Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Wamenhan RI), Muhammad Herindra, bertemu dengan Deputy Minister for Advanced Capabilities Program, The Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korea Selatan, (Korsel), Han, Kyoung-ho, di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa, 7 Februari 2023.
Pertemuan digelar untuk membahas program pengembangan pesawat tempur Korea Fighter eXperiment/Indonesia Fighter eXperiment (KF-X/IF-X). Dikutip dari laman Kementerian Pertahanan, Wamenhan menegaskan Indonesia memiliki komitmen yang besar untuk melanjutkan program KF-X/IF-X, karena merupakan program strategis untuk menguasai teknologi tinggi di bidang industri pertahanan.
Wamenhan mengungkapkan bukti komitmen Pemerintah Republik Indonesia (RI) sudah ditindaklanjuti diantaranya dengan melakukan pembayaran cost share agreement (CSA) pada 2022, serta mengirimkan insinyur (engineer) dari PT Dirgantara Indonesia (PTDI) serta Pilot Test secara bertahap.
Sejak arahan Menteri Pertahanan(Menhan) soal kelanjutan Program KF-X/IF-X, Kemhan menurut Wamenhan telah melaksanakan koordinasi dengan kementerian terkait agar program berjalan sesuai harapan Presiden RI. Antara lain dengan melakukan negosiasi keenam yang menghasilkan Joint Agreement (JA) pada 11 November 2021. Selain itu, Indonesia juga dan telah mengirim 37 insinyur (engineer) PTDI, serta dua Pilot Test untuk berpartisipasi di KAI Korea Selatan.
Uji Terbang
Seperti diberitakan di berbagai media digital, tepat pada pukul 14.58 waktu setempat, Jet tempur KF-X/IF-X yang kini bernama KF-21 prototipe keempat, lepas landas dari runway Sayap Pelatihan Terbang
Ketiga Angkatan Udara Republik Korsel di Sancheon, Provinsi Gyeongsang Selatan, Selasa, 17 Januari 2023. Dikutip dari The Korea Herald, Jet Tempur yang diberi julukan Boramae tersebut akhirnya berhasil terbang dengan kecepatan supersonik untuk pertama kalinya.
Menurut DAPA Korsel, prototipe keempat jet tempur generasi 4,5 melampaui kecepatan suara (Mach 1) pada ketinggian 40 ribu kaki pada pukul 15:15. Akhirnya setelah terbang selama 56 menit di perairan selatan Korsel, pesawat tempur (fighter aircraft) kolaborasi Korsel dengan Indonesia itu mendarat pada pukul 15.54.
Sebelum berhasil diterbangkan dengan kecepatan supersonik pada purwarupa keempat, tiga prototipe KF-21 Boramae telah berhasil terbang sebanyak 81 kali . Prototipe pertama pada 19 Juli 2022, kemudian kedua pada 10 November 2022, selanjutnya purwarupa ketiga pada 5 Januari 2023.
Sejak pertama kali melakukan uji terbang (flight test) pada 19 Juli 2022, tiga prototipe Boramae telah terbang sebanyak 80 kali. Namun dengan kecepatan kurang dari Mach 1 atau belum melampaui kecepatan suara. Baru pada prototipe keempat, jet tempur kebanggaan Korsel dan Indonesia yang menjadi negara mitra berhasil terbang melampaui kecepatan suara.
Hingga saat ini, sudah enam purwarupa yang diproduksi untuk melakukan uji terbang. Artinya setelah empat prototipe berhasil diterbangkan dan berhasil mencapai target yang ditetapkan, tinggal dua purwarupa yang akan menjalani test flight sesuai jadwal.
Transfer Teknologi
Secara garis besar program ini merupakan kerjasama jangka panjang yang memerlukan komitmen kuat dari Pemerintah RI. Program pengembagan jet tempur generasi 4,5 tersebut memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia untuk memajukan kemampuan teknologi dirgantara, terutama pengembangan pesawat tempur. Sebagai informasi, selama ini, Indonesia hanya fokus pada pengembangan pesawat angkut saja.
Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 136 Tahun 2014 tentang Program Pengembangan Pesawat Tempur IF-X, ada beberapa kementerian yang dilibatkan, yaitu:
- Kementerian Pertahanan.
- Kementerian Keuangan.
- Kementerian Luar Negeri.
- Kementerian Perindustrian.
- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
- Kementerian Perdagangan.
- Kementerian Pendidikan.
- Kementerian Riset dan Teknologi.
- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Selain sembilan kementerian, program pengembangan juga melibatkan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selanjutnya, pada pasal 23 Perpres Nomor 136 Tahun 2014, pendanaan CSA dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
Kolaborasi Korsel dan Indonesia dalam proyek pengembangan pesawat tempur tentunya akan meningkatkan potensi PTDI sebagai garda terdepan industri dirgantara nasional menjadi memiliki kemampuan untuk mengembangkan pesawat tempur secara mandiri. Jika melihat perencanaan ke depan, Indonesia selain memiliki kemampuan untuk merakit pesawat KF-21 , juga akan mendapatkan berbagai jenis pesawat tempur modern baru dengan kontrak pembelian Rafale dan rencana pembelian F-15EX.
Jika memiliki modal berupa keterampilan/skill alih teknologi/ Transfer of Technology (ToT) yang diperoleh dari program pada fase Engineering and Manufacturing Development Phase (EMD Phase), yang dilakukan di Seoul, Ibu Kota Korsel, maka diharapkan pada masa depan, PTDI juga memiliki kemampuan untuk melakukan perawatan maupun modifikasi serta pemutakhiran/upgrading untuk pesawat tempur yang dimiliki oleh Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU).
Bahkan, jika memungkinkan, PTDI juga dapat didorong untuk melakukan pengembangkan pesawat tempur di dalam negeri secara mandiri seperti yang dilakukan oleh Korsel.
Selain itu, ToT yang diperoleh para insinyur Indonesia dari program kolaborasi dengan Korsel juga berpotensi untuk dapat ditularkan kepada industri dalam negeri lainnya. Terutama yang berkaitan dengan kedirgantaraan, sehingga dapat menyokong PTDI seperti yang dilakukan oleh Korsel, dimana berbagai industri lokalnya menjadi pendukung atau supplier Korea Aerospace Industries (KAI)
Agar kolaborasi program EMD Phase ini, berikut adalah beberapa saran sebagai masukan.
Pertama, penandatangan amandemen Cost Share Agreement agar segera dilaksanakan. Diharapkan RI segera melakukan koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait tentang perencanaan anggaran untuk melanjutkan kewajiban pembayaran iuran cost share agrement (CSA) yang tertunda. Selain itu juga perlu dilakukan penganggaran untuk hal hal di luar cakupan CSA seperti operasional JPMO serta pengurusan E/L. Selanjutnya perlu juga dilakukan penyiapan infrastruktur yang dibutuhkan untuk kemampuan produksi pesawat KF-X/IF-X di PTDI.
Kedua, terkait dengan limitasi teknologi yang diterapkan bagi Indonesia, perlu segera dibentuk suatu tim yang bertugas untuk melaksanakan lobbying ke negara negara pemilik teknologi. Terutama kepada Korea sendiri yang telah berhasil mengembangkan radar active electronically scanned array (AESA) secara mandiri. RI juga dapat memanfaatkan pembelian Rafale untuk memperoleh ToT dari Prancis maupun pembelian F-15EX untuk membuka limitasi oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS). Selain itu, Pemerintah RI juga dapat memanfaatkan kondisi Laut Natuna Utara yang sedang bergejolak pada saat ini sebagai pertimbangan kepada pihak pemerintah AS untuk membuka limitasi yang diterapkan kepada pihak Indonesia dalam pengembangan KF-21 Boramae.
Ketiga, Joint Program Management Office (JPMO) perlu segera dibentuk sebagai perwakilan Pemerintah RI di KAI yang berfungsi menjalankan peran manajemen program dan bekerja untuk menyelesaikan berbagai isu yang ada selama sisa waktu EMD Phase. Selain itu, akan lebih baik apabila di kementerian pertahanan dibentuk Program Management Office (PMO) proyek KF-21 Boramae agar dapat fokus menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi.
Keempatn, agar segera dilakukan pembicaraan terkait keterlibatan flight test team Indonesia dalam flight test sehingga test pilot Indonesia dapat menyerap ToT yang terkait dengan flight test secara optimal.
Kelima, PTDI agar segera menambah jumlah personel engineer sesuai dengan perencanaan sehingga penyerapan ToT maupun man-year dapat lebih optimal.
Semoga kolaborasi kedua negara dapat berjalan sesuai rencana. Mudah-mudahan Indonesia sebagai negara mitra Korsel dapat memaksimalkan semua potensi yang dimilikinya untuk mencapai target sesuai yang diharapkan. Sudah waktunya sebuah negara kepulauan terbesar di dunia sekaligus yang memiliki luas wilayah geografis terbesar di Asia Tenggara menjadi negara maju yang diperhitungkan di kawasan maupun di dunia. {}
Foto: DAPA Korea