Penerbang pesawat tempur. Foto: Pixabay.com
Pertama Kali Belajar Terbang di Langit Texas 

Date

Sampai hari ini, saya merasa sebagai salah satu penerbang yang paling beruntung di TNI-AU karena diberi kesempatan untuk menerbangkan berbagai jenis pesawat tempur bermesin jet.

Pada awalnya, cita-cita saya dan beberapa teman yang bersekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Kudus adalah menjadi pilot sipil yang bekerja menerbangkan pesawat milik maskapai penerbangan. Namun perjalanan hidup yang penuh dengan lika-liku akhirnya membawa saya menjadi penerbang tempur/fighter pilot di Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU). 

Ketika berdinas di TNI-AU selama kurang lebih 38 tahun sejak 1976 hingga 2013, berbagai jenis pesawat pernah saya terbangkan. Sejak berpangkat Letnan Dua (Letda) hingga Letnan Kolonel (Letkol), saya pernah menerbangkan pesawat latih seperti T-41 B yang dijuluki Mescalero, Cessna T-37 Tweet hingga T-33 Shooting Star. 

Sampai hari ini, saya merasa sebagai salah satu penerbang yang paling beruntung di TNI-AU karena diberi kesempatan untuk menerbangkan berbagai jenis pesawat tempur bermesin jet. Mulai dari F-86 Saber buatan Amerika Serikat (AS) ketika masih bertugas di Pangkalan TNI-AU (Lanud) Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur, hingga Hawk-100 dan 200 buatan Inggris ketika berdinas di Roesmin Nurjadin, Pekanbaru. 

Selain F-86 Sabre, saya juga pernah duduk di kokpit jet tempur buatan AS lainnya yaitu yaitu F-5 Tiger dan pesawat tempur legendaris F-16 yang dijuluki Fighting Falcon. Hingga kini, menjelang usia kepala tujuh, tepatnya 69 tahun, pada akhir pekan, saya masih berlatih terbang aerobatik menggunakan pesawat Pitts di Lapangan Terbang (Lapter) Wiladatika. Lapter berada di kompleks Bumi Perkemahan dan Graha Wisata (Buperta), Cibubur, Jakarta Timur. 

Sekolah Penerbang

Setelah lulus dari Akademi Angkatan Udara (AAU) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 1976, saya memperoleh kesempatan untuk menjadi siswa Sekolah Penerbang (Sekbang) di AS. Di negeri yang dijuluki “Paman Sam” itu, saya pertama kali harus menyelesaikan sekolah Bahasa Inggris selama enam bulan di Lackland Air Force Base (AFB) di San Antonio, Negara Bagian Texas.  

Setelah menyelesaikan sekolah bahasa selama enam bulan di Lackland Air Force Base (AFB), Negara Bagian Texas, saya mulai berlatih terbang di Medina Annex, yang merupakan bagian dari Lackland AFB. Pada 1977, ketika pertama kali tiba di AS, Lackland AFB adalah pusat pelatihan bahasa bagi para perwira yang berasal dari negara-negara lain di luar AS. 

Setelah dinyatakan lulus dari sekolah bahasa dengan nilai American English Comprehension Level (AECL) 82, akhirnya dinyatakan lulus dan mulai masuk Sekbang. Selain memiliki pusat pelatihan Bahasa Inggris, Lackland AFB adalah pusat pelatihan dasar Angkatan Udara AS/United States Air Force (USAF). Seluruh prajurit USAF, mulai dari tamtama, bintara hingga perwira memulai pelatihan militer di Lackland. Sementara Medina Annex merupakan bagian dari kompleks Lackland yang digunakan untuk pelatihan lanjutan dan berbagai kegiatan pendukung lainnya.

T-41 B Mescalero

Pesawat yang pertama kali saya terbangkan, tentunya dengan didampingi seorang instruktur adalah T-41 B Mescalero. Pesawat bersayap tetap/fixed wing aircraft tersebut merupakan versi militer Cessna 172 bersayap tinggi. Selain dioperasikan oleh USAF, T-41 B juga dipergunakan oleh Angkatan Darat AS/US Army dan angkatan bersenjata di beberapa negara sebagai pesawat latih mula bagi siswa Sekbang yang dikenal sebagai kadet. 

Panjang Mescalero adalah 8,28 meter (m), lebar sayapnya 11 m, dan tingginya 2,72 m serta berat kosongnya 740 kilogram (Kg). Berat maksimal pesawat ketika lepas landas/take off adalah 1111 kg dengan kapasitas bahan bakar 189 liter. Mesinnya adalah Continental IO-360-H yang memiliki kekuatan 210 tenaga kuda. Kecepatan jelajahnya mencapai 211 km/jam atau 114 knot dengan jarak jelajah 880 km/475 mil laut. Ketika diterbangkan, T-41 B dapat mencapai ketinggian maksimal 4500 meter atau 14,750 kaki. 

Sebagai pesawat latih mula, Mescalero dioperasikan untuk mengajarkan dasar-dasar penerbangan; mulai dari lepas landas, pendaratan, navigasi dasar hingga berbagai manuver penerbangan seperti stall recovery. T-41 B juga merupakan pesawat latih yang dapat dipergunakan untuk memperkenalkan siswa/kadet Sekbang dengan kontrol dan sistem pesawat ringan sebelum beralih ke pesawat yang lebih besar dan kompleks seperti pesawat tempur bermesin jet.       

Ilustrasi pesawat latih. Foto: Pixabay.com/marcelkessler

T-41 B dirancang agar dapat dengan mudah dikendalikan oleh kadet yang baru memasuki Sekbang. Selain itu, Cessna yang memang telah dikenal keandalannya memiliki daya tahan yang lama, termasuk T-41 B. Mescalero yang bermesin tunggal biaya operasionalnya juga relatif rendah apabila dibandingkan dengan pesawat latih lain yang lebih besar. 

Sebagai kadet yang baru pertama kali menerbangkan pesawat latih mula, saya harus memahami sekaligus mengikuti prosedur operasional standar/Standard Operation Procedure (SOP) yaitu:

  1. Pre-flight Check; Melakukan pemeriksaan sebelum penerbangan untuk memastikan bahwa pesawat dalam kondisi laik terbang.
  2. Engine Start and Warm-Up; Memulai menyalakan mesin sesuai dengan prosedur dan memastikan mesin mencapai suhu operasi yang tepat sebelum lepas landas.
  3. Takeoff and Climb-Out; Mengajarkan teknik lepas landas yang tepat dan prosedur pendakian keluar dari landasan/runway air force base. 
  4. In-Flight Maneuvers; Melatih berbagai manuver di udara sesuai dengan kurikulum pelatihan.
  5. Landing Procedures; Melatih teknik pendaratan, termasuk pendekatan, pendaratan, dan roll-out setelah pendaratan.

Namun kecanggihan pesawat tidak akan begitu berarti apabila tidak mampu diterbangkan dengan maksimal oleh pilot yang berada di kokpit. Setelah berhasil melalui kendala bahasa yang menjadi halangan pertama,  permasalahan selanjutnya yang harus dihadapi di Sekbang adalah instruktur. Di  Medina Annex, yang merupakan bagian dari Lackland AFB di San Antonio, Texas. yang terletak di tengah tandusnya padang gurun, ternyata instruktur penerbang/pilot instructor tidak semuanya berasal dari USAF. Ada juga instruktur yang berasal dari penerbang sipil, orangnya rata-rata sudah berusia tua. Bahkan sudah ada yang umurnya 60-an. 

Pada awalnya saya merasa beruntung instruktur yang pertama kali menemani saya terbang berasal dari USAF. Namun ketika pesawat tinggal landas/take off dari landasan/runway, keberuntungan itu seperti hilang dengan tiba-tiba. Ternyata instruktur yang mendampingi terbang selalu memegang kontrol pesawat. Dia tidak terlalu baik ketika mengajar karena sebagai siswa, saya sama sekali tidak diberi kesempatan untuk mencoba memegang kontrol, semua dilakukan seorang diri olehnya. Nah, itu menjadi masalah, karena ketika hendak melakukan gerakan yang saya pikirkan, dia seperti tidak percaya dan selalu melihat ke tangan saya yang sedang memegang kontrol pesawat. Tentu saja muncul sebuah pertanyaan; kenapa dia selalu ikut-ikutan, sehingga saya yang sedang berkonsentrasi untuk bermanuver merasa sangat terganggu?

Beruntung ketika itu saya belajar terbang di negara demokrasi, jadi pertanyaan itu bisa diajukan tanpa sedikitpun rasa sungkan. Saya yang ketika itu masih seorang perwira pertama (Pama) berpangkat Letnan Dua (Letda) bertanya sekaligus menyampaikan protes kepada instruktur, seorang perwira menengah (Pama) berpangkat Mayor; “Kalau waktu mengajar, Anda terus-menerus memegang kontrol pesawat, kapan saya diberi kesempatan agar bisa belajar terbang?” 

Saya memberanikan diri untuk bertanya sekaligus menyampaikan protes meski akhirnya tidak ada jawaban yang diberikan. Instruktur hanya marah-marah meresponsnya, namun saya tidak peduli. Akhirnya, saya diberikan instruktur lain. Pangkatnya memang baru seorang Kapten, namun menurut saya, dan penilaian tersebut tidak pernah berubah hingga hari ini; Sang Kapten lebih berpengalaman dibanding instruktur sebelumnya yang sudah berpangkat Mayor.

Di bawah bimbingan Sang Kapten, saya berhasil menerbangkan T-41 B Mescalero selama kurang lebih 25 hingga 30 jam. Sekali lagi, kerja keras di bawah bimbingan instruktur yang tepat kembali membuahkan hasil yang tidak mengecewakan. Pada akhir dari latihan terbang di fase Latih Mula, meski terlambat satu hingga dua minggu karena sempat ada masalah dengan instruktur sebelumnya yang berpangkat Mayor, saya akhirnya dinyatakan lulus dengan nilai lebih dari baik/good plus

Pada akhirnya, berbekal 25-30 jam terbang di T-41 B dan nilai good plus yang menunjukkan jika memiliki bakat sebagai seorang penerbang, saya direkomendasikan untuk melanjutkan pendidikan sebagai kadet Sekbang di Sheppard AFB. Di Pangkalan USAF yang terletak di perbatasan Texas-Oklahoma itu, pelatihan penerbang tingkat dasar hingga lanjut akan diberikan dengan menggunakan pesawat bermesin jet yaitu Cessna T-37 yang dijuluki Tweet.{} 

Share this

Baca
Artikel Lainnya