Ilustrasi bahan peledak Foto: Pixabay.
Tiga Dugaan Penyebab Ledakan Amunisi TNI di Garut, Jawa Barat

Date

Investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan bahwaTentara Nasional Indonesia (TNI) melibatkan warga sipil yang tidak memiliki kompetensi teknis dalam aktivitas berisiko tinggi yaitu pemusnahan amunisi kedaluwarsa. Aktivitas itu menyebabkan ledakan di Desa Segara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin, 12 Mei 2025, pagi.

Ledakan terjadi ketika TNI-Angkatan Darat (AD) melakukan pemusnahan di lokasi yang telah digunakan sejak 1986. Insiden yang terjadi di kawasan hutan yang dikelola TNI-AD berdasarkan izin pinjam pakai dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu mengakibatkan 13 korban jiwa; terdiri dari empat prajurit TNI-AD dan sembilan warga sipil.    

         Berdasarkan laporan investigasi Komnas HAM yang dirilis pada Jumat, 23 Mei 2025, sebanyak 21 warga sipil turut serta dalam aktivitas berisiko tinggi tersebut. Keterlibatan 21 warga terungkap ketika mereka berada dalam posisi terdekat dengan sisa-sisa amunisi yang belum meledak. 

Baca juga:

         Anggota Komnas Ham, Uli Parulian Sihombing, pada konferensi pers/press conference ketika merilis hasil investigasi, mengemukakan warga sipil dilibatkan dalam proses pasca pemusnahan. Mereka diberi tugas membersihkan dan menangani sisa amunisi yang tidak tuntas atau belum sempat meledak dalam proses awal.

Warga sipil bekerja dengan imbalan harian tanpa pelatihan teknis militer khusus pemusnahan amunisi. Mereka belajar secara otodidak selama bertahun-tahun tanpa melalui proses pelatihan yang tersertifikasi. Para warga sipil yang berstatus pekerja harian lepas memiliki tugasnya masing-masing; mulai dari penggali lubang, pembongkar amunisi hingga sopir dan juru masak. Upah yang diberikan rata-rata Rp150ribu per hari. Warga telah dilibatkan selama sepuluh tahun dan juga pernah diminta melakukan hal yang sama tidak hanya di Garut, tetapi juga di Makassar dan Maluku.  

Catatan penting dari investigasi Komnas HAM yang perlu digaris bawahi sekaligus dicermati oleh pihak-pihak terkait atau seluruh pemangku kepentingan/stakeholders adalah pedoman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Terkait keterlibatan sipil dalam penanganan dan pemusnahan amunisi memang memberikan ruang pelibatan pihak lain dalam kegiatan sejenis. Namun pedoman PBB mengamanatkan dengan syarat keahlian atau kompetensi tertentu. 

Baca juga:

         Kepala Dinas Penerangan TNI-AD (Kadispenad), Brigadir Jenderal (Brigjen) Wahyu Yudhayana, mengapresiasi rekomendasi Komnas HAM. Menurutnya TNI-AD menghargai setiap saran, temuan, tanggapan maupun rekomendasi dari seluruh pemangku kepentingan terkait peristiwa itu.

         Seluruh masukan, akan dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam proses evaluasi dan pengambilan keputusan. Kadispenad juga menegaskan komitmen TNI-AD untuk selalu terbuka dan menghargai setiap masukan konstruktif dari berbagai pihak dalam peristiwa tersebut.

         Sebelum ledakan terjadi, jajaran Gudang Pusat Amunisi dan Pusat Peralatan TNI-AD telah melakukan pengecekan prosedur dan lokasi pada Senin, 12 Mei 2025, pukul 09.30 Waktu Indonesia Barat. Kadispenad mengemukakan jika pada awal kegiatan secara prosedur telah dilaksanakan pengecekan terhadap personel, maupun yang berkaitan dengan lokasi peledakan; dan semuanya dinyatakan dalam keadaan aman. 

Baca juga:

         Selanjutnya, tim penyusun amunisi dari TNI-AD melakukan persiapan pemusnahan di dalam dua lubang sumur yang disiapkan sebelumnya. Kemudian, tim penyusun amunisi kembali ke pos masing-masing untuk melaksanakan pengamanan. Peledakan amunisi afkir di dua lubang sumur tersebut pun berhasil dilakukan.

Namun, masih terdapat satu lubang sumur lain yang peruntukannya untuk menghancurkan detonator, termasuk sisa detonator berkaitan dengan amunisi tidak layak pakai tersebut. Pada saat tim penyusun amunisi menyusun detonator di dalam lubang tersebut, secara tiba-tiba terjadi ledakan dari dalam lubang yang mengakibatkan 13 orang meninggal dunia.

         Investigasi yang dilakukan TNI-AD sudah selesai. Kadispenad mengutarakan jika tim telah kembali ke Jakarta karena investigasi di lapangan sudah selesai pada Sabtu, 17 Mei 2025. Pada tahapan berikutnya, tim akan melakukan analisa hasil temuan di lapangan dan mencocokkan hasil hasil uji beberapa unsur yang telah dilakukan.

Baca juga:

Analisa Pendahuluan

         Sebelum melanjutkan artikel singkat ini, terlebih dahulu perlu disampaikan ucapan duka cita yang sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa pada insiden ledakan. Tragedi yang terjadi di Garut mudah-mudahan tidak terjadi lagi. Tentu tidak ada yang menginginkan tragedi kembali terulang pada masa mendatang.

Prosedur pemusnahan amunisi afkir di TNI-AD, Angkatan Laut (AL), Angkatan Udara (AU) hingga Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) harus dilakukan dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.   

Tanpa bermaksud mendahului dirilisnya hasil investigasi yang dilakukan TNI-AD, diduga kuat penyebab terjadinya ledakan adalah tiga hal yang terkait erat satu sama lain. Pertama adalah faktor oksigen (O2) yang selalu ada dimana-mana. Kedua adalah material yang dalam hal ini merupakan bahan peledak yang sangat sensitif apabila terjadi pemanasan atau pembakaran/ignition. Terakhir atau ketiga adalah ignition itu sendiri yang dapat terjadi akibat gesekan yang menyebabkan ledakan; namun bisa juga dari percikan api dari amunisi yang sudah dinyatakan  kedaluwarsa/afkir. Apabila ketiga unsur tersebut bersatu maka akan menimbulkan ledakan. Tanpa bermaksud menggurui; dalam proses investigasi perlu diselidiki penyebab terjadinya ledakan karena kedua unsur yang lain yaitu faktor oksigen dan bahan peledak sudah memenuhi syarat terjadinya ledakan.

Baca juga:

         Terkait rekomendasi Komnas HAM mengenai keterlibatan sipil dalam penanganan dan pemusnahan amunisi yang memang memberikan ruang pelibatan pihak lain dalam kegiatan sejenis. Sebagai ketua Forum Komunikasi Industri Pertahanan (Forkominhan), saya dan seluruh pengurus akan mempelajari terlebih dahulu dengan detail mengenai pedoman PBB yang mengamanatkan pelibatan sipil dengan syarat keahlian atau kompetensi tertentu dalam aktivitas berisiko tinggi seperti pemusnahan bahan peledak.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya