Sejak pertama kali pesawat udara berhasil diterbangkan oleh Wright Bersaudara di North Carolina, Amerika Serikat (AS), pada 17 Desember 1903, perkembangan teknologi kedirgantaraan terjadi dengan begitu cepat di berbagai belahan dunia.
Seiring perkembangan zaman yang menyebabkan terjadinya konflik antar negara di dunia, perkembangan teknologi kedirgantaraan tidak hanya dimanfaatkan untuk mengangkut penumpang dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga dimaksimalkan untuk memproduksi pesawat tempur yang dioperasikan untuk berlaga di medan perang.
Sejak pertama kali dipergunakan di pertempuran pada Perang Dunia Kedua, peran pesawat tempur sudah terlihat sangat signifikan untuk menentukan sebuah negara akan menjadi pemenang atau pecundang dalam peperangan.
Dikutip dari fighterworld, sejak era 1990-an, para ahli telah merumuskan lima generasi jet tempur. Kategorisasi dilakukan untuk memudahkan melakukan identifikasi terhadap performa dan kinerja pesawat jet tempur berdasarkan desain, sistem avionik hingga persenjataan dan inovasi teknologi.
Berikut kategorisasi yang telah disepakati namun masih sangat terbuka untuk didiskusikan hingga hari ini:
Generasi pertama
Sebelum memulai, terlebih dahulu perlu dikemukakan jika pesawat tempur yang dimasukkan ke dalam kategori mulai dari yang pertama hingga kelima adalah yang bermesin jet. Jadi pesawat tempur yang masih menggunakan baling-baling (propeler) tidak akan menjadi bagian dalam generasi manapun.
Jet tempur subsonik generasi pertama diproduksi sejak pertengahan 1940 hingga pertengahan 1950-an. Tiga pesawat tempur (fighter aircraft) yang dapat dijadikan contoh adalah F-86 buatan AS dan MiG-15 dan MiG-17 produk Uni Soviet.
Jet tempur generasi pertama memiliki sistem avionik dasar tanpa radar atau fasilitas lain untuk melakukan perlindungan diri sebagai upaya antisipasi atau pencegahan jika terjadi serangan baik oleh pesawat tempur lain maupun serangan dari darat maupun laut.
Persenjataannya berupa senapan mesin atau meriam beserta bom dan roket yang belum terarah untuk melakukan penembakan terhadap target yang berada di darat, laut maupun udara. Karakteristiknya yang paling general adalah mesin jet belum memiliki afterburner meski pesawat telah beroperasi menggunakan sistem subsonik.
Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU) memiliki tiga jenis pesawat tempur generasi pertama. Mulai dari F-86 Sabre hingga MiG-15 Fagot dan MiG-17 Fresco.
Generasi kedua
Pesawat tempur generasi kedua diproduksi sejak pertengahan 1950-an hingga awal 1960-an dan mulai memiliki radar udara ke udara dan peluru kendali infra merah yang semi aktif. Selain itu teknologi di kokpit pesawat juga dapat memberikan peringatan apabila keberadaan pesawat di udara mulai diidentifikasi oleh peralatan radar di darat.
Tiga jenis pesawat tempur yang dapat dikategorikan dalam generasi kedua adalah F-104 Starfighter buatan AS dan MiG-19 dan MiG-21 buatan Uni Soviet. MiG-19 oleh Pakta Pertahanan Atlantik Utara/North Atlantic Treaty Organization (NATO) diberi kode “Farmer”, sementara MiG-21 memperoleh julukan “Fishbed” dari NATO.
Desain mesin dan aerodinamika memperlihatkan kemajuan signifikan pada jet tempur generasi kedua. Ketika melakukan penerbangan datar, pesawat dapat mempertahankan kecepatan supersonik. Pada periode ini, pertempuran dari udara ke udara masih dilakukan dalam jangkauan visual atau sejauh mata memandang. Namun peluru kendali beserta radar telah memperluas jangkauan serangan atau melampaui jarak pandang sang penerbang tempur yang berada di dalam kokpit pesawat.
Baca juga:
Unjuk Kekuatan Pesawat Tempur dan ADIZ
Generasi Ketiga
Merupakan embrio jet tempur multi peran (multi role), diproduksi mulai awal 1960-an hingga awal 1970-an. Pesawat tempur generasi ini mengalami peningkatan dalam kemampuan bermanuver dibanding generasi sebelumnya sekaligus memiliki avionik suite dan sistem persenjataan yang lebih mutakhir. Radar khusus yang menggunakan efek Doppler dapat memberikan data tentang kecepatan objek yang berada di kejauhan atau di luar jarak pandang penerbang. Selain itu juga dapat melakukan penguncian objek bergerak yang menjadi target.
