Pada 1979, setelah pulang dan dinyatakan lulus dari Sekolah Penerbangan (Sekbang) di Amerika Serikat (AS), saya langsung ditugaskan sebagai Perwira Penerbang Wing Buru Sergap Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas). Para perwira penerbang tempur pada waktu itu bermarkas di Pangkalan Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (Lanud) Iswahjudi, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Di Lanud Iswahjudi yang menjadi jantung pertahanan udara nasional, yang juga dikenal sebagai rumah bagi para penerbang tempur (home of fighters), saya diberi penugasan untuk menerbangkan F-86. Jet tempur F-86 yang diberi julukan Sabre dan dioperasikan oleh TNI-AU merupakan hibah dari Pemerintah Australia. Sebanyak 16 unit Sabre dihibahkan oleh pemerintah negara kangguru yaitu CAC Sabre atau CA-26, merupakan salah satu varian F-86 yang diproduksi Australia setelah memperoleh lisensi dari AS pada 1953.
F-86 Sabre adalah pesawat tempur generasi pertama yang ikonik. Jet tempur generasi pertama mulai dikembangkan setelah Perang Dunia Pertama berakhir pada akhir 1945 hingga awal tahun 1950-an. Karakteristik dari generasi pertama jet tempur menandai proses transisi dari pesawat tempur (fighter aircraft) bermesin piston ke jet. Tentu saja pergeseran signifikan dari mesin piston ke jet sangat berdampak pada kecepatan dan kinerja pesawat yang jauh lebih baik.
Sayap penyapu (swept-wing) yang terpasang di beberapa pesawat jet tempur generasi pertama, salah satunya adalah F-86 mampu meningkatkan kecepatan dalam waktu singkat sekaligus memungkinkan Sabre melakukan manuver dengan kecepatan tinggi. Selain itu, persenjataan pesawat juga dilengkapi dengan peluru kendali atau rudal udara ke udara (air to air) pertama selain senjata
konvensional seperti senapan mesin.
Perang Korea
Usai Perang Dunia Kedua berakhir, AS bersama dengan negara-negara sekutunya yang menjadi pemenang membentuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara/North Atlantic Treaty Organization (NATO). Dalam perkembangannya, negara-negara anggota NATO yang terdiri dari 30 negara di kawasan Amerika Utara dan Benua Eropa dikenal dengan Blok Barat. Sementara Uni Soviet yang juga merupakan negara pemenang Perang Dunia Kedua juga membentuk Pakta Warsawa bersama negara-negara sekutunya yang kemudian dikenal sebagai Blok Timur.
Persaingan antara Blok Barat dengan Blok Timur yang dikenal dengan Perang Dingin terjadi di semua lini, mulai dari ideologi, perdagangan hingga persenjataan. Dunia terbelah menjadi dua akibat perang dingin. Di Benua Asia, Perang Korea yang pecah pada 1950 menjadi ajang uji kekuatan persenjataan antara Blok Barat yang dipimpin oleh AS dengan Blok Timur yang dinahkodai oleh Uni Soviet atau United of Soviet Socialist Republic (USSR). Di langit Korea, F-86 Sabre produk AS berhadapan dengan MiG 15 buatan USSR.
Sebagai dua pesawat tempur legendaris generasi pertama, menjadi sangat menarik untuk mempelajari dengan cermat pertarungan di udara yang dikenal dengan dogfight di langit Korea. F-86 Sabre memang telah berperan sebagai tulang punggung (backbone) Angkatan Udara AS/ United States Air Force (USAF) di Perang Korea. Secara spesifik, F-86 memang dikembangkan untuk berhadapan di udara dengan MiG-15 selama Perang Korea berkecamuk selama tiga tahun sebelum akhirnya dilakukan gencatan senjata pada 1953.
