Foto: Aksveer
Kemampuan Rafale Menjaga Langit Indonesia

Date

Setelah kontrak pengadaan dinyatakan efektif pada 9 September 2022, pesawat tempur Rafale Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU) diperkirakan akan tiba kurang lebih pada akhir 2026.

*Bagian Pertama dari Dua Artikel

Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI-AU, Marsekal Pertama (Marsma), Indan Gilang Buldansyah, mengatakan unit Rafale akan tiba di Indonesia 39 bulan setelah kontrak dinyatakan efektif. Kadispen menambahkan jika personel penerbang dan teknisi untuk melakukan pemeliharaan juga mulai dipersiapkan.

Perlu diketahui, jika jet tempur generasi 4,5 buatan Dassault Aviation, Prancis, tersebut dapat dikategorikan dalam generasi 4,5 dan belum memiliki teknologi siluman. Sebagai informasi, pesawat tempur siluman masuk dalam kategori generasi kelima. 

Ketika sedang berkeliling ke negara-negara di Eropa berada di Prancis pada 2014, saya pernah diberi kesempatan untuk menguji beberapa pesawat tempur yang rencananya akan diakuisisi oleh TNI-AU.

Tentu menjadi sebuah kehormatan diberi kepercayaan untuk menerbangkan sekaligus menguji kekuatan pesawat tempur yang akan dipergunakan oleh TNI-AU untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di udara. Dua diantara beberapa pesawat tempur tersebut adalah Eurofighter Typhoon dan Rafale. 

Dulu, ketika masih berdinas sebagai penerbang tempur di TNI-AU, saya pernah menerbangkan F-86 Sabre,  F-5E Tiger,  dan terakhir adalah F-16 Blok 15.  Oleh sebab itu menjadi sebuah kehormatan ketika diberi kepercayaan untuk menerbangkan Rafale . 

Pada awalnya, Prancis dan beberapa negara di Eropa mendesain sekaligus memproduksi Eurofighter Typhoon. Namun pada 1986, karena ada problematika terkait dengan beban proyek pengembangan pesawat dan pembagian kerja, Prancis yang ketika itu dipimpin oleh Presiden François Mitterrand akhirnya mengambil keputusan untuk membangun pesawat tempurnya sendiri. 15 tahun kemudian, tepatnya pada 2001, akhirnya Rafale dirilis.

Jet Tempur kebanggaan negara anggur itu menggunakan sayap yang jika dilihat dari depan bentuknya nampak seperti segitiga atau sering disebut delta wings. Sebagai informasi, huruf D dalam aksara Yunani diberi lambang segitiga. Namun persoalannya sama sekali tidak terkait dengan aksara apalagi filsafat Yunani. Permasalahannya adalah jet tempur yang menggunakan delta wings tidak lincah ketika melakukan manuver. 

Penyebab utama tidak lincahnya ketika bermanuver terutama pada saat melakukan duel di udara (dogfight) adalah titik berat pesawat tempur sangat ditentukan oleh berat statisnya. Perlu diketahui jika titik berat jet tempur adalah sebuah titik dimana semua berat berada dalam keadaan seimbang.

Pusat Aerodinamis

Selain titik berat, elemen lain yang perlu dikalkulasi dengan teliti adalah pusat aerodinamis. Pada saat daya angkat sayap berada pada posisi seimbang, ketika itulah pusat aerodinamis ditentukan.

Biasanya, pada pesawat normal atau komersial yang membutuhkan stabilitas (stabil), titik pusat berat pesawat berada di depan titik pusat aerodinamis. Namun bila kedua titik berada pada titik yang sama, maka pesawat akan sangat lincah (labil).

Pada pesawat tempur mutakhir, hal seperti itu pasti akan ditemukan, karena ciri khas pesawat tempur adalah lincah, sebab titik berat dan pusat aerodinamis berada pada satu titik yang sama. Jika masih ada jarak antara keduanya, pengaruhnya sangat signifikan terhadap stabilitas pesawat. Semakin dekat jarak antar keduanya semakin labil pesawat.

Pada pesawat komersial yang didesain untuk mengangkut penumpang, stabilitas sangat dibutuhkan. Artinya jika ada tekanan, stabilitas akan mengembalikan pesawat ke posisi semula.

Tetapi pada jet tempur yang dituntut agar lincah bermanuver, stabilitas seperti di pesawat komersil justru akan menyebabkan masalah. Oleh karena itu jet tempur, sejak generasi awal hingga terakhir, selalu memiliki sayap kecil di depan sayap utama. Fungsinya adalah untuk menggeser pusat aerodinamis dapat lebih maju ke depan agar dapat mendekat ke titik berat sehingga pesawat menjadi lebih lincah ketika harus bermanuver.

Di Rafale, sayap kecil di depan sayap utama tersebut diberi nama Canard yang menjadikan hanya dalam waktu dua detik bisa mencapai maksimum gravitasi atau maksimum G.         

Secara sederhana, pesawat tempur membutuhkan kelincahan namun kelincahannya harus tetap dapat dikendalikan. Oleh karena itu diperlukan flight control computer untuk membantu penerbang mengendalikan manuver pesawat tempur.  

Pada jet tempur, stabilitas yang menentukan tingkat kelincahannya ditentukan oleh pusat aerodinamisnya berada di belakang pusat gravitasi (center of gravity) atau titik berat pesawat.  

Pusat Gravitasi

Pusat gravitasi yang berada di satu titik dalam body pesawat, dapat diibaratkan sebagai berikut.

Jika sebutir kelereng diletakkan di tengah meja marmer yang memiliki bidang datar kemudian disenggol, maka kelereng tersebut akan terus berputar tanpa henti. Jika kelereng tersebut dianggap sebagai pesawat tempur, maka penerbang tidak akan mampu mengendalikannya. 

Oleh sebab itu, agar stabil, maka pesawat tempur didesain sedemikian rupa agar memiliki stabilitas yang positif. Artinya center of gravity letaknya harus lebih dekat dengan pusat aerodinamis.

Jika pesawat tidak memiliki sayap kecil di depan sayap utama yang diberi nama Canard, maka pusat aerodinamis akan  berada jauh di belakang center of gravity. Akibatnya pilot tidak akan bisa menerbangkan karena pesawat sangat labil.

Jadi, agar dapat diterbangkan maka ditaruh canard untuk menghasilkan dorongan yang dapat mengangkat/lift di depan, sehingga aerodynamic center dapat bergeser ke depan dari belakang. Pergeseran itu pun harus dibantu komputer yang dapat mengkoordinasikan keinginan dari penerbang dan kemampuan yang dimiliki pesawat tempur.

Pada kokpit F-16 Fighting Falcon yang pernah saya terbangkan, dilengkapi komputer sehingga jika penerbang menghendaki manuver maksimum G dapat direalisasikan hanya dalam waktu dua detik. Pada era mutakhir yang selalu mengikuti kemajuan teknologi, kelincahan pesawat tempur yang diterbangkan sangat ditentukan oleh kemampuan komputer di dalam kokpitnya.  

Sebagai perbandingan, jika pesawat tempur diibaratkan sebagai kelereng, jika stabil ketika ditaruh di dalam mangkok, maka posisinya akan selalu kembali ke tengah. Itulah yang disebut stabilitas positif. Jika mangkok dibalik, itulah stabilitas negatif, dengan kata lain, pesawat tempur yang diterbangkan dalam posisi terbalik melawan gaya gravitasi harus tetap memiliki stabilitas. Tetapi bila pesawat tempur yang diibaratkan sebagai kelereng ditaruh di tempat datar, itulah kondisi yang disebut dengan stabilitas netral (neutral stability).      

Sayap Delta

Setelah membahas tentang pusat aerodinamis dan pusat gravitasi, uraian selanjutnya akan mencoba menjelaskan mengenai sayap delta/delta wings yang juga dimiliki Rafale. Sayap pesawat berbentuk delta akan membentuk aliran udara di sayap menuju ke arah ujung (wing tip). Hal itu akan menimbulkan wing tip vortex  atau turbulensi di ujung sayap yang dampaknya menimbulkan induce drag atau hambatan yang diakibatkan wing tip vortex.

Di bawah posisi delta wings akan menghasilkan daya angkat untuk memberi dorongan pada bagian depan sayap pesawat. Jika aliran udara melewati bagian bawah, pasti akan menuju ke ujung delta wing karena pasti posisi sayap akan miring. Akibatnya terjadi turbulensi di ujung sayap karena vortex di ujung wing menjadi penghambat (drag). 

Bentuk aerodinamis yang seperti penampang dalam posisi melintang itulah yang disebut drag. Jika pesawat tempur telah lepas landas dan dikendalikan oleh penerbang dan sudah meluncur di udara maka akan menghadapi hambatan dalam bentuk penampang/drag.

Sebagai perbandingan, drag-nya bola adalah diameternya. Mengapa bola golf ada lekukannya? Untuk mengurangi udara berputar yang berasal dari belakang agar tidak terjadi turbulensi yang dikenal dengan vortex. Karena udara yang berhasil melewati separuh bagian bola akan menyebabkan turbulensi. Itulah yang di pesawat tempur dikenal dengan drag

Jadi vortex tidak hanya berasal dari penampang yang dihasilkan pesawat tempur dari sayapnya. Semakin seorang penerbang melakukan manuver dengan membelokkan pesawat tempur menggunakan daya gravitasi yang besar, maka akan semakin besar juga wing vortex yang menjadi hambatannya. Akibatnya pesawat menjadi tidak dapat melakukan manuver dengan lincah karena energinya habis.   

Demikian uraian terkait dengan stabilitas dan pesawat tempur yang memiliki bentuk sayap delta wing. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tugas yang diemban oleh jet tempur Rafale tidak akan terlibat dalam pertempuran jarak dekat (close combat)/dog fight, karena pesawat akan kehilangan energi dengan cepat. Misi yang bisa dikerjakan adalah intercept dan menembak dengan peluru kendali dan segera kembali ke home base. {} 

Foto: Aksveer.

Share this

Baca
Artikel Lainnya