Pada 1977, ketika baru berusia 22 tahun, saya pertama kali diajari menyetir mobil oleh seorang sahabat saya di Amerika Serikat (AS), tepatnya di negara bagian Texas. Namanya adalah Mr. Fritz. Dia adalah seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah menjadi warga negara AS. Mr. Fritz menyarankan saya agar membeli mobil untuk mendukung aktivitas saya sebagai kadet yang akan menjalani pendidikan di Sekolah Penerbang (Sekbang) yang berada di area terpencil/remote area di perbatasan negara bagian Texas dengan Oklahoma.
Setelah memutuskan untuk membeli mobil Pontiac bekas buatan tahun 1970 seharga 500 dolar AS, Mr. Fritz mulai mengajari menyetir mobil pertama berwarna cokelat kebanggaan saya. Hingga hari ini saya masih ingat sekali jika mobil pertama itu saya beli secara tunai. Ketika itu uang yang saya miliki hanya tinggal 750 dolar AS. Uang tersebut adalah uang saku perjalanan saya sebagai kadet yang akan masuk ke Sekbang di Sheppard Air Force Base (AFB). Uang saku itu diberikan kepada para kadet setelah dinyatakan lulus dari Sekolah Bahasa Inggris selama enam bulan di Lackland AFB. Lackland AFB adalah pusat pelatihan Bahasa Inggris yang didirikan pemerintah AS untuk mendidik para perwira yang berasal dari negara-negara di luar AS.
Berbekal kemampuan bahasa Inggris yang sudah di atas rata-rata atau jauh lebih baik dibandingkan sebelum saya meninggalkan Indonesia dan mobil bermesin besar/muscle car legendaris Pontiac, saya diajari menyetir oleh Mr. Fritz. Oh ya, setelah membeli mobil seharga 500 dolar AS, karena di negeri Paman Sam pada waktu itu, bahkan hingga kini semua pemilik kendaraan diwajibkan harus memiliki asuransi, maka mau tidak mau saya juga membeli polis asuransi kendaraan dari perusahaan asuransi terkenal yaitu AAA atau Triple A seharga 125 dolar yang berlaku selama setahun.
Ujian SIM
Setelah urusan mobil dan asuransi beres, dan Fritz menilai saya sudah cukup lancar mengemudikan mobil termasuk menguasai teknik parkir dengan baik, tibalah saat yang sangat dinanti-nantikan yaitu mengikuti ujian Surat Izin Mengemudi (SIM)/driving licence di AS. Tidak seperti di Indonesia, ujian SIM di AS sangat ketat dan tentu saja tingkat kesulitannya lebih tinggi. Ujian dilakukan oleh Departemen Transportasi Negara Bagian Texas. Test/ujian dibagi menjadi dua tahap. Pertama, tes tertulis dan kedua adalah ujian praktik atau mengemudikan kendaraan roda empat.
Sebelum mengikuti ujian tertulis, jauh sebelumnya saya sudah membaca banyak sekali buku-buku untuk mempersiapkan diri. Fritz memberitahu buku-buku apa saja yang harus saya pelajari sekaligus menyediakannya, jadi saya tinggal membacanya saja. Namun hasil ujian tertulis ternyata tidak terlalu menggembirakan, meskipun tidak terlalu mengecewakan, saya hanya meraih angka 77. Sementara kalau tidak salah ingat, nilai minimal kelulusan ujian tertulis adalah 75. Namun itu tidak menjadi masalah, yang penting dinyatakan lulus dan berhak untuk mengikuti ujian praktik mengemudi.
Seusai lulus ujian tertulis, fase selanjutnya adalah ujian praktik yang sangat menentukan. Tentu saja saya tidak memiliki gambaran seperti apa ujian praktik akan dilakukan, yang jelas di ruang tunggu ada seorang petugas polisi dari Negara Bagian Texas. Modelnya seperti seorang Sheriff yang sering saya lihat di film-film koboi Amerika. Bajunya berwarna cokelat muda, hampir sama seperti warna mobil saya, di kiri dan kanan kemeja itu dilengkapi dengan dua buah kantong berwarna biru. Selanjutnya, saya baru diberi tahu, ternyata dia adalah petugas/officer yang akan mendampingi sekaligus menguji praktik mengemudi. Setelah ujian selesai, baru saya baru tahu jika ternyata dia adalah seorang Texas Ranger.
Sebelum ujian dimulai sebuah kejutan datang terlebih dahulu; ternyata petugas yang akan menguji sama sekali tidak boleh diajak berbicara. Wah, masalah ini; jika tidak diizinkan untuk berbicara, bagaimana bisa mengetahui instruksi yang diberikan dan harus dilakukan? Namun pernyataan itu segera terjawab setelah Texas Ranger memberikan kode dengan tangannya agar saya mulai menyalakan/starter mobil dan menyuruh untuk berjalan maju ke depan menyusuri jalan lurus. Mungkin, setelah dianggap layak, sekali lagi saya hanya bisa menduga-duga, selanjutnya diberikan instruksi dengan tangan oleh Sheriff berbaju cokelat bersaku biru untuk belok ke kiri.
Di AS, saya masih ingat hingga hari ini jika 100 meter sebelum membelokkan mobil ke kiri maupun ke kanan, lampu sein harus dihidupkan untuk memberikan tanda atau peringatan kepada pengemjudi lain yang berada di depan maupun belakang. Setelah lampu tanda peringatan menyala, pengemudi harus melihat kaca spion untuk mengecek sekaligus memastikan apakah ada kendaraan lain di belakangnya. Itu semua saya lakukan dengan penuh kehati-hatian dan ternyata penguji benar-benar memperhatikan apa yang dilakukan pengemudi sebelum berbelok. Dugaan saya di jalan ketika mengemudi di jalan yang lurus maupun pada saat berbelok tidak ada masalah.
Namun muncullah kejutan kedua, Sheriff akhirnya membuka mulutnya dan berbicara untuk pertama kalinya, dua hanya mengucapkan satu kata dan mengulanginya sebanyak dua kali; “Park, park”. Tentu saja saya tahu jika disuruh parkir, namun bingung disuruh parkir dalam posisi mobil seperti apa karena ada dua traffic cone, satu terletak di depan, satu lagi di belakang atau di pinggir. Karena bingung, saya bertanya kepadanya; park like this, or like this?, sambil memberikan isyarat dengan tangan tentang dua posisi parkir yaitu seri atau pararel. Tetapi petugas tidak memberikan jawaban dan kembali menutup mulut. Akhirnya saya berspekulasi memarkirkan mobil secara pararel, bukan seri.
Teori parkir pararel, saya juga masih mengingat dengan baik hingga kini; jika ada mobil di depan dan di belakang, hidung/nose atau kap mobil harus masuk terlebih dahulu, jadi setir harus dibanting ke kanan kemudian ke kiri. Di Indonesia dikenal dengan balas kanan atau balas kiri seperti yang sering diinstruksikan tukang parkir kepada sopir. Namun karena tidak tahu posisi parkir seperti apa yang diinstruksikan oleh Texas Ranger, saya akhirnya mengambil keputusan dengan mempertimbangkan dua traffic cone yang terletak di depan dan agak minggir di belakang. Entah gagal atau berhasil, saya tidak tahu karena tidak ada instruksi secara jelas yang disampaikan.
Pada saat selesai ujian, saya baru tahu jika diberi catatan pada saat parkir mobil. Namun sekali lagi itu tidak menjadi masalah karena tidak ada kendala ketika mobil berjalan lurus dan belok di tikungan atau persimpangan/intersection. Tetapi yang jauh lebih penting adalah saya dinyatakan lulus dan memiliki lisensi mengemudi dari Negara Bagian Texas. SIM mobil itu hingga kini masih saya simpan dengan baik karena memiliki kenangan sekaligus kebanggaan tersendiri.
Setelah membeli mobil dan memiliki asuransi serta memiliki lisensi mengemudi, dengan penuh kepercayaan diri, saya mengemudikan Pontiac cokelat menyusuri jalanan Texas dengan penuh percaya diri. Sambil menunggu instruksi untuk pindah pangkalan dari Lackland AFB ke Sheppard AFB, saya mengemudikan muscle car kebanggaan kemana-mana, mulai dari pangkalan hingga ke pusat perbelanjaan/mal. Jalan beraspal mulus di tengah gurun pasir di Texas sering saya lewati dengan kecepatan kecepatan cukup tinggi sambil ditemani lagu berjudul “Country Roads” ciptaan John Denver yang dirilis pada 1971, enam tahun sebelum saya tiba di negeri Paman Sam.
“Country roads, take me home to the place I belong”…{}