F-16 Fighting Falcon. Foto: Pexels.com/Michael McGarry
Kecerdasan Buatan F-16, Aksi Unjuk Kekuatan Udara Negeri Paman Sam 

Date

Negara adikuasa Amerika Serikat (AS) yang dijuluki Negeri Paman Sam kembali menunjukkan kekuatan udara/air power melalui United States Air Force (USAF). Kali ini, Menteri Angkatan Udara AS, Frank Kendall, terbang di kokpit F-16 yang dikendalikan kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI). 

Dikutip dari Associated Press dan Fox News, Senin, 6 Mei 2024, Menteri Kendall duduk di kokpit jet tempur F-16 yang mengudara melintasi gurun di California pada Jumat, 3 Mei, akhir pekan lalu. Penerbangan dilakukan secara rahasia demi alasan keamanan.

Sebelumnya, pada April 2024, Menteri Kendall mengemukakan rencananya terbang dengan jet tempur F-16 yang dikendalikan oleh AI. Rencana tersebut disampaikan kepada panel pertahanan Komite Alokasi Senat AS. Pada forum yang sama juga dielaborasi tentang masa depan peperangan di udara yang diprediksi akan sangat bergantung kepada pesawat terbang tanpa awak (PTTA)/drone yang dioperasikan secara otomatis.

Unjuk kekuatan negara adikuasa di udara dapat dipahami tidak hanya sekadar demonstrasi kemajuan teknologi dirgantara di AS, tetapi juga dapat diinterpretasi sebagai sebuah pernyataan tentang arah masa depan pertahanan udaranya.

Namun, terkait dengan perkembangan teknologi dirgantara, turut mengemuka pula perdebatan tentang penerapannya dalam perang terbuka di udara seperti yang terjadi di beberapa negara, bahkan kawasan akhir-akhir ini. Kekhawatiran tentang pengambilan keputusan otonom oleh AI tanpa keterlibatan manusia menjadi perdebatan yang mengemuka dan berlangsung dengan cukup panas. Tetapi Menteri Kendall telah menegaskan jika pengawasan yang dilakukan oleh manusia akan selalu dikedepankan terkait penggunaan senjata. Namun tetap saja pertanyaan tentang kontrol dan akuntabilitas belum menemukan jawaban yang pasti dan jelas.

Penerbangan F-16 yang dijuluki Fighting Falcon dilakukan secara rahasia dan hanya disaksikan oleh media tertentu dengan persetujuan khusus demi alasan keamanan. Kerahasiaan menunjukkan betapa pentingnya transparansi dalam pengembangan dan penerapan teknologi militer yang canggih. Namun di sisi lain, keterlibatan publik dan seluruh pemangku kepentingan/stakeholders dalam diskusi tentang penggunaan teknologi AI dalam pertahanan udara menjadi krusial untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil selaras dengan nilai-nilai etis dan keamanan nasional, stabilitas kawasan dan perdamaian dunia. 

Rencana USAF membangun armada drone berkemampuan AI yang signifikan menunjukkan bahwa transformasi dalam pertahanan udara tidak hanya tentang kekuatan militer, tetapi juga tentang kesiapan untuk menghadapi tantangan masa depan dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab.

Pesawat tempur F-16. Foto: Pixabay

Enam Kelebihan

Pertahanan udara yang mengandalkan kecerdasan buatan (AI) memiliki enam kelebihan yang signifikan sebagai berikut:

  1. Sistem pertahanan udara yang menggunakan AI dapat menganalisis informasi dalam waktu nyata dan membuat keputusan dengan cepat. Hal ini memungkinkan respons yang lebih cepat terhadap ancaman dan situasi yang berkembang dengan sangat dinamis di medan pertempuran.
  1. Penggunaan AI untuk mengendalikan pesawat atau sistem pertahanan udara lainnya dapat meningkatkan efisiensi operasional secara signifikan. Perlu dicatat sekaligus digarisbawahi jika AI dapat melakukan tugas-tugas rutin dengan presisi yang tinggi. Selain itu AI juga dapat membebaskan operator manusia untuk fokus pada tugas-tugas yang memerlukan penilaian dan pengambilan keputusan tingkat tinggi.
  1. Penggunaan AI untuk beberapa tugas operasional dapat mengurangi bahkan menghilangkan risiko bagi personel militer. Penerbangan drone yang dikendalikan oleh AI untuk misi pengintaian atau serangan dapat mengurangi risiko bagi penerbang atau pasukan darat.
  1. Sistem pertahanan udara yang menggunakan AI dapat diatur untuk merespons secara dinamis terhadap perubahan dalam lingkungan pertempuran. Sistem dapat dengan cepat menyesuaikan strategi dan taktik sesuai dengan perubahan siasat musuh atau dinamika di medan pertempuran.
  1. AI dapat meningkatkan akurasi dan ketepatan dalam mendeteksi, melacak, dan mengidentifikasi target musuh. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan serangan yang salah atau kerusakan yang tidak diinginkan pada sasaran yang tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
  1. Sistem pertahanan udara yang menggunakan AI dapat dengan mudah diskalakan untuk menghadapi berbagai skala ancaman, mulai dari serangan kecil hingga skenario pertempuran yang lebih besar. Selain itu, AI juga dapat diadaptasi untuk berbagai lingkungan pertempuran, baik di darat, laut, atau udara.

Meskipun memiliki banyak kelebihan seperti yang telah dikemukakan, penting untuk diingat bahwa penggunaan teknologi AI dalam pertahanan udara juga menimbulkan tantangan dan risiko.Beberapa di antaranya adalah masalah keamanan, etika, dan kepercayaan. Oleh sebab itu, pengembangan dan penerapan sistem pertahanan udara yang mengedepankan penggunaan AI harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dengan memperhatikan seluruh aspek terkait.

Enam Kelemahan

Meskipun memiliki berbagai kelebihan, sistem pertahanan udara yang mengandalkan kecerdasan buatan (AI) juga memiliki beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan:

  1. Penggunaan AI dalam pertahanan udara membuat sistem tersebut menjadi sangat bergantung pada teknologi. Gangguan berupa kegagalan sistem komputer atau jaringan dapat mengakibatkan kerentanan dalam pertahanan udara dan mengurangi efektivitas operasional.
  1. Meskipun AI dapat membuat keputusan dengan cepat, ada risiko kesalahan dalam pengambilan keputusan. Ini bisa terjadi karena kesalahan dalam pemrograman, interpretasi data yang tidak tepat, atau pemahaman yang kurang komprehensif dari situasi yang kompleks.
  1. Sistem pertahanan udara yang menggunakan AI rentan terhadap serangan siber yang ditujukan untuk merusak, mengganggu, atau mengambil alih kontrol sistem. Serangan semacam itu dapat menyebabkan kerusakan yang serius atau bahkan memungkinkan musuh untuk memanfaatkan sistem tersebut untuk keuntungan mereka sendiri.
  1. Penggunaan AI dalam pertahanan udara memunculkan sejumlah pertanyaan etika dan hukum. Misalnya, pertanyaan tentang tanggung jawab dan akuntabilitas jika AI membuat kesalahan yang menyebabkan kerusakan atau kerugian manusia seperti jatuhnya korban jiwa, atau bagaimana mengatasi masalah diskriminasi serta keadilan dalam penggunaan senjata otomatis.
  1. Kinerja AI dalam pengambilan keputusan tergantung pada kualitas dan keakuratan data yang digunakan untuk melatihnya yang dikenal dengan machine learning. Jika data yang digunakan tidak representatif atau terkontaminasi dengan bias, maka keputusan yang dihasilkan oleh AI juga dapat bervariasi atau tidak dapat diandalkan.
  1. Pada saat keputusan diambil secara otomatis oleh sistem AI, ada potensi untuk mengurangi keterlibatan dan pengawasan manusia dalam proses pengambilan keputusan. Hal itu berpotensi menyebabkan kehilangan kontrol manusia yang penting dalam situasi-situasi yang memerlukan penilaian moral atau kebijakan.

Dari uraian yang telah diutarakan, upaya mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut membutuhkan pendekatan yang cermat dan terintegrasi. Terutama dalam pengembangan, implementasi, dan penggunaan sistem pertahanan udara yang mengandalkan kecerdasan buatan. Dibutuhkan kerja sama antara ahli teknologi, etika, hukum, dan militer untuk memastikan bahwa kecerdasan buatan yang terus menerus dikembangkan dapat dipergunakan sekaligus dimanfaatkan dengan cara yang bertanggung jawab.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya