Alutsista TNI-AU.. Foto: Instagram@militer.udara
Kondisi Geopolitik di Timur Tengah, Konflik di Laut China Selatan, dan Alutsista TNI-Angkatan Udara

Date

Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal TNI Agus Subiyanto mengemukakan jika kondisi geopolitik di Timur Tengah pada saat ini telah memanas. Memanasnya situasi menurut alumni Akademi Militer (Akmil) 1991 itu terjadi setelah Iran meluncurkan serangan drone dan rudal ke Israel yang kemudian direspons oleh Israel dengan meluncurkan rudal sebagai serangan balasan terhadap Iran. 

Tak hanya di kawasan Timur Tengah, pada tataran regional, Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tersebut mengingatkan hingga saat ini konflik yang terjadi di Laut China Selatan (LCS) belum dapat diselesaikan hingga tuntas. Dalam pidatonya pada Hari Ulang Tahun (HUT) TNI-Angkatan Udara (AU) ke-78, Panglima TNI juga mengutarakan bahwa kepentingan setiap negara atas wilayah LCS memberikan dampak terhadap keseimbangan politik di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik. 

Panglima TNI sebagai Inspektur Upacara yang digelar di Lapangan Dirgantara Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Senin, 22 April 2024, mengingatkan jika kondisi global dan regional yang disampaikannya secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap Indonesia. Sebagai pengawal dirgantara nasional, Panglima mengharapkan TNI-AU hendaknya dapat bersikap adaptif terhadap segala perkembangan lingkungan strategis termasuk teknologi yang menyertai, demi keutuhan persatuan dan kesatuan Indonesia.

Kekuatan Diplomasi

Sebelum mengetengahkan tentang potensi konflik yang terjadi di LCS, perlu dikemukakan terlebih dahulu tentang sikap pemerintah Republik Indonesia (RI). Duta Besar Dubes Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Republik Filipina merangkap Republik Kepulauan Marshall dan Republik Palau, Jenderal TNI Purnawirawan (Purn.) Agus Widjojo, pernah mengutarakan dalam sebuah web seminar (webinar), jika ancaman yang datang dari luar negeri seperti yang dihadapi oleh Filipina dan Indonesia di LCS pertama kali harus dihadapi dengan mengedepankan proses negosiasi. 

Pada webinar yang digelar oleh Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) tersebut, mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) itu mengemukakan jika Indonesia dan Filipina yang merupakan dua negara anggota Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) bersama dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya perlu merumuskan kebijakan politik luar negeri yang mengedepankan sentralitas ASEAN/ASEAN centrality

Agus mengingatkan pada webinar bertajuk “Menjaga Kedaulatan dan Mencari Teman di Laut China Selatan” yang digelar pada 18 Maret 2024 lalu, jika terkadang permasalahan yang dihadapi dalam hubungan internasional, penyelesaiannya melalui negosiasi atau diplomasi membutuhkan waktu yang lama. 

Namun waktu yang lama jauh lebih baik apabila dibandingkan jika terjadi salah persepsi, salah penafsiran dan salah menangkap tanda-tanda. Kesalahan menurut alumni Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) 1970 itu jika meledak dari ketegangan menjadi konflik bersenjata tidak akan menguntungkan siapapun termasuk negara-negara anggota ASEAN maupun Republik Rakyat Tiongkok yang mengklaim sebagian besar wilayah perairan di LCS.

Penerbang tempur TNI-AU. Foto:

Strategi TNI-AU

Diplomasi memang harus selalu dikedepankan dalam menghadapi berbagai potensi konflik untuk meredam ketegangan. Namun pembangunan angkatan perang juga harus terus menerus dilakukan agar posisi tawar/bargaining position para diplomat dari Negara-negara terkait yang tengah berdiplomasi juga menguat ketika tengah melakukan negosiasi. 

Berikut beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh TNI-AU untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan Asia Tenggara agar dapat memainkan peran yang signifikan terkait dengan potensi konflik di LCS: 

  1. Meningkatkan kemampuan intelijen untuk memantau aktivitas militer hingga sipil termasuk pergerakan kapal-kapal di kawasan LCS. Pemantauan perlu dilakukan untuk memperoleh informasi yang akurat dan terkini/real-time mengenai situasi di wilayah terkait.
  1. Indonesia perlu menginisiasi kolaborasi regional dengan negara-negara lain di kawasan; seperti negara-negara ASEAN dan mitra-mitra strategis lainnya untuk menghadapi konflik di LCS secara bersama-sama. Melalui kerja sama regional, RI dan ASEAN dapat memperkuat posisi diplomasi dan koordinasi militer dalam menghadapi tantangan bersama.
  1. TNI-AU perlu memperkuat kesiapan tempur dan kemampuan proyeksi kekuatan di LCS; termasuk meningkatkan ketersediaan dan kemampuan operasional pesawat tempur, pengawasan udara, serta sistem pertahanan udara.
  1. Melakukan patroli rutin dan pengawasan udara di wilayah perairan yang menjadi sengketa dapat memberikan daya gentar/ deterrent effect yang jelas sekaligus menunjukkan komitmen untuk menjaga keamanan dan stabilitas.
  1. Selain kerja sama regional, RI juga perlu memperkuat kerja sama multilateral melalui forum-forum internasional seperti PBB dan ASEAN Regional Forum untuk mendukung penyelesaian damai dan menjaga kestabilan regional. Pada akhirnya kerja sama regional maupun multilateral harus ditujukan untuk kepentingan nasional, misalnya memperkuat alat utama sistem senjata (Alutsista) TNI, baik TNI-AU, Angkatan Laut (AL), maupun Angkatan Darat (AD). 
  1. Respons Proporsional apabila terjadi insiden atau provokasi dari negara lain di wilayah LCS, TNI-AU harus dapat memberikan respons yang proporsional dan terukur sesuai dengan situasi yang ada, tanpa memicu eskalasi yang tidak diinginkan.

Penerapan keenam strategi yang telah diuraikan secara terpadu sangat diharapkan dapat menjadikan TNI-AU mampu menjalankan perannya sebagai kekuatan penjaga kedaulatan negara di udara. Baik di wilayah udara yang berada di atas daratan, maupun di atas area perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Sekali lagi, perdamaian dan stabilitas harus terus dijaga di LCS agar situasi kondusif di kawasan Asia Tenggara hingga benua Asia dapat terus dijaga. Tentunya tidak ada satu negara pun yang menginginkan perdamaian dan stabilitas di kawasan LCS berubah menjadi medan konflik berkepanjangan seperti di Timur Tengah.{}  

Share this

Baca
Artikel Lainnya