik untuk dielaborasi oleh seluruh pemangku kepentingan/stakeholders.

Baca Juga:

Secara historis, sejak pertama kali berdiri, PTDI yang pada awalnya bernama Nurtanio dan seiring berjalannya waktu berganti menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), seringkali menghadapi kendala terkait keterbatasan  lahan. Lokasi perseroan di Bandung, yang juga merupakan Ibu Kota Provinsi Jabar kian hari bertambah padat. Hal tersebut mengakibatkan ketersediaan lahan terbuka menjadi kendala serius bagi pengembangan fasilitas produksi, termasuk perawatan, perbaikan dan operasi/maintenance, repair and operations (MRO). Tidak hanya itu, uji coba pesawat juga mengalami permasalahan, terutama yang terkait dengan penjadwalan/scheduling.

Sementara, kurang lebih sekitar dua jam perjalanan darat dari Bandung,  Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Majalengka memiliki landasan pacu/runway yang panjang bisa menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi PTDI. Tak hanya itu, tingkat kepadatan penduduk maupun pemukiman di sekitar area bandara yang tidak seperti di Bandung juga membuka peluang yang sangat lebar untuk mengembangkan kawasan industri dirgantara nasional. Seiring dengan perubahan zaman dan berbagai dinamika yang terjadi di masa depan, terbuka kemungkinan kawasan industri dirgantara Indonesia dapat dikembangkan menjadi area industri pertahanan nasional.

Jadi tidak menutup kemungkinan bukan hanya PTDI yang akan direlokasi, namun juga PT. Pindad, PT Pal, PT Dahana hingga PT LEN Industri (Persero). Perlu digaris bawahi dengan cetak tebal jika perusahaan-perusahaan/Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis tersebut telah dikonsolidasikan melalui proses holdingisasi menjadi DEFEND.ID pada era kepemimpinan Presiden Ketujuh Republik Indonesia (RI), Joko Widodo. Namun bukan berarti proses holdingisasi yang dilakukan dapat menegasikan pendekatan ekosistem/ecosystem approach masing-masing perusahaan yang memiliki karakteristik masing-masing. 

Baca Juga: 

Aspek Strategis

Oleh sebab itu, jika hendak menindaklanjuti usulan Gubernur Jabar, ada beberapa aspek yang perlu dicermati, antara lain:

  1. Infrastruktur: Landasan/Runway BIJB Kertajati yang panjangnya mencapai 3000 meter dan lebarnya 60 meter cukup representatif untuk uji coba pesawat sipil/komersial maupun militer. Selain itu, jarak dan akses ke Pelabuhan Patimban yang berada di Subang, yang terletak tidak terlalu jauh dengan BIJB juga mampu mendukung kelancaran rantai pasok/supply chain logistik.
  2.  Integrasi: Relokasi Industri pertahanan ke suatu kawasan terpadu dapat menjadi pintu masuk/entry point bahkan sebuah langkah awal/starting point untuk memulai koordinasi yang membuka ruang  antar BUMN untuk bersinergi satu sama lain. Selain itu, kolaborasi dengan pihak swasta juga sangat berpeluang untuk diinisiasi.
       
  3. Sumber Daya Manusia (SDM): Kehadiran pusat industri pertahanan di Kertajati yang dimulai dari relokasi PTDI dapat menjadi episentrum atau pusat pertumbuhan baru untuk mengembangkan riset dan teknologi pertahanan. Pengembangan SDM lokal yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di sekitar Jabar dapat didorong dengan melibatkan pemerintah kabupaten/kota maupun pihak swasta.
      
  4. Keamanan Nasional: Membangun kawasan industri pertahanan di area yang belum terlalu padat penduduknya dapat meminimalisir risiko keamanan. Terutama yang terkait dengan aspek operasional hingga mitigasi ancaman non-militer. 

Gagasan tentang relokasi PTDI dan pembangunan pusat industri pertahanan, realisasinya memang tidak semudah membalik telapak tangan. Oleh sebab itu, artikel ini tidak akan tergesa-gesa untuk menyampaikan kesimpulan. Daripada menyimpulkan terlalu dini, saya justru lebih tertarik untuk berdiskusi lebih lanjut dengan para stakeholder di Industri Pertahanan. Keterlibatan hingga masukan dari Kementerian Pertahanan (Kemhan), Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) hingga BUMN yang menjadi anggota DEFEND ID tentu akan sangat menentukan masa depan industri pertahanan di Indonesia.

Baca Juga:


Semoga mereka berkenan untuk berdiskusi dan hasilnya akan ditampilkan satu per satu dalam bentuk tanya jawab/wawancara pada artikel berikutnya.{} 

Share this

Baca
Artikel Lainnya