Pesawat nirawak/drone yang telah dipastikan akan memperkuat Alutsista/arsenal TNI-AU adalah buatan Turki.
Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (Wakasau) Marsekal Madya (Marsdya) TNI Andyawan Martono, seperti dikutip dari detik.com, Rabu, 10 Juli 2024, mengemukakan dua drone buatan Turki itu adalah Anka dan Bayraktar. Menurut Wakasau, era perang modern sangat terkait erat dengan teknologi unmanned aerial vehicle/UAV atau nirawak.
Penempatan dua jenis drone, diungkapkan Wakasau, sudah ditentukan di dalam rencana strategis TNI-AU. Salah satu lokasinya adalah di wilayah terluar Indonesia atau di tapal batas negara yang memang cukup strategis untuk TNI-AU.
Adopsi teknologi UAV oleh TNI-AU merupakan suatu langkah strategis yang amat sangat signifikan bagi pertahanan udara Indonesia.
Langkah tersebut juga mencerminkan perubahan paradigma dalam strategi pertahanan udara dan penyesuaian terhadap era perang kontemporer yang semakin bergantung pada teknologi canggih.
Penggunaan drone dalam perang modern menjadi sangat penting karena yang pertama dapat melakukan misi pengintaian dalam jangka waktu yang panjang tanpa risiko apapun dibanding mengerahkan penerbang manusia. Hal itu memungkinkan TNI-AU untuk mengumpulkan data intelijen yang akurat dan terkini/real time tentang aktivitas yang tengah dilakukan di wilayah perbatasan negara yang sebagian besar adalah area kritis/critical border seperti di Selat Malaka.
Kedua adalah efisiensi biaya karena seperti yang telah menjadi pengetahuan umum jika mengoperasikan drone tentu lebih murah apabila dibandingkan dengan menerbangkan pesawat berawak. UAV tidak membutuhkan pelatihan penerbang yang membutuhkan biaya yang sangat tinggi serta pilot sama sekali tidak perlu menghadapi risiko dalam misi pengintaian yang sangat berbahaya. Ketiga atau terakhir adalah drone yang dilengkapi dengan berbagai sensor dan persenjataan, dapat memberikan fleksibilitas untuk merespons berbagai dinamika maupun perkembangan situasi yang terjadi di wilayah operasi seperti di wilayah perbatasan kritis/critical border hingga di medan perang.
Anka dan Bayraktar
Pilihan yang dijatuhkan TNI-AU untuk mengoperasikan dua jenis drone buatan Turki memang layak untuk diapresiasi. Turki memang telah menunjukkan kepada dunia sekaligus membuktikan kemampuan teknologinya dalam pengembangan UAV dengan memproduksi Anka dan Bayraktar.
Dari hasil penelusuran, dapat diidentifikasi jika Anka merupakan drone yang dirancang untuk melakukan misi pengawasan jarak jauh dan pengintaian. Selain itu juga memiliki kemampuan terbang di udara yang lama. Oleh sebab itu Anka sangat ideal untuk dioperasikan oleh TNI-AU untuk memantau wilayah udara Indonesia yang sangat luas hingga ke wilayah perbatasan dengan negara-negara lain.
Jika Anka memiliki keandalan melakukan pengintaian, drone Bayraktar dikenal selain untuk melakukan pengawasan, juga dapat dioperasikan untuk melakukan serangan. Di berbagai area konflik seperti Libya dan Suriah, Bayraktar telah menunjukkan performanya sebagai drone tempur yang dapat secara akurat melakukan serangan ke objek yang ditargetkan.
Strategi dan Implementasi
Rencana TNI-AU menempatkan drone di pulau-pulau terluar yang berada di wilayah perbatasan Indonesia menunjukkan strategi pertahanan yang proaktif. Penempatan UAV di wilayah perbatasan dapat meningkatkan kemampuan TNI-AU untuk melakukan berbagai hal yaitu, pertama adalah memantau ancaman dengan melakukan identifikasi dan merespons berbagai ancaman yang berasal dari luar sebelum berhasil melalui wilayah kedaulatan Indonesia.
Kedua adalah memperkuat kedaulatan dimana kehadiran militer yang andal di perbatasan akan mengirimkan sinyal kuat kepada negara-negara tetangga tentang kemampuan pertahanan Indonesia. Ketiga adalah memberikan dukungan untuk operasi militer dan non militer di wilayah terpencil dengan menyediakan data intelijen yang akurat sebagai materi awal untuk menyusun strategi dan taktik pengawasan.
Selain ketiga hal tersebut, kehadiran drone dari Turki dalam rencana pengembangan juga akan diintegrasikan dengan teknologi radar yang berasal dari Prancis. Integrasi drone Turki dan radar Prancis akan memberikan beberapa keuntungan bagi TNI-AU untuk meningkatkan deteksi dini terhadap ancaman yang datang dari udara. Deteksi dini memungkinkan untuk memberikan respons yang lebih cepat dan terarah sehingga kekuatan yang dikerahkan akan lebih tepat.
Tak hanya itu, kehadiran drone dan radar akan membangun sistem pertahanan yang terintegrasi. Sistem pertahanan terintegrasi dapat dibangun dengan membentuk jaringan pertahanan udara yang lebih solid dan efisien. Soliditas dan efisiensi dapat disinergikan dengan menggabungkan informasi yang diperoleh dari UAV dan radar untuk pengambilan keputusan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan dalam struktur komando yang berlaku.
Semoga drone dari Turki dan radar buatan Prancis dapat dioperasikan dengan semaksimal mungkin oleh para prajurit terbaik TNI-AU. Terakhir sebelum mengakhiri artikel singkat ini, tentu tidak berlebihan jika disampaikan harapan kerja sama pertahanan yang telah terbangun antara Indonesia dengan Turki serta Prancis dapat ditindaklanjuti ke level yang lebih strategis. Bukankah tidak berlebihan jika ke depan Indonesia diharapkan dapat menjadi negara mitra Turki dalam mengembangkan industri pesawat tanpa awak? Selain itu, bukankah peluang bagi Indonesia untuk menjadi negara mitra bagi Prancis seharusnya mulai terbuka untuk mengembangkan industri radar di masa depan?
Sebelum mengakhiri artikel singkat ini, untuk terakhir kali perlu diingatkan jika TNI-AU sebagai pengguna drone juga perlu mengikutsertakan industri pertahanan nasional agar dapat menguasai teknologi yang dibeli dari Turki. Jika teknologi dikuasai, maka Indonesia dapat mengembangkan pola operasi drone agar lebih aman. Mengingat drone akan dioperasikan di perbatasan, ada kemungkinan negara tetangga juga menggunakan drone untuk pengawasan di wilayahnya yang berbatasan dengan Indonesia.
Itulah mengapa Indonesia harus menguasai teknologi untuk mengoperasikan drone agar tidak mudah dideteksi atau bahkan dijatuhkan. Itu semua dapat dihindari atau justru operasional drone dapat dikembangkan bila TNI-AU sebagai pengguna mengikutsertakan industri pertahanan nasional untuk menguasai teknologinya.{}