Di Starokostiantyniv, sebuah kota kecil yang berada di Ukraina Barat, terdapat pangkalan udara (Lanud) yang diprediksi Rusia akan dioperasikan sebagai markas/home base jet tempur F-16. Rencananya F-16 yang dijuluki Fighting Falcon itu akan dipasok Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutunya yang menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara/North Atlantic Treaty Organization (NATO) ke Ukraina untuk menghadapi serangan udara Angkatan Dirgantara Rusia.
Fighting Falcon untuk angkatan udara Ukraina rencananya akan dipasok oleh tiga negara NATO yaitu Denmark, Norwegia dan Belanda. Otoritas militer Ukraina sangat yakin kekuatan armada jet tempur generasi keempat tersebut akan mampu mengubah jalannya perang yang pecah sejak 24 Februari 2022 lalu. Ukraina berharap F-16 mampu menghadang serangan tentara Rusia di garis depan, terutama di wilayah Kharkiv yang semakin sulit untuk dihadang.
Namun optimisme Ukraina justru berbanding terbalik dengan AS yang merupakan negara produsen F-16. Jika Ukraina sangat yakin Fighting Falcon akan menjadi faktor penentu/game changer perang dengan Rusia, AS justru tidak terlalu yakin. Presiden AS, Joe Biden, mengemukakan pelatihan yang digelar di AS, seperti dikutip dari kompas.id hanya mampu mencetak 12 penerbang F-16 Fighting Falcon dalam satu angkatan. Penyebabnya, selain melatih pilot dari Ukraina, AS juga telah terikat kerja sama untuk melatih para penerbang tempur/fighter pilot dari negara-negara lain yang menjadi sekutunya.
Fighting Falcon
F-16 merupakan jet tempur yang telah teruji dalam berbagai medan pertempuran. Selain memiliki rekam jejak yang panjang, berbagai kisah keberhasilan/succes story juga menjadi catatan ketika pesawat beroperasi dalam berbagai medan peperangan di berbagai penjuru dunia.
Pesawat tempur strategis itu telah dikerahkan ke wilayah Teluk Persia dalam Operasi Badai Gurun/Desert Storm pada 1991 ketika Irak menginvasi Kuwait. Selain itu, F-16 juga dioperasikan dalam Perang Kosovo pada 1999, Perang Afghanistan di 2001 hingga serangan AS ke Irak pada 2003.
Menurut pendapat pribadi saya yang pernah menerbangkan F-16 ketika masih berdinas di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU), ada empat kelebihan Fighting Falcon yang sangat menonjol; pertama dilengkapi dengan sistem avionik canggih yang dapat meningkatkan kesadaran situasional dan kemampuan tempur pilot ketika menerbangkan pesawat/advanced avionics. Kedua, Multirole capacity yaitu pesawat mampu melakukan berbagai misi; mulai dari superioritas udara hingga serangan darat dan pengintaian.
Ketiga, kemampuan manuver yang tinggi menjadikan F-16 sangat efektif dalam pertempuran di udara/dogfight yang sangat ditentukan oleh agility and maneuverability. Keempat adalah wide deployment, yaitu karena digunakan oleh lebih dari 25 negara di dunia sebagai tulang punggung angkatan udaranya, maka menjadi sangat memungkinkan untuk pembelajaran dan peningkatan taktik pertempuran. Peningkatan kemampuan pesawat dilakukan berdasarkan pengalaman kolektif para pilot tempur yang pernah menerbangkan F-16 di berbagai negara.
Strategi Ukraina
Rencana pengiriman F-16 oleh Negara-negara NATO ke Ukraina yang sedang berperang melawan Rusia menunjukkan dukungan signifikan. Namun, Ukraina perlu untuk mempersiapkan infrastruktur hingga sumber daya manusia (SDM) berupa penerbang tempur/fighter pilot yang memiliki kompetensi. Tidak hanya penerbang, kru yang bertugas di darat hingga staf pemeliharaan atau mekanik yang akan melakukan perawatan/maintenance pesawat juga harus dipersiapkan semaksimal mungkin untuk mendukung operasi pesawat.
Sebagai negara yang baru pertama kali akan mengoperasikan Fighting Falcon, Ukraina harus mampu secara terus menerus menggalang dukungan dari Negara-negara yang selama ini telah membantunya. Mengapa demikian? Karena selain biaya perolehan dan pengiriman, ongkos/cost operasional dan pemeliharaan jangka pendek, menengah hingga panjang juga menjadi pertimbangan penting bagi suatu negara yang berencana mengoperasikan alat utama sistem senjata (Alutsista) tertentu seperti pesawat tempur F-16.
Ukraina juga harus memperhatikan dengan seksama respons AS yang penuh dengan berbagai pertimbangan terhadap dinamika politik dan lingkungan strategis yang sangat kompleks. Sebagai negara produsen, AS yang dijuluki negeri Paman Sam terlihat jelas sangat mempertimbangkan keseimbangan kekuatan di tengah konflik antara Rusia dengan Ukraina, termasuk keterlibatan negara-negara lain di kawasan terkait
Jadi meskipun pihak Kyiv/ibu kota Ukraina sangat optimis dan penuh keyakinan F-16 memiliki peran yang sangat signifikan atau menjadi game changer dalam konflik dengan Rusia, operasional pesawat tempur generasi keempat itu harus diimbangi dengan strategi yang matang dan dukungan yang solid dari NATO dan negara-negara lain yang mendukung Ukraina sekaligus menentang agresi Rusia.
Dari uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan untuk sementara jika kedatangan F-16 Fighting Falcon yang direncanakan akan tiba pada bulan Juli tahun ini merupakan langkah strategis dari NATO dalam memberikan dukungan kepada Kyiv.
Namun sekali lagi perlu ditekankan jika keberhasilan Ukraina meraih superioritas udara akan sangat ditentukan oleh kemampuan dalam negeri/domestiknya untuk mengintegrasikan berbagai faktor dan potensi ketika mengoperasikan F-16 di medan perang yang penuh dengan dinamika, bahkan kejutan yang seringkali tidak bisa diprediksi.
Sebagai catatan akhir, perlu diutarakan jika pesawat tempur merupakan salah satu unsur penting dari sistem pertahanan, sehingga masih ada beberapa unsur yang perlu diupayakan oleh Ukraina. Oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan kemampuan, Ukraina juga perlu melengkapi unsur-unsur pertahanan lainnya dan melatih sumber daya agar profisien ketika bertugas.
Mari bersama-sama kita lihat perkembangan konflik ini sambil mengambil berbagai pelajaran berharga darinya.{}