Foto: DAPA Korea
Uji Senjata Sang Elang Tempur Kerja Sama Korsel-Indonesia

Date

Setelah berhasil melakukan penerbangan di malam hari untuk pertama kalinya pada Kamis, 9 Maret 2023, Jet Tempur Kolaborasi Republic of Korea (RoK)/Korea Selatan dengan Republik Indonesia (RI), KF-21, berhasil melakukan pengujian sistem senjata, Selasa, 28 Maret 2023.

Uji tembak rudal Meteor dan senapan Gatling 20 mili meter (mm) sukses dilakukan sebelum jet tempur yang diberi julukan dalam bahasa Korea “Boramae” atau “Elang” dalam bahasa Indonesia itu memasuki fase berikutnya yang sekaligus menjadi tahap terakhir yaitu produksi massal.

Pengujian sistem senjata, dikutip dari bulgarianmilitary.com, dilakukan setelah jet tempur generasi 4,5 tersebut lepas landas (take off) dari landasan (runway) Angkatan Udara Korea Republik Korea/Republic of Korea Air Force (ROKAF) dan terbang di laut selatan Korsel.

Rudal udara ke udara (air-to-air missile) Meteor yang berada di stasiun senjata di bawah bodi pesawat KF-21 teruji dapat ditembakkan dengan aman. Begitu juga dengan peluru dari senapan Gatling 20 mm dapat ditembakkan berkali-kali secara simultan tanpa menimbulkan dampak pada mesin pesawat.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, kemampuan pesawat (captive carriage) mengangkut rudal meteor sudah diuji. Namun sejauh ini, belum dilakukan tes penembakan rudal. Selain itu, juga diuji kemampuan jet tempur mengangkut Infrared Imaging System Tail/Thrust Vector-Controlled (IRIS-T) atau rudal jarak pendek dari udara ke udara untuk memastikan tidak ada potensi mengenai pesawat. Test AIM-2000 IRIS-T berdasarkan video yang diperoleh juga dilakukan tanpa hulu ledak (warhead), sehingga yang dilakukan hanya test release dari pesawat.

Kemudian uji penembakan gun 20 mm dilaksanakan untuk mengambil sampel gun gas dan melihat apakah gas tersebut memengaruhi kinerja mesin (engine) apabila masuk ke dalam air intake. Informasi yang diperoleh, hasil dari pengujian berjalan dengan baik sesuai sesuai konsep build up approach dalam proses test and evaluation. Dalam pengujian senjata (weapon testing) fase terbang, terdapat empat tahapan yang harus dilaksanakan. Pertama, environmental qualification. Kedua, avionic integration captive carriage. Ketiga, store separation test. Keempat sekaligus terakhir adalah guided release.

Empat purwarupa KF-21 Boramae telah diproduksi hingga saat ini. Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan/Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korsel merencanakan untuk menerbangkan prototipe kelima dan keenam pada pertengahan 2023. Sementara, produsen KF-21 yaitu Korea Aerospace Industries (KAI) menargetkan untuk mengirimkan 120 Boramae ke Angkatan Udara Korea Republik Korea/Republic of Korea Air Force (ROKAF) pada 2032.

Proyek kolaborasi pembangunan jet tempur terdiri dari dua fase yang dimulai sejak 2015 hingga 2028. Fase pertama dimulai pada 2015 hingga 2026. Pada fase ini, fokusnya adalah pada pengembangan pesawat dan kemampuan tempur udara ke udara (Air-to-air). Selanjutnya pada tahap kedua yang diagendakan berlangsung sejak 2026 hingga 2028, pesawat akan dikembangkan untuk melakukan serangan udara ke darat (Air-to-ground).

Kemitraan Indonesia-Korsel

Duta Besar RI untuk Korsel, Gandi Sulistiyanto, dikutip dari kompas.com mengonfirmasi satu prototipe KF-21 akan dikirim ke Indonesia. Gandi mengemukakan hal tersebut setelah prototipe Boramae dengan nomor ekor 004 sukses menjalani uji terbang , Senin, 20 Februari 2023. Namun Gandi belum dapat memastikan seri keberapa yang akan diterima oleh Indonesia. Dubes Gandi hanya mengemukakan jika purwarupa yang akan dikirim ke Indonesia adalah unit yang diproduksi setelah prototipe keempat.

Bendera nasional Korsel, Taegeukgi, dan Sang Saka Merah Putih, bendera kebangsaan Indonesia yang berada di bodi KF-21 menunjukkan jika kedua negara adalah mitra strategis dalam proyek pengembangan pesawat tempur.

Jika dapat memproduksi pesawat tempur bersama dengan Korsel, maka eksistensi Indonesia akan semakin diperhitungkan di kawasan. Baik di wilayah Asia Tenggara maupun di benua Asia. Namun yang jauh lebih penting selain menjadi negara yang disegani di kawasan, daya gentar (deterrent effect) Indonesia menjadi lebih tinggi terhadap negara-negara yang mungkin berseberangan dengan kepentingan nasional Indonesia.

Boramae memiliki mesin ganda General Electric F414-GE-400K. Jet Boeing F/A-18 E/F Super Hornet juga menggunakan mesin yang sama. Kecepatan mach 1,83 (2.260 Kilometer (Km)/jam) dapat dihasilkan oleh mesin tersebut. Sementara daya tempuh Boramae adalah sejauh 2.900 Km.

Di pasar alutsista global, KF-21 akan berkompetisi dengan pesawat tempur sejenis yaitu generasi 4,5 seperti F-15E/EX Strike Eagle produksi Amerika Serikat (AS), Chengdu J-10C produk Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Su-35 Rusia.

Pada awalnya kerja sama kedua negara yaitu Korsel dengan Republik Indonesia (RI) memang ditujukan untuk menjawab kebutuhan pesawat tempur bagi ROKAF dan TNI-AU Jadi sejak awal pesawat memang didesain untuk kebutuhan pertahanan udara kedua negara.

Bagi Indonesia, kerja sama sangat bermanfaat karena dapat menjadi sebuah langkah awal bahkan lompatan besar untuk menguasai teknologi tinggi.

Terkait dengan kebutuhan pesawat tempur untuk menjaga kedaulatan negara di udara, selama ini, Indonesia hanya mampu berperan sebagai konsumen.

Tidak jauh berbeda dengan konsumen produk-produk lain, Indonesia hanya bisa membeli pesawat-pesawat tempur yang ditawarkan oleh negara-negara produsen. Sehingga jika harga naik, mau tidak mau sebagai konsumen harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk membeli.

Begitu juga untuk perawatan (maintenance). Negara yang menjadi konsumen pesawat tempur seperti Indonesia juga sangat tergantung kepada negara-negara produsen.

Jadi bukankah saat ini adalah waktu yang paling tepat untuk menghentikan ketergantungan Indonesia terhadap negara-negara produsen? {}

Foto: DAPA Korea

Share this

Baca
Artikel Lainnya