Pesawat dipersenjatai rudal yang memiliki frekuensi radio dengan pemandu semi-aktif seperti AIM-7 Sparrow dan AA-7 Apex. Pertarungan di udara (dog fight) dapat dilakukan melampaui jangkauan visual penerbang. Perubahan signifikan yang menandai eksistensi jet tempur generasi ketiga adalah fighter pilot ketika melakukan dog fight tidak perlu lagi melihat lawannya secara visual karena dapat melakukan identifikasi terhadap musuh maupun kawan di radar.
Tiga jenis pesawat yang dapat mewakili generasi jet tempur generasi ketiga adalah F-4 Phantom dan F-5 Tiger buatan AS, MiG-23 Flogger produk Uni Soviet dan Dassault Mirage III buatan Prancis.
Generasi Keempat
F-15 Eagle, F-16 Fighting Falcon dan F/A-18 Hornet buatan AS, MiG-29 Fulcrum serta Su-27 Flanker buatan Uni Soviet yang setelah negaranya runtuh berubah menjadi Rusia hingga Mirage-2000 buatan Prancis adalah enam jet tempur yang dapat dikategorikan dalam generasi keempat. Diproduksi pada 1970 hingga 1980-an, generasi ini menunjukkan peningkatan avionik mulai dari performa head-up dan desain aerodinamis yang elegan.
Kemampuan sebagai jet tempur multi peran (multi role) yang dapat melakukan serangan dari udara ke udara (air to air), maupun dari udara ke darat (air to ground) dapat dilakukan dengan jauh lebih baik apabila dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Selain itu, jet tempur generasi keempat juga dapat melakukan berbagai misi. Mulai dari pengintaian, penyergapan (intersepsi) sekaligus menjadi bomber dan berfungsi menjadi pesawat anti gerilya.
Generasi 4,5
Peningkatan generasi pesawat tempur yang hanya terjadi sebesar 0,5 disebabkan oleh pemotongan anggaran militer yang terjadi di berbagai negara produsen pesawat tempur. Efisiensi harus dilakukan untuk pengembangan jet tempur sehingga pemutakhiran hanya dapat dilakukan hanya pada bagian-bagian tertentu. Mulai dari pemutakhiran radar Active Electronically Scanned Array (AESA) hingga bertambahnya kapasitas angkut senjata. Pemutakhiran radar menjadikan pesawat dapat melakukan Airborne Early Warning and Control meski masih dalam dimensi yang terbatas.
F/A-18E/F Super Hornet AS adalah contoh pesawat tempur generasi 4,5 yang menjalani pemutakhiran dari jet tempur generasi keempat. Selain AS, negara-negara di kawasan Eropa Barat juga berkolaborasi mengembangkan Eurofighter Typhoon. Tak ketinggalan Swedia juga membangun Saab JAS 39 Gripen. Terakhir, Prancis juga ikut serta melakukan pemutakhiran (upgrading) Dassault Rafale. Sebagai catatan, misi multi peran jet tempur pada generasi ini juga mengalami penyempurnaan dibanding generasi sebelumnya. Selain itu, yang tidak boleh dilupakan sekaligus perlu digarisbawahi pada generasi
ini, jet tempur sudah memiliki kemampuan siluman yang tidak dapat diidentifikasi oleh perangkat radar di darat maupun jet tempur sejenis yang sedang terbang.
Baca juga:
Keberhasilan Uji Terbang Ketiga Boramae, Langkah Maju Kolaborasi Korea Selatan dan Indonesia
Generasi Kelima
Merupakan pesawat tempur yang dapat dioperasikan dalam segala cuaca. Diproduksi sejak 2005 oleh AS, Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). AS diwakili oleh F-22 Raptor dan F-35 Joint Strike Fighter yang sedang dikembangkan, Rusia dengan Su-57 yang sebelumnya bernama PAK-FA, sementara RRT menampilkan Chengdu J-20.
Lima jet tempur dari tiga negara tersebut memiliki fitur-fitur mutakhir yang menjadikannya sebagai pesawat siluman. Pesawat yang tidak mungkin dapat diidentifikasi baik oleh radar maupun pesawat generasi kelima sejenisnya. {}