Pesawat CN235 produksi PT. Dirgantara Indonesia. Foto: website PT. Dirgantara Indonesia (PTDI).
Prospek Kemajuan Industri Pertahanan Indonesia

Date

Semua kesepakatan baik berupa kontrak kerja sama maupun MoU diharapkan menjadi prospek kemajuan industri pertahanan di Tanah Air.

17 kontrak kerja sama disepakati Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan RI) pada pameran Indo Defense Expo & Forum yang digelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. Pada pameran yang dibuka Presiden Kedelapan RI, Prabowo Subianto, Rabu, 11 Juni 2025, dan dihadiri delegasi resmi dari 42 negara dengan jumlah peserta resmi 323 orang sebanyak 35 nota kesepahaman/memorandum of understanding (MoU) juga ditandatangani. 

Direktur Jenderal Potensi Pertahanan (Dirjen Pothan) Kemhan RI, Laksamana Muda Tentara Nasional Indonesia (Laksda TNI) Sri Yanto, mengharapkan semua kesepakatan, baik berupa kontrak kerja sama maupun MoU menjadi prospek kemajuan industri pertahanan di Tanah Air. Menurutnya pada saat penutupan pameran, Sabtu, 14 Juni 2025 malam, akan terjadi kerja sama dalam berbagai bentuk; mulai dari transfer teknologi/transfer of technology, pengembangan teknologi hingga pengembangan bersama produk-produk pertahanan.

Pameran menurut Dirjen Pothan adalah langkah penting industri pertahanan dalam negeri untuk menyongsong Indonesia Emas pada 2045. Dirjen Pothan berharap agar pada masa mendatang animo masyarakat semakin tinggi, sehingga keberadaan industri pertahanan juga bisa membantu pemerintah dalam menggerakkan roda ekonomi.

Baca juga:

Optimisme Indonesia

Indo Defense 2025 memang dapat dijadikan langkah awal/starting point diplomasi pertahanan Indonesia. Semua pemangku kepentingan/stakeholders diharapkan mampu menindaklanjuti langkah awal yang telah dimulai. Ke depan, kontrak kerja sama hingga MoU yang telah disepakati dengan berbagai pihak harus menghasilkan kemajuan yang signifikan bagi industri pertahanan (Inhan) di dalam negeri dan tidak berhenti hanya sebagai kegiatan seremoni penandatanganan saja.

Kontrak di bidang pertahanan sudah berulang kali ditandatangani dengan berbagai pihak di masa lalu; namun sangat disayangkan tidak ditindaklanjuti dengan serius. Penerapan/implementasi seringkali mengalami berbagai kendala, antara lain:

  1.  Kapasitas Inhan Nasional; baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah dikonsolidasikan dalam DEFEND ID maupun Badan Usaha Milik Swasta/BUMS masih menghadapi banyak kendala; mulai dari kapasitas produksi, akses teknologi hingga modal. Tanpa strategi jangka pendek, menengah hingga panjang; kontrak kerja sama hingga MoU dan berbagai kesepakatan lain hanya akan berhenti sebagai komitmen di atas kertas saja. 
  2. Manajemen Transfer of Technology (ToT); Slogan yang selalu mengemuka dalam sebuah kerja sama pertahanan adalah ToT. Namun sejarah kerja sama antar dua negara/bilateral, tiga negara/trilateral hingga banyak negara/multilateral menunjukkan dengan terang benderang jika tanpa komitmen yang disertai desain kebijakan yang detail, ToT hanya sekadar menjadi slogan. ToT harus meliputi know-why atau hanya pada level know-how. Jadi untuk mengantisipasi agar tidak hanya menjadi jargon atau slogan, maka harus disepakati oleh pihak-pihak yang berkomitmen mekanisme audit agar ToT dapat benar-benar diterapkan sesuai kesepakatan dan menghasilkan win-win solution untuk membangun kemandirian Inhan di Indonesia.
  3. Tujuan nasional; kerja sama pertahanan harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan TNI baik Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) hingga Angkatan Udara (AU). Selain itu kondisi dan letak geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara kepulauan terbesar di dunia harus dijadikan pertimbangan utama dalam merumuskan postur pertahanan nasional. Oleh sebab itu, sebelum menjalin kerja sama, perlu dipertanyakan terlebih dahulu apakah persetujuan yang ditandatangani berdasarkan kebutuhan strategis TNI atau hanya sekadar kebutuhan bisnis belaka?

  4. Pilar ekonomi; ide memposisikan Inhan sebagai penggerak ekonomi nasional memang layak diacungi jempol. Namun agar tidak hanya memberikan apresiasi, pertama kali harus dipahami jika karakteristik utama Inhan adalah berteknologi tinggi/high technology, membutuhkan modal yang besar/high capital dan volume produksinya terbatas/low volume. Inhan hanya akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasiona jika terhubung dengan baik/well connected dengan sektor-sektor industri strategis nasional yang lain; mulai dari industri baja, logam, elektronik, perkapalan dan pelabuhan (maritim) hingga penerbangan/aviasi.

Baca juga:

Pendekatan Luar Biasa

Berbagai tantangan yang dihadapi Inhan di Indonesia seperti yang telah diuraikan, tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan yang biasa-biasa saja atau business as usual. Kemajuan Inhan di Indonesia membutuhkan pendekatan yang luar biasa yang didukung oleh kepemimpinan yang kuat/strong leadership.

Dalam upaya membangun ekosistem Inhan nasional di Indonesia dibutuhkan perubahan paradigma. Paradigma sebelumnya di masa lalu yang hanya berorientasi pada proyek jangka pendek harus ditinggalkan. Di masa kini, pembangunan Inhan harus berbasis kepada penguatan industri strategis berbasis peta jalan/roadmap nasional yang memiliki target terukur serta berdasarkan kondisi objektif/realistis.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan konsolidasi tota sebelum merumuskan roadmap pengembangan Inhan di dalam negeri. Konsolidasi tidak hanya dilakukan terhadap BUMN, tetapi juga harus melibatkan industri pertahanan swasta nasional hingga perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang)/research and development (R&D) dan tidak ketinggalan jika sangat dibutuhkan adalah mitra internasional yang kredibel.

Baca juga: 

Setelah melakukan konsolidasi, baru kemudian dilakukan identifikasi untuk menyusun grand strategy Inhan. Penyusunan strategi harus dilakukan untuk kebutuhan jangka panjang pertahanan negara sekaligus penguasaan teknologi inti/key technologies.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya