Sekolah Penerbangan TNI AU. (Foto: Koleksi Perpustakaan Nasional)
Sekolah Penerbang TNI-AU dan Kabar Baik dari Negeri Paman Sam

Date

Sekolah Penerbang (Sekbang) Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU) mewisuda 33 siswa pada Wingday Sekbang A.100/Prajurit Sukarela Dinas Pendek (PSDP) A-33. Wisuda digelar di Lapangan Jupiter, Pangkalan TNI-AU (Lanud) Adisutjipto, Yogyakarta, Senin, 7 Agustus 2023.

Dalam sambutan tertulisnya, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo, meminta para wisudawan memegang teguh Airmanship. KSAU juga memberikan apresiasi dan ucapan selamat atas prestasi para wisudawan yang telah resmi dilantik sebagai penerbang TNI.

Melalui sambutan yang dibacakan Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (WAKASAU) Marsekal Madya (Marsdya) TNI A. Gustaf Brugman, KSAU juga mengharapkan para siswa dapat perwira penerbang yang memegang teguh prinsip airmanship agar senantiasa menjadi landasan bertindak dalam setiap jenjang penugasan.

Airmanship adalah pondasi yang menjadi dasar untuk setiap pilot ketika sedang bertugas mengoperasikan pesawat terbang. Selain itu juga menjadi prinsip yang akan menentukan keputusan hingga tindakan yang diambil berdasarkan situasi tertentu yang dihadapi. KSAU pernah mengingatkan pada sebuah kesempatan jika pada prinsipnya, airmanship merupakan penilaian/judgement yang lahir dari situational awareness yang tinggi.

Selain melalui jalur Prajurit Sukarela Dinas Pendek (PSDP), jika ingin menjadi penerbang di TNI-AU, pertama kali yang harus dilakukan adalah mendaftar di Akademi TNI. Kemudian setelah diterima di Akademi TNI di Magelang, Jawa Tengah (Jateng) para taruna yang lelah menjalani pendidikan dasar kemiliteran, pada tahun kedua akan melanjutkan di Akademi Angkatan Udara (AAU), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Setelah dinyatakan lulus dari AAU, kembali dilakukan seleksi terhadap para perwira muda yang berpangkat Letnan Dua (Letda). Baru kemudian pada tahap akhir, para perwira lulusan AAU yang lolos mulai menjalani pendidikan sebagai siswa sekolah penerbang (Sekbang).

Ketika para taruna memasuki AAU di DIY, mereka mendapat berbagai pelajaran tentang kedirgantaraan. Pada awalnya para taruna dibagi menjadi tiga kelas yaitu teknik, elektro dan administrasi. Itulah tiga basis utama pelajaran di AAU. Ketika masih menjadi taruna di Yogyakarta, di tingkat II, saya mengambil kelas teknik. Namun seluruh taruna baik yang mengambil kelas teknik, elektro maupun administrasi memiliki kesempatan yang sama untuk masuk ke sekolah penerbang. Syarat utama untuk lolos Sekbang hanya dua. Pertama lulus tes kesehatan, kedua lolos tes psikologi (psychotes).

Pemilihan/seleksi masuk Sekbang dilakukan ketika seorang taruna menjalani pendidikan pada tahun keempat. Pada tahun pertama, pendidikan ditempuh para taruna di Akademi Militer (Akmil) Magelang. Baru kemudian sejak tahun kedua, berlanjut di tahun ketiga dan keempat, para taruna menempuh pendidikan di AAU Yogyakarta dalam tiga kelas seperti yang telah dikemukakan sebelumnya yaitu teknik, elektro dan administrasi.

Saya bersama teman-teman saat masih pendidikan.(Foto: Dokumen Pribadi)

Pengalaman Tes Masuk Sekbang

Ketika mulai memasuki tahun keempat sebagai taruna, kesempatan untuk tes masuk sekbang dibuka sekitar Juli hingga Agustus. Pada waktu masuk Sekbang, dari seluruh teman angkatan di AAU angkatan 1976 yang berjumlah 84 orang, sebanyak 25 orang berhasil masuk Sekbang. Kemudian ada dari AAU angkatan ‘74 dan ‘75 masing-masing ada dua orang. Para perwira AU yang bercita-cita masuk Sekbang menjalani seleksi yang sangat ketat. Berbeda dengan para taruna yang berasal dari Angkatan Laut dan Kepolisian yang langsung bisa langsung masuk Sekbang. Pada waktu itu, tidak ada satupun perwira dari Angkatan Darat (AD) yang mendaftar masuk Sekbang.

