Pramuka Indonesia. (Foto: Foto: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
62 Tahun Gerakan Pramuka Indonesia

Date

Tepat 62 tahun lalu, pada 14 Agustus 1961, dalam suatu upacara kenegaraan yang digelar di halaman Istana Negara, Gerakan Pramuka dirilis secara resmi kepada publik oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Pertama, Bung Karno.

Pada hari ini, Senin, 14 Agustus 2023, Gerakan Praja Muda Karana (Pramuka) Indonesia genap berusia 62 tahun. Tepat 62 tahun lalu, pada 14 Agustus 1961, dalam suatu upacara kenegaraan yang digelar di halaman Istana Negara, Gerakan Pramuka dirilis secara resmi kepada publik oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Pertama, Bung Karno. Kepada Ketua Pertama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Bung Karno menyerahkan Panji Gerakan Pramuka. Selanjutnya, Sri Sultan menyerahkan panji kepada barisan defile pramuka yang kemudian mengarak keliling Kota Jakarta.

Gerakan kepanduan di Indonesia memiliki sejarah yang panjang karena sudah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Mengutip laman pramuka. or.id, pada 1912, ketika masih bernama Hindia Belanda, di Batavia yang kini bernama Jakarta, telah dimulai latihan kelompok pandu.

Latihan itu kemudian berkembang dan menjadi cabang Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO). Dua tahun kemudian, pada 1914, cabang itu berdiri sendiri dan disahkan dengan nama Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) atau Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda. Anggotanya sebagian besar adalah keturunan Belanda.

Namun di Solo, dua tahun kemudian, pada 1916 berdiri sebuah organisasi kepanduan yang seluruh anggotanya adalah para bumiputera. Pendirian organisasi yang diberi nama Javaansche Padvinders Organisatie itu dipelopori oleh Raja Keraton Solo, Mangkunegara VII.

Dimulai dari Solo, selanjutnya lahir berbagai organisasi kepanduan, baik yang berbasis suku maupun agama hingga yang mulai mencantumkan identitas nasional. Mulai dari Padvinder Muhammadiyah yang diberi nama Hizbul Wathan, Pandu Ansor, Al Wathoni, Syarikat Islam Afdeling

Pandu, Al Wathoni, El-Hilal, Kepanduan Asas Katolik Indonesia, Tri Darma (Kristen), Kepanduan Masehi Indonesia, Pandu Kesultanan, Nationale Padvinderij, Kepanduan Bangsa Indonesia dan Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie.

Perkembangan Gerakan Kepanduan di Hindia Belanda menarik perhatian Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell. Pada awal 1934, didampingi istri dan anak-anaknya, beliau mengunjungi organisasi kepanduan yang berada di Batavia, Semarang dan Surabaya. Setahun sebelumnya, pada 1933, delegasi kecil para Pandu di Hindia Belanda juga telah mengunjungi Jambore Kepanduan di Dunia yang digelar di Hungaria.

Empat tahun kemudian, kontingen Pandu Hindia Belanda yang terdiri dari pandu-pandu keturunan Belanda dan Bumiputera yang antara lain berasal dari Batavia, Bandung, Ambon, Mangkunegaran dan beberapa keturunan Tionghoa dan Arab mengikuti Jambore sedunia yang digelar di Belanda pada 1937. Selanjutnya pada 19 hingga 23 Juli 1941 atau empat tahun setelah Jambore di Belanda, di Yogyakarta juga digelar All Indonesian Jamboree yang dikenal dengan Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem.

Di Surakarta, empat tahun kemudian, pada 27 hingga 29 Desember 1945 digelar Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia. Selama dua hari, kongres yang digelar pertama kali setelah Indonesia merdeka, disepakati sebuah keputusan jika Pandu Rakyat Indonesia menjadi satu-satunya atau organisasi tunggal kepramukaan di tanah air.

Sejak saat itulah, sejarah Pramuka di Indonesia bertali temali erat dengan dinamika RI sebagai negara yang baru saja merdeka. Setelah agresi militer Belanda II berhasil menduduki ibu kota RI yang ketika itu berada di Yogyakarta, Pandu Rakyat dilarang beraktivitas di daerah-daerah yang telah diduduki oleh Belanda yang ingin kembali merebut tanah jajahannya.

Namun pelarangan itu dijawab dengan kemunculan organisasi sejenis seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI) dan Kepanduan Indonesia Muda.

Ilustrasi anggota Pramuka saat mengikuti upacara.(Foto: BPMI Setpres)

Seiring dengan bertambahnya usia republik yang baru merdeka pada 17 Agustus 1945, perpecahan terjadi dalam kepanduan Indonesia. Kurang lebih tercatat 100 organisasi yang tergabung dalam Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo). Namun demikian, meski jumlahnya hampir mencapai 100, kuantitas anggota di masing-masing organisasi tidak berbanding lurus dengan jumlah anggota perkumpulan atau jumlahnya sedikit.

Tak hanya itu, kepentingan kelompok atau golongan juga sangat tinggi di masing-masing organisasi. Dampaknya potensi perpecahan menjadi sangat besar dan berpotensi membuat Perkindo menjadi lemah. Akhirnya dua Pandu Agung yaitu Bung Karno dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX berinisiatif untuk mengintegrasikan berbagai organisasi kepanduan untuk mempersatukan sekaligus menghindari perpecahan yang semakin meruncing.

Bung Karno menyampaikan ide persatuan itu pada Oktober 1959 ketika mengunjungi Perkemahan Besar Persatuan Kepanduan Putri Indonesia yang digelar di Desa Semanggi, Ciputat, Tangerang. Selanjutnya, atas instruksi Bung Besar, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu dan diberi nama Pramuka. Sang Proklamator kemerdekaan juga menunjuk panitia yang terdiri dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Prijono, Aziz Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono untuk menindaklanjuti kesepakatan yang telah disetujui.

Dalam waktu kurang dari dua tahun, pada 9 Maret 1961 diresmikan nama Pramuka sekaligus ditetapkan sebagai Hari Tunas Gerakan Pramuka, Kemudian pada 20 Mei 1961, Presiden merilis keputusan Nomor 238 tahun 1961 Tentang Gerakan Pramuka yang dikenal sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja. Selanjutnya pada 20 Juli 1961, para wakil organisasi Kepanduan Indonesia merilis pernyataan/statement untuk meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka di Istana Olahraga (Istora) Senayan, Jakarta, yang dikenal dengan Hari Ikrar Gerakan Pramuka.

Tanpa perlu menunggu lama, dalam waktu kurang dari sebulan, pada 14 Agustus 1961, Sang Pandu Agung Pertama, Bung Karno menyerahkan panji Gerakan Pramuka kepada Pandu Agung Kedua yang juga Ketua Pertama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Penyerahan itu setiap tahun diperingati sebagai Hari Pramuka di Indonesia Raya tercinta. {}

Share this

Baca
Artikel Lainnya