Selama tiga tahun sejak 1950 hingga 1953, North American Aviation terus menerus memproduksi F-86 Sabre. Produksi dimulai pada akhir 1940-an, tujuh tahun kemudian, tepatnya pada 1947, penerbangan perdana berhasil dilakukan. Pesawat yang dirancang untuk memiliki kecepatan dan keunggulan di udara (air superiority) dilengkapi dengan sayap swept-wing, yang dapat memberikan kestabilan dan performa yang baik pada kecepatan tinggi. F-86 juga dilengkapi dengan mesin General Electric J47 yang memiliki performa maksimal ketika diterbangkan. Sabre yang dipersenjatai dengan senapan mesin M3 0.50 cal dan rudal udara-ke-udara AIM-9 Sidewinder memiliki keunggulan dalam kecepatan dan kekuatan persenjataan.
Setelah teruji dalam berbagai pertempuran (battle proven) di langit Korea, Sabre mengalami berbagai pengembangan dan peningkatan ketika dioperasikan oleh USAF. Beberapa varian, seperti F-86D dan F-86E, dilengkapi dengan perangkat pencegat malam (night interceptor) sehingga dapat diterbangkan untuk melakukan berbagai misi pada malam hari.
Selain USAF, beberapa negara yang mengoperasikan Sabre sebagai pesawat tempur pengintai (reconnaissance aircraft), mulai dari Australia, Norwegia, Turki, Filipina hingga Peru di Amerika Selatan. Masih banyak negara-negara selain yang telah disebutkan mengoperasikan pesawat yang juga dikenal dengan sabrejet sebagai backbone angkatan udaranya setelah terbukti mampu menghadapi MiG-15 di Perang Korea.
Kelebihan F-86 Sabre
Selama menerbangkan F-86 Sabre, saya mencatat ada tujuh kelebihan yang perlu dikemukakan dalam artikel singkat ini, yaitu:
- Kecepatan dan Kinerja
Desain aerodinamis yang canggih, termasuk sayap swept-wing memberikan kecepatan dan kinerja yang baik pada kecepatan tinggi. Itu semua memberikan keunggulan dalam pertempuran udara. - Efektifitas Persenjataan
Dilengkapi dengan senjata enam laras M3 0.50-caliber yang dapat diandalkan, F-86 memiliki daya tembak yang tinggi. Kemampuan menembakkan peluru dengan tingkat akurasi yang baik memberikan dukungan maksimal bagi penerbang dalam pertempuran udara. - Kemampuan bermanuver
Desain dan kontrol yang baik memberikan kemampuan terbaik bagi pesawat untuk melakukan manuver dan menghadapi situasi dalam pertempuran udara. - Pilot Comfort
Kokpit dirancang dengan baik untuk memberikan kenyamanan kepada pilot. Ini termasuk penempatan yang baik untuk kendali dan panel instrumen memberikan ruang gerak yang efisien untuk penerbang. - Taktik Hit and Run
Penerbang F-86 Sabre terlatih untuk menggunakan taktik hit-and-run dengan memanfaatkan kecepatan dan ketinggian untuk mendekati dan menyerang kemudian melarikan diri dari pertarungan. - Kemampuan Transisi
Mampu dengan cepat beralih antara serangan udara (air strike) dan serangan darat (ground attack) sekaligus memperlihatkan fleksibilitas yang baik dalam peran sebagai pesawat tempur dan serang. - Teruji dalam Pertempuran Udara
F-86 Sabre terbukti sangat efektif dalam pertempuran udara selama Perang Korea. Meskipun rivalnya yaitu MiG-15 memiliki keunggulan dalam beberapa aspek, Sabre berhasil mencapai tingkat kemenangan yang tinggi.
Ketujuh kelebihan yang telah dikemukakan menjadikan sabre terbukti mampu memenangkan berbagai pertempuran di udara. Sejarah telah mencatat F-86 sabrejet sebagai pesawat tempur generasi pertama yang teruji efektif dan dioperasikan sebagai backbone angkatan udara di banyak negara.
Jika terbukti memiliki berbagai kelebihan, sebagai pesawat tempur generasi pertama tentu juga memiliki beberapa kekurangan. Apa saja kekurangannya? Akan saya bahas secara menyeluruh pada artikel berikutnya.{}