Sekitar Juli hingga Agustus 1976, saya bersama dengan teman-teman sudah dinyatakan lulus seleksi Sekbang. Setelah dinyatakan lulus, kami semua langsung dikirim ke Lanud Adisutjipto untuk menjadi siswa Sekbang. Sementara teman-teman taruna AAU lain yang tidak lulus Sekbang meneruskan ke kecabangan. Mulai dari teknik pesawat, elektro, hingga administrasi dan logistik/pembekalan.

Pada Januari 1977, para siswa yang lolos seleksi diserahkan untuk mulai menjalani pendidikan di Sekbang. Ketika itu, kami semua masuk dalam Sekbang Angkatan 23. Namun masih di awal tahun yang sama yaitu pada awal, sekitar Februari atau Maret 1977, ada kabar yang datang dari Amerika Serikat (AS); Angkatan Udara AS/United States Air Force (USAF) menyediakan kuota untuk tiga orang penerbang dari TNI-AU.

Kendala Bahasa

Kabar baik yang datang dari negeri Paman Sam direspons dengan sangat positif oleh para siswa Sekbang Angkatan ‘23. Namun dari 30 orang siswa hanya tiga orang yang lolos seleksi. Pertama adalah teman seangkatan, namanya Surya Dharma. Hasil tes bahasa Inggrisnya menunjukkan skor yang sangat baik. Sementara saya dan seorang teman seangkatan yang lain yaitu Ganjar Wiranegara yang juga lolos seleksi, harus belajar bahasa Inggris dengan intensif karena nilai yang kami peroleh masih jauh di bawah angka minimum yang ditetapkan yaitu 60.

Namun kami berdua bernasib baik. TNI-AU memberi kesempatan pada kami berdua untuk belajar Bahasa Inggris agar dapat mencapai nilai yang ditargetkan yaitu di atas 60. Kami berdua bekerja keras untuk meningkatkan nilai agar dapat berangkat ke AS. Pada pagi hari kami berdua berlatih terbang, setelah selesai berlatih, kami belajar bahasa Inggris di Laboratorium TNI-AU yang juga terletak di Kompleks Sekbang.

Setelah berlatih dan akhirnya berhasil terbang solo dengan pesawat T-34 Alfa serta belajar bahasa Inggris secara intensif di Lab TNI-AU akhirnya tiba juga pada tenggat waktu (deadline) yaitu April atau Mei 1977, saya agak lupa. Indonesia harus mengirimkan tiga orang penerbang yang lolos seleksi untuk memenuhi slot yang diberikan oleh AS, sehingga sebelum deadline, hasil dari seleksi harus diperlihatkan dan tentu saja harus mencapai atau melampaui target yang ditetapkan.

Namun hasilnya masih kurang memuaskan, meski tidak terlalu mengecewakan. Nilai tes bahasa Inggris saya hanya 58, kurang dua point dari skor minimum. Tetapi sekali lagi nasib baik masih memihak. Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Indonesia yang berada di Jakarta akhirnya memberikan toleransi. Dua orang siswa penerbang yang nilai skor bahasa Inggrisnya di atas 55 bisa diterima di Sekolah Penerbang Angkatan Udara AS.

Catatan yang diberikan adalah untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, saya dan rekan seangkatan harus kembali sekolah Bahasa Inggris di AS selama enam pekan agar dapat mencapai target yang ditetapkan. Tapi itu itu terlalu menjadi masalah, karena yang terpenting, kuota untuk mengirimkan tiga orang siswa untuk mengikuti sekolah penerbangan di negeri Paman Sam yang diberikan untuk Indonesia dapat dipenuhi oleh TNI-AU.{}


Share this

Baca
Artikel Lainnya