Media ekonomi bergengsi di Korsel tersebut mengutip sumber di pemerintah jika pada Senin, 2 Juni 2025, jaksa penuntut telah membebaskan kelima teknisi itu dari jeratan tiga Undang-undang (UU). Pertama; UU Perlindungan Teknologi Pertahanan. Kedua, UU Bisnis Pertahanan dan ketiga adalah UU Perdagangan Luar Negeri pada bulan lalu. Selain ketiga UU itu, tuntutan juga ditangguhkan karena melanggar UU Pencegahan Persaingan Tidak Sehat.
Ketika bekerja di Korea Aerospace Industries (KAI) yang terletak di Sacheon, Provinsi Gyeongsang Selatan, kelimanya ditangkap. Mereka ditangkap pada saat mencoba membocorkan perangkat penyimpanan seluler/Universal Serial Bus (USB) berisi data terkait pengembangan jet tempur KF-21. Jaksa penuntut dilaporkan mengesampingkan peristiwa tersebut dengan mempertimbangkan fakta jika data yang coba dibocorkan tidak mengandung informasi yang dirahasiakan/top secret.
Baca juga:
Pembebasan dan penangguhan tuntutan diharapkan akan menjadi langkah awal bagi Korsel dan Indonesia untuk menemukan jalan keluar dari permasalahan yang selama ini dihadapi terkait kerja sama pengembangan jet tempur. Pada awal kerja sama, diberitakan oleh Maeil Business Newspaper, yang dipublikasikan dalam empat bahasa yaitu Korea, Jepang, Tiongkok dan Inggris; Indonesia berkomitmen untuk berpartisipasi dalam pengembangan bersama KF-21 dengan membayar kewajiban sebesar 1,6 triliun won. Kontribusi yang dimaksud dibayarkan kepada pemerintah Korsel dalam rangka pengembangan pesawat tempur generasi 4,5 itu. Namun dalam perkembangannya, Indonesia sebagai negara mitra menunda pembayaran karena menghadapi masalah keuangan.
Selanjutnya pada Agustus 2024, Pemerintah Korsel mengurangi skala transfer teknologi dan lain sebagainya; tetapi alih-alih, Korsel mengurangi kontribusi Indonesia dari 1,6triliun won menjadi 600 miliar won. Konsekuensinya, Pemerintah Korsel meminta Pemerintah Republik Indonesia (RI) merevisi perjanjian pengembangan bersama.
Namun, Pemerintah RI justru bersikap pasif menanggapi revisi perjanjian dengan Republic of Korea (RoK). Salah satu isu yang menjadi penyebabnya adalah penyelidikan aparat hukum Korsel terhadap kelima insinyur RI. Penangguhan tuntutan dan pembebasan kelima insinyur RI dari jerat hukum di Korsel diharapkan akan menjadi momentum sekaligus titik balik/turning point kerja sama kedua negara dalam pengembangan jet tempur supersonik kebanggaan kedua negara.
Baca juga:
Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korsel mengutarakan seiring dengan berakhirnya investigasi tim teknologi RI, RoK akan segera merumuskan langkah-langkah untuk merevisi perjanjian bilateral. DAPA mengemukakan akan melakukan yang terbaik untuk mempromosikan proyek kerja sama kedua negara seperti elektrifikasi KF-21 tanpa masalah.
KF-21 Boramae
Pada awalnya, proyek kerja sama pembangunan sekaligus pengembangan jet tempur kedua negara diberi nama Korea Fighter eXperiment/Indonesia Fighter eXperiment (KFX/IFX). Seiring berjalannya waktu yang ditandai dengan berbagai kemajuan proyek, nama pesawat purwarupa/prototipe jet tempur diberi nama KF-21. Dalam bahasa Korea jet tempur dijuluki Boramae, yang dalam bahasa Indonesia berarti Burung Elang.
Sesuai rencana yang telah disusun oleh kedua negara, pada tahun depan atau 2026, setelah sukses dalam beberapa kali uji terbang, jet tempur semi siluman tersebut akan memasuki tahap produksi. Di Indonesia, perkembangan terkini dapat dilihat dengan jelas pada pernyataan yang dikemukakan Direktur Utama (Dirut) PT. Dirgantara Indonesia, Gita Amperiawan, yang mengemukakan jika dirinya masih terus menjalin komunikasi secara intensif dengan Korsel sebagai negara mitra.
Baca juga:
PTDI yang dipimpinnya menurut Gita fokus untuk menjalankan prototyping pesawat yang menjadi program prioritas industri pertahanan (Inhan) nasional sehingga fase produksi bisa dimulai pada 2026. Tiga fase yang akan dilakukan Indonesia dalam mempersiapkan produksi KF-21 Boramae, diutarakan oleh Gita, adalah engineering, manufacturing dan desain. Sebelumnya, pada pertengahan bulan lalu, tepatnya 19 Februari 2025, KF-21 Boramae berhasil melakukan uji terbang terakhirnya di pantai selatan Korsel/Republic of Korea (ROK).
Pada uji terbang terakhir, Kepala Staf Angkatan Udara Republik Korea/Republic Of Korea Air Force (ROKAF), Jenderal Lee Young su, turut mengudara di kursi belakang jet tempur berkursi tandem. Boramae yang lepas landas/take off dari Pangkalan Udara Sacheon, pada uji terbang terakhirnya difokuskan pada karakteristik kemampuan manuver dan evaluasi kinerja. Tak hanya itu, jet tempur yang diterbangkan test pilot, Mayor Woo Hong-gyun, itu juga melakukan penilaian khusus pada karakteristik kontrol dan akurasi avionik.
Selama uji terbang dilakukan, Mayor Woo yang duduk di kursi depan bersama dengan Jenderal Lee menilai karakteristik kendali dan sistem avionik pesawat. Radar Active Electronically Scanned Array (AESA) juga diuji keandalannya. Semoga kerja sama kedua negara dapat kembali berjalan sesuai dengan rencana yang telah disepakati.
Baca juga:
Oh ya, dalam rangka menyambut produksi di tahun depan, saya berencana untuk meluncurkan buku yang berisi kumpulan artikel/bunga rampai tentang KF-21 Boramae. Sebelumnya artikel-artikel yang dimaksud memang telah dipublikasikan di situs pribadi/personal website, bersama dengan artikel-artikel lain. Namun untuk memudahkan pembaca, artikel yang membahas secara khusus mengenai Boramae akan diklasifikasikan dalam sebuah electronic book/e-book yang mungkin juga akan dicetak terbatas untuk kebutuhan khusus.{}




