Foto:Lockheed Martin
Negosiasi di Balik Pengadaan Super Hercules, Sang Penjelajah Angkasa Indonesia

Date

Satu dari lima unit pesawat C-130J Super Hercules Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU) berhasil mendarat dengan selamat di landasan (runway) Pangkalan TNI-AU (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin, 6 Maret 2023 sekitar pukul 13.00 Waktu Indonesia Barat (WIB).

Pesawat angkut berat militer legendaris itu disambut dengan water salute yang merupakan sebuah penghormatan sekaligus ungkapan terima kasih dan selamat datang dalam dunia penerbangan, baik sipil maupun militer.

Dua hari kemudian, tepatnya Rabu, 8 Maret 2023, Presiden Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi langsung meresmikan pengoperasian pesawat bermesin turboprop itu. Pesawat buatan Lockheed Martin, Amerika Serikat (AS) tersebut akan dioperasikan oleh Skadron Udara 31 Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Super Hercules akan menggantikan Hercules tipe lama. Hercules tipe J sudah mengadopsi full glass cockpit alias full digital. Bahkan dilengkapi juga dengan head-up display selayaknya pesawat tempur.

Kecanggihan teknologi menjadikan Super Hercules dapat diterbangkan hanya oleh tiga orang kru yang terdiri dari pilot, kopilot dan loadmaster. Sedangkan pada Hercules tipe sebelumnya yang telah memperkuat TNI-AU sejak era 1960-an, dibutuhkan lima personel untuk mengoperasikannya.

Data dari Lockheed Martin, pabrikan Super Hercules di AS menyebutkan, pesawat berbadan bongsor produk terbarunya itu dapat terbang lebih cepat, lebih tinggi, dan lebih jauh.

C-130 J dapat melaju dengan kecepatan 650 kilometer(km) per jam dan mampu terbang menempuh jarak hingga 3200 km. Sedangkan C-130 H hanya dapat terbang dengan kecepatan 580 km/jam dan menempuh jarak 1900 km.

Bagi sebuah negara kepulauan seperti Indonesia yang terdiri dari sepertiga daratan, dua pertiga lautan dan tiga per tiga udara, pesawat angkut berat yang mampu terbang dengan kecepatan tinggi sekaligus memiliki daya jelajah dan mempunyai jarak tempuh seperti Super Hercules adalah sebuah pilihan yang sangat tepat.

Presiden Jokowi sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia (RI) juga menegaskan jika pesawat dengan empat baling-baling tipe terbaru itu sangat cocok untuk dioperasikan di Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Salah satu alasan yang dikemukakan presiden adalah pesawat mampu terbang selama sebelas jam.

Ketika meresmikan operasional pesawat yang dikenal sebagai sang penjelajah, presiden mengemukakan pemerintah RI melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) telah memesan lima unit untuk memperkuat armada TNI-AU. Empat unit lainnya diperkirakan akan tiba pada Juni, Juli dan Oktober 2023 serta yang terakhir atau unit kelima akan datang pada Januari 2024.

Proses Pengadaan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 30 Tahun 2015 Tentang Imbal Dagang, Kandungan Lokal dan Ofset dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) dari Luar Negeri, maka pengadaan Super Hercules harus mengikuti regulasi yang berlaku.

Sebagai Wakil Kepala Tim Pelaksana (Wakatimlak) Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), saya adalah salah satu yang mengikuti negosiasi untuk imbal dagang konten lokal dan ofset dari pengadaan kali ini. Negosiasi berjalan dengan sangat alot. Namun dengan dukungan hasil survei, maka ditetapkan industri yang mendukung keberlanjutan (sustainability) pesawat adalah Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMF AeroAsia) yang dibantu PT Dirgantara Indonesia (PTDI) sebagai manufaktur komponen.

Sebagai komite negara, KKIP memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan ofset, sementara pelaksanaannya merupakan otoritas Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan (Ditjen Pothan) Kemhan.

Diatur dalam Permenhan RI Nomor 30 Tahun 2015, KKIP adalah Komite yang mewakili pemerintah untuk mengkoordinasikan kebijakan nasional dalam perencanaan, perumusan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi Industri Pertahanan. Sementara yang dimaksud dengan Ofset adalah pengaturan antara Pemerintah dan penyedia alpalhankam dari luar negeri untuk mengembalikan sebagian nilai kontrak kepada negara pembeli, dalam hal ini Indonesia sebagai salah satu persyaratan jual beli.

Negosiasi panjang dilakukan secara intensif oleh kedua belah pihak yaitu Kemhan RI dan pabrikan Super Hercules di AS yaitu Lockheed Martin Global, INC (LMCI), sesuai regulasi yang berlaku terkait pengaturan ofset. Seperti layaknya pengadaan Alutsista, baik di matra darat, laut maupun udara, proses perundingan antara produsen dengan konsumen cukup memakan waktu.

Namun pada akhirnya, proses negosiasi membuahkan hasil yang menguntungkan kedua belah pihak (win-win solution). Pengaturan ofset antara Kemhan RI dan LMCI terkait dengan pengadaan Super Hercules C-130J melalui pinjaman luar negeri untuk Tahun 2015-2019 akhirnya disepakati.

Pesawat angkut militer C-130J Super Hercules (Foto: TNI AU)

Perawatan Super Hercules

Salah satu kesepakatan penting yang perlu digarisbawahi terkait dengan pengadaan C-130J adalah perawatan pesawat akan dilakukan di Indonesia. Jadi TNI-AU sebagai operator tidak perlu mengirim pesawat kembali ke AS untuk menjalani perawatan. Kesepakatan
tersebut tentu saja sangat menguntungkan Indonesia. Secara langsung akan terjadi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia yang dapat melakukan perawatan pesawat angkut militer seperti Hercules.

Proses perawatan (maintenance), perbaikan (repair) hingga overhaul yang dikenal dengan MRO akan dilakukan di Indonesia. Begitu juga dengan proses overhaul berat seperti pergantian Center Wing Box yang cukup sulit dan sangat rumit juga akan dilakukan untuk pertama kalinya di Indonesia.

Demikianlah seharusnya proses pengadaan Alutsista dilakukan di negara manapun, termasuk Indonesia. Sebagai negara pembeli, Indonesia harus memperoleh keuntungan dalam proses pengadaan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Jadi tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa pengadaan C-130J Super Hercules Sang Penjelajah Langit Indonesia sangat baik dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Indonesia sebagai negara pembeli dapat memperoleh keuntungan dari aspek finansial jika mampu membuktikan dirinya dapat memberikan pelayanan terbaik terkait dengan MRO. Banyak sekali negara-negara tetangga di Asia Tenggara bahkan Asia yang menggunakan Hercules sebagai pesawat angkut berat militernya. {}

Share this

Baca
Artikel Lainnya