Foto: Perpusnas
Gerakan Kepanduan, Robert Baden-Powell dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Date

Pada hari ini, tepatnya 12 April diperingati sebagai Hari Bapak Pramuka Indonesia. Lalu siapa sosok Bapak Pramuka Indonesia yang dimaksud?

Dia adalah Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) IX. Raja Keraton Yogyakarta tersebut dilahirkan pada 12 April 1912 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tanggal lahirnya setiap tahun diperingati sebagai Hari Bapak Pramuka Indonesia.

Dikutip dari laman pramuka.or.id, gelar lengkap HB IX adalah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga ing Ngayogyakarta Hadiningrat.

HB IX dianugerahi penghargaan Bronze World Award dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) pada 1973 untuk jasanya membangun Gerakan Pramuka di Indonesia. Pada waktu itu, Sri Sultan menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional yang pertama. Jabatan itu diembannya sejak 1966 hingga 1973.

Setelah itu, Ngarsa Dalem diberi kepercayaan oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Kedua, Soeharto, sebagai wakilnya sejak 1973 hingga 1978. Tercatat dalam sejarah kenegaraan Indonesia, HB IX adalah Wakil Presiden (Wapres) Kedua RI setelah Mohammad Hatta yang akrab disapa Bung Hatta. Jadi pemerintahan Orde Baru dimulai oleh Soeharto sebagai Presiden Kedua RI yang didampingi oleh Sri Sultan sebagai Wapres Kedua RI.

Selain aktif di Gerakan Pramuka dan sebelum menjabat sebagai wapres, HB IX juga pernah diberi kepercayaan memegang beberapa jabatan sipil. Tentu saja yang pertama adalah sebagai Sultan Yogyakarta Kesembilan sejak 1940 hingga 1988 sekaligus Gubernur DIY sejak 1945-1988. Selain iti, HB IX juga pernah menempati posisi Jenderal Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) Tituler sejak 1950, Menteri Negara Indonesia (1946-1949), Menteri Pertahanan kelima (1949, 1952-1953), Wakil Perdana Menteri Kelima (1950-1951). Terakhir, sebelum diangkat menjadi Wapres, HB IX juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sejak 1966 hingga 1973.

Tak hanya di gerakan pramuka dan memangku berbagai jabatan sipil, Sri Sultan juga pernah menjalani dinas militer sebagai salah satu komandan dalam Perang Revolusi Nasional Indonesia. Mulai dari Agresi Militer Belanda II, Serangan Umum 1 Maret 1949 hingga menghadapi Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang terjadi di Bandung, Jawa Barat pada 23 Januari 1950.

Sultan mulai menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di Frobel School. Dilanjutkan ke pendidikan Dasar di Eerste Europese Lagere School (ELS) pada 1925 kemudian dilanjutkan ke Hogere Burger School (HBS) di Semarang dan Bandung pada 1931. Kemudian Ngarso Dalem melanjutkan pendidikan tinggi ke negeri Belanda di Rijkuniversiteit, Leiden. Di salah satu universitas yang berada di negeri kincir angin tersebut, Sri Sultan mengambil jurusan Ilmu tentang Indonesia (Indologie) dan Ekonomi.

Dalam sejarah Republik Indonesia (RI) yang baru saja memproklamirkan diri sebagai negara merdeka, jasa Sri Sultan tercatat dengan tinta emas. Ketika Keraton Yogyakarta menyatakan diri berada di belakang RI yang baru saja diproklamirkan, Ngarso Dalem menyumbangkan uang sebesar 6 juta gulden untuk biaya pemerintahan dan pegawai agar administrasi RI yang baru saja berdiri tidak dinyatakan bangkrut.

Setelah malang melintang sekaligus memberi warna dalam sejarah Indonesia, Sri Sultan mengembuskan napas terakhirnya pada 2 Oktober 1988 pada usia 76 tahun di Washington D.C Amerika Serikat (AS). Hanya berselang kurang dari dua tahun setelah wafatnya, Pemerintah
RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan (SK) Presiden Nomor 053/TK/1990 pada 30 Juli 1990.

Gerakan Kepanduan

Sebelum Sri Sultan menjabat sebagai Ketua Kwarnas yang pertama, gerakan kepanduan di Indonesia yang ketika itu masih menjadi negeri jajahan bernama Hindia Belanda sebenarnya telah dimulai sejak 1912. Pada tahun yang sama dengan kelahiran Ngarso Dalem tersebut telah dimulai latihan sekelompok pandu di Batavia.

Dalam perkembangannya, kelompok pandu di Ibu Kota Hindia Belanda itu menjadi cabang dari Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO). Dikutip dari laman pramuka.or.id, dua tahun kemudian, tepatnya pada 1914, cabang di Batavia, Ibu Kota Hindia Belanda memperoleh pengesahan dan kemudian berdiri sendiri serta diberi nama Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda/Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV).

Sebagian besar anggota NIPV ketika pertama kali berdiri adalah keturunan Belanda. Namun dua tahun kemudian, tepatnya pada 1916, akhirnya organisasi kepanduan yang anggotanya anak-anak bumiputera didirikan. Dimulai dari pemimpin Keraton Solo yaitu Mangkunegara VII, yang membentuk Javaansche Padvinders Organisatie, muncul berbagai kepanduan berbasis agama dan suku, antara lain:

  • Padvinder Muhammadiyah (Hizbul Wathan).
  • Nationale Padvinderij.
  • Syarikat Islam Afdeling Pandu.
  • Kepanduan Bangsa Indonesia.
  • Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie.
  • Pandu Indonesia.
  • Padvinders Organisatie Pasundan.
  • Pandu Kesultanan, El-Hilaal.
  • Pandu Ansor.
  • Al Wathoni.
  • Tri Darma (Kristen).
  • Kepanduan Asas Katolik Indonesia.
  • Kepanduan Masehi Indonesia.
Foto: State Library of Queensland

Perkembangan gerakan kepanduan di Hindia Belanda menarik perhatian Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell. Didampingi istrinya, Lady Baden-Powell, dan anak-anaknya, pada awal Desember 1934, Baden-Powell mengunjungi organisasi kepanduan di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Sebelumnya, pada 1933 yang digelar di Hungaria, para pandu di Hindia Belanda telah mengirimkan delegasi untuk menyaksikannya.

Setelah Baden Powell berkunjung ke Hindia Belanda, pada Jambore Sedunia yang digelar di Belanda pada 1937, Kontingen Pandu Hindia Belanda yang terdiri dari keturunan Belanda dan bumiputera yang berasal dari Batavia, Bandung, Pandu Mangkunegaran, Ambon, hingga keturunan Tionghoa dan Arab, turut hadir menjadi peserta. Sementara di dalam negeri, perkemahan dan jambore kepanduan juga dilaksanakan di berbagai daerah. Salah satunya adalah All Indonesian Jamboree atau “Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem.” yang digelar pada 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.

Dari Yogyakarta, sejarah gerakan pramuka di Indonesia terus bergulir seiring dengan berjalannya waktu. Data dari Kwartir Nasional, hingga akhir 2020, jumlah anggota dewasa gerakan pramuka dari unsur Pelatih Pembina, Pembina, Majelis Pembimbing, Andalan Kwartir, Pimpinan Saka hingga Staf Kwartir, Putra dan Putri pada 2020 telah menyentuh angka 1.259.760 anggota.

Dari jumlah anggota yang telah mencapai lebih dari satu juta tersebut, menjadi tugas para pengurus kwarnas untuk meningkatkan kualitas pramuka Indonesia agar dapat lebih maju mengikuti perkembangan zaman yang tidak pernah berhenti seiring dengan bergulirnya roda sejarah. Visi dan misi serta tujuan dari Gerakan Pramuka harus dapat diterapkan agar tidak hanya sekadar menjadi slogan. Begitu juga dengan arah kebijakan, rencana strategis hingga Dasa Karya Kwartir Nasional 2018 hingga 2023 harus selalu dipelajari serta dikaji, bahkan jika perlu dan memungkinkan ditinjau ulang.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya