Foto: DAPA Korea
Elang Tempur Karya Anak Bangsa di Langit Indonesia

Date

Sejak awal, TNI-AU sudah terlibat dalam proses pembuatan KF-21 Boramae, mulai dari tahap desain.

Dua penerbang tempur (fighter pilot) Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU), telah berada di Korea Selatan (Korsel). Kedua fighter pilot berpangkat mayor tersebut akan mengikuti proses uji fungsi pesawat prototipe KF-21 Boramae.

Hal itu dikemukakan Kepada Dinas Penerangan (Kadispen) TNI-AU, Marsekal Pertama (Marsma), Indan Gilang Buldansyah, ketika ditemui di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Selasa, 21 Februari 2023, seperti dikutip dari laman kompas.com.

Kadispen mengungkapkan sejak awal TNI-AU sudah terlibat dalam proses pembuatan KF-21 Boramae, mulai dari tahap desain. Terkait dengan rencana kedatangan jet tempur kolaborasi Korsel dan Indonesia ke tanah air, Kadispen mengatakan agar detail mengenai hal itu ditanyakan ke PT Dirgantara Indonesia (PTDI).

Sehari sebelumnya, tepatnya Senin, 20 Februari 2023, sebuah kabar baik datang untuk Indonesia dari Seoul, Ibu Kota Korsel. Purwarupa keempat jet tempur supersonik, KF-21, berhasil melakukan penerbangan perdananya.

Penerbangan perdana jet tempur yang dijuluki “Boramae” atau berarti “Elang” dalam Bahasa Indonesia tersebut menurut Badan Pengadaan Senjata Korsel menandai sebuah kemajuan baru dalam proyek pengembangan pesawat tempur (fighter aircraft) generasi 4,5 tersebut. Kemajuan terlihat jelas di kokpit pesawat.

Jika prototipe pertama, kedua dan ketiga hanya memiliki kursi tunggal di kokpit, pada purwarupa keempat terdapat dua kursi. Kokpit pesawat tempur yang memiliki tempat duduk ganda, di depan akan ditempati penerbang atau siswa penerbang. Sementara yang duduk di kursi belakang adalah instruktur penerbang.

Prototipe keempat yang memiliki kursi ganda tersebut seperti diberitakan The Korea Times, berhasil lepas landas dari Sayap Pelatihan Terbang Ketiga Angkatan Udara Korsel di Sacheon yang terletak sekitar 300 kilometer di selatan Seoul.

Terbang 34 Menit

Boramae lepas landas tepat pada pukul 11.19 waktu setempat. Menurut Administrasi Program Akuisisi Pertahanan/ Defense Acquisition Program Administration (DAPA), KF-21 Boramae prototipe keempat berhasil terbang selama 34 menit di langit negeri ginseng.

Prototipe pertama dan kedua KF-21 telah melakukan penerbangan perdana pada Juli dan November 2021. Sementara purwarupa ketiga berhasil lepas landas (take off) pada Januari 2023 dan berhasil mencapai kecepatan supersonik. Tiga prototipe tersebut hanya memiliki satu kursi di kokpit untuk pilot. Baru pada prototipe keempat terdapat dua kursi di kokpit.

Namun pada uji terbang (flight test), kemarin, hanya ada satu orang pilot yang menerbangkan purwarupa keempat.

Mengapa kursi kopilot di belakang kokpit tetap dibiarkan kosong? Karena penerbangan perdana prototipe keempat hanya ditujukan untuk mengecek keamanan pesawat yang diuji terbang.

Menurut DAPA Korsel, prototipe keempat yang telah berhasil dengan gemilang dalam uji terbang akan dipergunakan untuk uji coba apakah perbedaan antara prototipe kursi tunggal dan kursi ganda akan berdampak pada pengoperasian pesawat.

Selain itu, prototipe keempat juga akan diuji secara avionik pada radar Active Electronically Scanned Array (AESA). Radar AESA juga dikenal sebagai Active Phased Array Radar (APAR). Terakhir, model kursi ganda juga akan dipergunakan untuk melatih pilot menerbangkan pesawat.

Setelah uji terbang prototipe keempat, DAPA berencana untuk mulai melakukan flight test terhadap dua purwarupa selanjutnya. Prototipe kelima dan purwarupa keenam ditargetkan akan melakukan uji terbang pada semester pertama 2023.

Masa Depan Industri Dirgantara

Kepastian tentang kedatangan KF-21 Boramae ke Indonesia memang masih menunggu konfirmasi dari PTDI. Namun perlu disampaikan jika di masa depan Indonesia melalui PTDI mampu mengembangkan pesawat tempur secara mandiri di dalam negeri, maka masa depan industri dirgantara di tanah air akan mengalami kemajuan yang signifikan.

Tidak perlu berangan-angan terlalu jauh. Jika PTDI mampu menjadi supplier pesawat tempur bagi TNI-AU di dalam negeri saja, maka keuntungan finansial dalam jumlah yang cukup besar pasti dapat diraih.

Dari keuntungan yang dapat dijadikan kekuatan finansial itulah berbagai upaya penelitian dan pengembangan dapat dilakukan untuk memajukan industri dirgantara sebagai bagian dari industri pertahanan di dalam negeri.

Perlu diketahui, selain pengadaan pesawat, pemeliharaan hingga pemutakhiran (upgrading) juga dapat dikerjakan oleh PTDI.

Jadi tidak terlalu berlebihan jika ke depan diharapkan pesawat-pesawat tempur yang terbang di langit Indonesia adalah buatan dalam negeri. Bukankah memang seharusnya kedaulatan udara di negara dijaga oleh Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) buatan dalam negeri?

Kolaborasi yang dilakukan dengan Korsel adalah sebuah langkah awal yang cukup menggembirakan. Banyak pelajaran berharga yang dapat diperoleh para penerbang TNI-AU maupun insinyur dari PTDI yang terlibat dalam pembangunan pesawat sejak dari tahap awal.

Sinergi antara keduanya tinggal dikoordinasikan dengan detail oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) agar elang-elang tempur TNI-AU di masa depan dapat diproduksi di dalam negeri.

Sekarang adalah saat yang paling tepat untuk menyusun perencanaan jangka pendek, menengah hingga panjang untuk merealisasikan cita-cita menjaga langit Indonesia menggunakan pesawat-pesawat tempur yang canggih dan memiliki teknologi mutakhir.

Sudah bukan waktunya lagi Indonesia terus menerus bergantung kepada negara-negara lain untuk memproduksi alutsista, baik yang akan dipergunakan di darat, laut maupun udara. {}

Foto: DAPA Korea

Share this

Baca
Artikel Lainnya