Penerbang TNI AU sukses uji terbang perdana pesawat jet tempur KF-21 Boramae. (Foto: DISPEN TNI-AU)
Penerbang TNI-AU di Kokpit Jet Tempur Kolaborasi Indonesia – Korea Selatan

Date

Kolonel Penerbang (Pnb) Muhammad Sugiyanto berhasil melaksanakan uji terbang perdana pesawat tempur (fighter aircraft) Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX) produksi nomor empat di Pangkalan Udara Sacheon, Korea Selatan (Korsel), Selasa, 16 Mei 2023.

Dikutip dari akun instagram Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU), jet tempur berkursi ganda (tandem) itu diterbangkan oleh Penerbang Uji (Test Pilot) yaitu Jim Tae Bom dari Korea Aerospace Industries (KAI) di kursi depan (front seat). Sementara kursi belakang (back seat) diduduki oleh Kolonel Pnb Muhammad Sugiyanto yang memiliki call sign “Mammoth”.

Mammoth duduk di back seat untuk menguji sistem Communication, Navigation and Identification (CNI-1) serta Core Avionics. Dalam Penerbangan yang berlangsung sejak pukul 10.35 dan berakhir pada 11.34 waktu setempat (Korea Standard Time/KST) di Area South of Sacheon Air Force Base (AFB). Bertindak sebagai pesawat Chaser adalah satu unit pesawat tempur F-16 Fighting Falcon milik Republic Of Korea Air Force (ROKAF).

Mammoth merupakan alumnus Akademi Angkatan Udara (AAU) tahun 2000 dan Sekolah Penerbangan (Sekbang) LXIV. Di Indonesia, alumni Sekolah Penerbangan (Sekbang) LXIV itu sehari-hari bertugas menerbangkan jet tempur Hawk 100/200 di Skadron Udara 1, Pangkalan TNI-AU (Lanud) Supadio, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Selain Mamooth, penerbang tempur (fighter pilot) TNI-AU yang ditugaskan sebagai Test Pilot KFX-IFX yang kini telah berganti nama menjadi KF-21 Boramae ialah Letnan Kolonel (Letkol) Pnb Ferrel “Venom” Rigonald, MMOAS.

Purwarupa Kelima

Masih dikutip dari sumber yang sama, penerbangan tandem kali ini sekaligus mengawali flight perdana purwarupa kelima tipe kursi tunggal (single seat) yang akan dioperasikan oleh TNI-AU di Indonesia. Oleh sebab itu pada hari yang sama, Selasa, 16 Mei 2023, dilakukan juga penerbangan pertama prototipe nomor lima.

Jet tempur generasi 4,5 tersebut diterbangkan oleh Test Pilot dari ROKAF. Rencananya prototipe kelima Boramae yang berarti Elang dalam bahasa Indonesia itu akan diserahterimakan kepada Pemerintah Republik Indonesia dalam jangka waktu tiga tahun lagi, tepatnya pada 2026 ketika pembangunan jet tempur memasuki fase terakhir. Usai keberhasilan uji terbang (test flight), pada sore harinya digelar congratulation party yang dihadiri perwakilan dari Korea Aerospace Industries (KAI) dan PT Dirgantara Indonesia (PTDI).

Perkembangan kerja sama pembangunan jet tempur kolaborasi kedua negara memang selalu menarik untuk diamati. Sejak fase awal, TNI-AU memang sudah dilibatkan dalam proses pembuatan KF-21 Boramae, mulai dari tahap desain. Sebagai pengingat, prototipe pertama dan kedua Boramae telah melakukan penerbangan perdana pada Juli dan November 2021. Sementara purwarupa ketiga berhasil lepas landas (take off) pada Januari 2023 dan berhasil mencapai kecepatan supersonik. Tiga prototipe tersebut hanya memiliki satu kursi di kokpit untuk pilot. Baru pada prototipe keempat terdapat dua kursi di kokpit.

Peran PTDI

Kehadiran perwakilan PTDI dalam congratulation party usai keberhasilan uji terbang (test flight) adalah sebuah berita baik yang perlu diberikan apresiasi khusus. Harapan tentang masa depan sekaligus
kemajuan industri dirgantara Indonesia sangat ditentukan oleh maju atau mundurnya PTDI.

Pesawat jet tempur KF-21 Boramae. (Foto: Dispen TNI-AU)

Apabila PTDI mampu menjalin kerja sama jangka panjang dengan KAI dengan pintu masuk/entry point pengembangkan bersama pesawat tempur secara mandiri di dalam negeri, maka masa depan industri dirgantara di tanah air dipastikan cerah, karena akan mengalami kemajuan yang signifikan. Namun bila kerja sama tidak berlanjut karena diakibatkan satu dan lain hal, misalnya kendala finansial, maka akan sangat disayangkan apabila kondisi industri dirgantara yang merupakan salah satu elemen penting dalam industri pertahanan nasional akan jalan di tempat karena tidak akan mengalami kemajuan yang berarti.

Tidak perlu berangan-angan terlalu jauh, apalagi menyusun rencana jangka panjang yang muluk-muluk. Apabila PTDI mampu menjadi supplier pesawat tempur bagi TNI-AU di dalam negeri saja, maka keuntungan finansial dalam jumlah yang cukup besar pasti dapat diraih. Langkah selanjutnya, dari hasil keuntungan tersebut, kemudian dapat dijadikan kekuatan finansial untuk mendukung berbagai upaya penelitian dan pengembangan (litbang). Litbang harus terus menerus diperkuat untuk memajukan industri dirgantara sebagai bagian dari industri pertahanan di dalam negeri.

Sebagai ilustrasi, bahkan contoh konkret, perusahaan-perusahaan produsen alat utama sistem senjata (Alutsista) besar di dunia seperti Lockheed Martin di Amerika Serikat (AS) dapat maju dan berkembang serta memiliki berbagai produk unggulan karena didukung oleh tim Litbang atau Research and Development (R&D) yang kuat.

Dua contoh produk Lockheed Martin yang dikenal luas di dunia adalah pesawat tempur legendaris F-16 Fighting Falcon dan pesawat angkut terkenal Hercules. Keduanya telah teruji dan dipergunakan oleh banyak angkatan udara di dunia sebagai tulang punggung (back bone) pertahanan udara. Kembali ke Boramae, perlu diketahui, selain pengadaan pesawat, pemeliharaan hingga pemutakhiran (upgrading) juga dapat dikerjakan oleh PTDI.

Semoga di masa depan, bahkan tidak lama lagi, pesawat-pesawat tempur yang terbang tinggi dengan suara bergemuruh di langit Indonesia adalah buatan dalam negeri. Bukankah memang seharusnya kedaulatan udara di negara dijaga oleh Alutsista buatan dalam negeri?

Mudah-mudahan TNI-AU dan PTDI dapat terus bersinergi untuk kemajuan Indonesia tercinta.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya