Menurutnya hal itu dapat terjadi karena sebagai negara berkembang di kawasan Asia Pasifik, Indonesia memiliki pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan perkembangan aviasi yang sangat cepat.
Selain itu, dia juga mengemukakan Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi yang besar sehingga harus terhubung melalui udara. Hal itu diutarakan dalam Diskusi di Hub Space 2024, Sabtu, 7 September 2024. Dalam rangka menyongsong masa depan penerbangan, dia menyarankan untuk mengedepankan pertumbuhan berkelanjutan, aman dan berwawasan lingkungan. Menurutnya sektor penerbangan berperan cukup besar pada perekonomian setiap negara.
Keamanan dan Kemakmuran
Selain berperan signifikan dalam perkembangan perekonomian yang dapat meningkatkan kemakmuran suatu negara, aspek keamanan dan pertahanan negara dalam penerbangan juga harus dipertimbangkan dengan penuh kehati-hatian. Semua pihak yang terlibat sekaligus seluruh pemangku kepentingan/stakeholders perlu duduk bersama secara rutin untuk berkolaborasi satu sama lain.
Prediksi ICAO APAC tentang perkembangan signifikan sektor penerbangan sipil Indonesia, terutama dalam hal efisiensi tentu harus diapresiasi di satu sisi sekaligus diantisipasi di sisi lain. Dalam konteks keamanan nasional, prediksi itu memproyeksikan peningkatan potensi strategis Indonesia di kawasan Asia-Pasifik. Sebuah kawasan yang dikenal sebagai memiliki dinamika geopolitik yang cukup tinggi.
Peningkatan kuantitas jumlah penerbangan sipil berarti juga berbanding lurus/ekuivalen dengan kebutuhan akan kontrol ruang udara yang lebih ketat dan canggih serta didukung peralatan mutakhir. Kontrol terhadap ruang udara dipastikan akan sangat membutuhkan sinergi antara penerbangan sipil dan militer, terutama dalam penggunaan dan pengawasan wilayah udara.
Oleh sebab itu, bertali temali erat dengan penggunaan dan pengawasan wilayah udara, Indonesia harus memiliki sistem radar hingga komunikasi serta pengawasan ruang udara yang terintegrasi dengan baik antara penerbangan sipil dan militer. Itu semua harus segera dipersiapkan sedini mungkin karena apabila sistem penerbangan sipil berkembang pesat tanpa diimbangi oleh penguatan pertahanan udara, akan memperlebar dapat celah keamanan yang dapat mengancam kedaulatan negara di udara. Jadi, peningkatan efisiensi sektor penerbangan sipil harus diikuti oleh penguatan sektor pertahanan udara, baik dari sisi teknologi maupun sumber daya manusia (SDM).
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki letak strategis, konektivitas antar-pulau melalui jalur udara memang sangat penting. Namun, dari perspektif pertahanan, jaringan penerbangan sipil yang tumbuh pesat dapat meningkatkan kompleksitas dalam menjaga kontrol teritorial udara, terutama di wilayah yang berbatasan langsung dengan negara-negara lain.
Sejak memproklamasikan kemerdekaannya, Indonesia memang telah memiliki kekuatan pertahanan udara. Mulai dari yang bersifat defensif seperti sistem radar maupun ofensif seperti pesawat tempur untuk menjaga kedaulatan dan keamanan di wilayah kedaulatan negara. Namun sejak saat itu pula, kontrol terhadap ruang udara sudah begitu kompleks karena melibatkan beberapa komponen, apalagi di era sekarang yang ditandai dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat dan menghadirkan berbagai ancaman baru seperti pesawat tanpa awak/drone hingga serangan siber/cyber attacks.
Jadi tidaklah berlebihan bahkan menjadi suatu keniscayaan jika perkembangan teknologi juga menuntut modernisasi teknologi pertahanan udara Indonesia, baik dalam hal radar, rudal, hingga pesawat tempur. Sistem pertahanan udara harus mampu merespons dengan cepat dalam situasi di mana jalur penerbangan sipil dan militer semakin padat.
Selain alat utama sistem senjata (Alutsista), salah satu persoalan yang juga perlu segera dirumuskan solusinya adalah kekurangan personel untuk mengoperasikan peralatan yang dimiliki. Dalam dunia penerbangan militer, TNI-AU selalu membutuhkan prajurit yang terlatih dalam mengoperasikan, memelihara, dan memperbaiki peralatan canggih seperti jet tempur, drone hingga radar dan peluru kendali/rudal.
Kebutuhan yang sama juga berlaku untuk sektor penerbangan sipil. Seiring dengan pertumbuhan yang amat pesat seperti prediksi ICAO, juga dibutuhkan peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang bukan hanya teknis, tetapi juga berkaitan dengan regulasi penerbangan dan keselamatan. Tentu saja itu semua membutuhkan dukungan pendidikan yang intensif, baik dari sektor penerbangan sipil maupun militer, untuk menciptakan SDM profesional yang mampu menjawab kebutuhan di sektor penerbangan yang sangat dibutuhkan di masa depan.
Terakhir namun tidak kalah penting ICAO juga menyoroti pentingnya bisnis penerbangan berkelanjutan yang pro lingkungan yeng dikenal dengan penerbangan hijau. Di satu sisi, penerbangan hijau tentu mengurangi jejak karbon dan berdampak positif bagi lingkungan. Namun, dari sudut pandang pertahanan, teknologi hijau juga harus mampu beradaptasi dengan kebutuhan pengamanan wilayah udara. Pertanyaannya kemudian apakah teknologi baru yang diperkenalkan dapat menghasilkan kinerja optimal dalam situasi yang memerlukan operasi militer atau respons cepat terhadap ancaman terhadap kedaulatan negara yang datang dari udara? Integrasi antara inovasi teknologi hijau dan kesiapan tempur harus tetap menjadi perhatian.
Mudah-mudahan pertanyaan yang dikemukakan dapat segera menemukan jawaban. Namun secara keseluruhan, perkembangan sektor penerbangan sipil Indonesia menghadirkan berbagai peluang bagi kemajuan ekonomi dan transportasi. Namun, sebagai negara kepulauan yang juga memiliki ancaman geopolitik yang kompleks, Indonesia tidak boleh melupakan pentingnya unsur pertahanan udara. Penerbangan sipil dan militer harus berkolaborasi erat, dengan memanfaatkan teknologi terkini dan memperkuat sumber daya manusia untuk menjaga kedaulatan udara Indonesia. Sudah bukan waktunya lagi mempertentangkan keamanan/security dengan kemakmuran/prosperity. Sekarang adalah saat yang paling tepat untuk menjadikan kedua hal yang sering dipertentangkan menjadi seiring dan sejalan atau bersinergi satu sama lain.
Terakhir sekaligus yang terpenting, dalam pelaksanaan pengawasan wilayah udara dan perlunya tindakan di bidang keamanan, sangat dibutuhkan koordinasi yang baik serta cepat karena pergerakan pesawat sangat cepat. Sebagai contoh, insiden 911 yang terjadi pada 2001 yang hingga kini masih menjadi pengalaman pahit di bidang penerbangan sipil. Insiden tersebut dapat dijadikan pelajaran bagaimana penerbangan sipil dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu sehingga keamanan wilayah udara menjadi sangat krusial. Oleh sebab itu, mekanisme koordinasi di lapangan terkait keselamatan dan keamanan penerbangan harus terjalin dengan baik.{}