Foto: Korea Aerospace Industries (KAI)
Kerja Sama Jet Tempur Indonesia – Korsel yang Terancam Batal

Date

Sangat disayangkan jika kerja sama strategis kedua negara yang terjalin selama 14 tahun sejak kontrak ditandatangani berakhir dengan ketidakpastian.

Kabar buruk datang dari Seoul, Ibu Kota Korea Selatan (Korsel), akhir pekan lalu, tepatnya Jumat, 5 Mei 2023. Seperti diberitakan sebuah media digital yang berbasis di Korsel yaitu imnews.imbc.com, Polandia ingin berpartisipasi dalam pengembangan KF-21 menggantikan Indonesia sebagai negara partner.

Berikut berita yang dikutip secara utuh dan diterjemahkan secara bebas dari Bahasa Korea ke Bahasa Indonesia:

“Kami ingin berpartisipasi dalam pengembangan KF-21” Pesan resmi dari Polandia

Telah dikonfirmasi bahwa Polandia yang telah menandatangani kontrak ekspor senjata senilai puluhan triliun won dengan kami, telah secara resmi menyampaikan niatnya untuk berpartisipasi dalam pengembangan bersama jet tempur Korea KF-21.

Ada rencana bagi Polandia untuk membayar bagian dari kontribusi pembangunan yang saat ini tidak dibayarkan oleh Indonesia.

Itu sedang dibahas.

Reporter Jeong Dong-hoon meliput cerita secara eksklusif.

Laporan

Pesawat tempur KF-21 Korea, yang telah berhasil dalam penerbangan supersonik terbukti mampu menembakkan rudal udara-ke-udara jarak pendek.

Pembangunan tahap 1 saat ini sedang berlangsung, dengan target penyelesaian pada tahun 2026.

Melihat proses sejauh ini, pembangunan yang sukses menunjukkan situasi yang kondusif.

Telah dikonfirmasi bahwa pihak Polandia telah secara resmi menyampaikan keinginannya untuk berpartisipasi dalam proyek pesawat tempur generasi mendatang ini.

Hwaweck, ketua PGZ (Pizzet), sebuah perusahaan pertahanan milik Polandia, yang mengunjungi Korea bulan lalu, menyatakan keinginannya untuk berpartisipasi dalam proyek KF-21.

Seorang pejabat pemerintah mengatakan, “Ketua Hbawek secara resmi menyatakan keinginannya untuk berpartisipasi dalam proyek KF-21 sebagai pengembang bersama pada pertemuan yang dihadiri oleh pejabat tinggi dari perusahaan kami.”

Adapun waktu keikutsertaannya, karena pengembangan senjata udara-ke-udara yang merupakan tahap pertama pengembangan KF-21 hampir selesai, dijelaskan bahwa 2026, ketika pengembangan tahap 2 senjata berupa rudal udara-ke-permukaan akan dimulai, telah dibahas dengan serius.

Adapun metode partisipasi, rencana Polandia untuk membayar 800 miliar won dalam kontribusi pembangunan yang saat ini telah jatuh tempo oleh Indonesia dan mengambil saham sedang dibahas.

Jika Polandia bergabung, diharapkan tidak hanya akan mengurangi beban biaya pengembangan yang sangat besar, tetapi juga akan sangat membantu memajukan pasar Eropa di masa mendatang.

“Mungkin ada peluang untuk menggunakan Polandia sebagai jangkar untuk melakukan ekspansi ekspor ke negara tetangga di masa depan.”

Namun, kesepakatan antara pemerintah kedua negara diperlukan, dan proses konsultasi yang ketat dengan Indonesia, sebagai salah satu pengembang, juga dibutuhkan.

Sementara pihak PGZ diketahui berencana untuk mengirimkan Letter of Intent (LoI) untuk berpartisipasi sebagai negara partner pembangunan bersama kepada pemerintah Korea cepat atau lambat melalui pemerintah Polandia.

Administrasi Program Akuisisi Pertahanan mengatakan, “Begitu letter of intent diterima, kami akan memulai tinjauan skala penuh.”

Foto: Korea Aerospace Industries

Ada beberapa hal yang perlu diulas terkait pemberitaan di atas. Pertama sekaligus yang utama adalah terkait dengan rencana Polandia untuk membayar bagian dari kontribusi pembangunan yang saat ini tidak dibayarkan oleh Indonesia yang saat ini sedang dibahas. Sebagai negara yang menjadi mitra awal dalam pengembangan jet tempur KF-21, Indonesia harus mengambil sikap pro-aktif dan berusaha keras untuk kembali membuka ruang negosiasi dengan Korsel.

Bendera nasional Korsel, Taegeukgi, dan Sang Saka Merah Putih, bendera kebangsaan Indonesia yang berada di bodi KF-21 menunjukkan jika kedua negara adalah mitra strategis dalam proyek pengembangan pesawat tempur. Artinya kedua negara, terutama Indonesia harus dapat melakukan negosiasi ulang atau renegosiasi.

Sangat disayangkan jika kerja sama strategis kedua negara yang terjalin selama 14 tahun sejak kontrak ditandatangani berakhir dengan ketidakpastian. Sebelum perjanjian kerja sama dalam bentuk nota kesepahaman/Letter of Intent (LoI) dengan Polandia disetujui oleh Korsel, Indonesia harus mengambil peran atau lebih mengintensifkan proses negosiasi dengan Korsel.

Jika kerja sama dengan Indonesia diakhiri oleh Korsel dan kemudian negara ginseng itu lebih memilih untuk bermitra dengan Polandia, maka akan banyak sekali kerugian yang ditimbulkan dan harus ditanggung oleh Indonesia, antara lain:

  1. Terkait dengan eksistensi dan reputasi Indonesia baik di kawasan Asia Tenggara, Benua Asia maupun dunia. Informasi tentang Indonesia yang berpartner dengan Korsel dalam pembangunan KF-21 yang dalam Bahasa Korea dijuluki “Boramae” yang berarti “Elang” dalam Bahasa Indonesia menjadikan eksistensi Indonesia semakin diperhitungkan. Namun jika kerja sama kedua negara berhenti di tengah jalan atau mengalami kegagalan, maka reputasi Indonesia akan tercoreng dan akan dinilai oleh negara-negara lain sebagai sebuah negara yang tidak menunjukkan komitmen dalam hubungan bilateral. Dampaknya akan sangat merusak sekaligus berbahaya apabila di masa depan ingin membangun kerja sama dengan negara-negara lain.
  2. Daya gentar (deterrent effect) Indonesia yang sebelumnya menguat setelah negara-negara lain memperoleh informasi kerja sama pembangunan jet tempur generasi 4,5 dengan Korsel akan melemah setelah kemitraan batal di tengah jalan. Negara-negara lain yang mungkin atau berpotensi berseberangan dengan Indonesia akan menilai sebagai sebuah negara banga (nation state), negara terbesar di Asia Tenggata itu tidak perlu diperhitungkan sebagai sebuah kekuatan yang signifikan.
  3. Daya saing industri baik pertahanan maupun dirgantara yang diprediksi akan berkembang pesat setelah kerja sama pembangunan KF-21 yang berteknologi siluman berhenti di tengah jalan, akan meleset jauh dari perkiraan.

Selain tiga potensi kerugian yang telah dikemukakan, masih banyak sekali dampak negatif jika kerja sama dibatalkan oleh Korsel. Oleh sebab itu, alangkah baiknya pemerintah Republik Indonesia (RI) segera berkoordinasi dengan kementerian-kementerian terkait agar kerja sama strategis yang telah dibangun selama lebih dari satu dekade kemitraan tidak berhenti begitu saja di tengah jalan. {}

Share this

Baca
Artikel Lainnya