Komitmen Indonesia dalam Pengembangan Jet Tempur Supersonik

Date

Pemerintah RI perlu untuk mempersiapkan infrastruktur yang dibutuhkan agar Indonesia dapat memproduksi KF-21 Boramae di PTDI. 

Pada akhir pekan lalu, tepatnya Jumat, 27 Januari 2023, Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Wamenhan RI), memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pembahasan Tindak Lanjut Pembayaran Pengembangan Pesawat Korean Fighter-eXperiment/Indonesia Fighter -eXperiment (KF-X/IF-X) yang kini dikenal dengan KF-21 Boramae/IF-X.

Rakor digelar terkait dengan posisi Wamenhan sebagai Sekretaris Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang dihadiri representasi dari struktur organisasi KKIP. Menindaklanjuti komitmen Presiden Joko Widodo untuk terus melanjutkan kerja sama antara Indonesia dengan Korea Selatan (Korsel), Wamenhan seperti dikutip dari laman Kementerian Pertahanan (Kemhan), menegaskan jika Pengembangan KF-X/IF-X adalah program nasional. Sehingga komitmen terhadap mekanisme Cost Share Agreement (CSA) seharusnya menjadi tanggung jawab bersama dari seluruh kementerian terkait.

Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 136 Tahun 2014 tentang Program Pengembangan Pesawat Tempur IF-X, ada beberapa kementerian yang dilibatkan, yaitu:

  1. Kementerian Pertahanan.
  2. Kementerian Keuangan.
  3. Kementerian Luar Negeri.
  4. Kementerian Perindustrian.
  5. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
  6. Kementerian Perdagangan.
  7. Kementerian Pendidikan.
  8. Kementerian Riset dan Teknologi.
  9. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Selain sembilan kementerian, program pengembangan juga melibatkan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selanjutnya, pada pasal 23 Perpres Nomor 136 Tahun 2014, pendanaan CSA dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan kemampuan keuangan negara. 

Dalam Rakor, Wamenhan mengharapkan agar para peserta yang mewakili instansi masing-masing dapat memberikan masukan dan pandangan serta rekomendasi yang akan disampaikan kepada Menteri Pertahanan (Menhan) kemudian selanjutnya akan dilaporkan kepada Presiden. 

Keuntungan Bagi Indonesia

Secara general, program pengembangan Jet Tempur KF-21 Boramae antara Indonesia dengan Korsel merupakan kerja sama jangka panjang yang membutuhkan komitmen kuat dari kedua negara, terutama pemerintah RI. Perlu diketahui, pada Selasa, 17 Januari 2023, KF-21 Boramae berhasil terbang dengan kecepatan supersonik untuk pertama kalinya. 

Keberhasilan uji terbang tersebut memperlihatkan dengan jelas potensi yang sangat besar bagi pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia untuk menguasai teknologi dirgantara, terutama pengembangan pesawat tempur. Sebagai informasi, Indonesia selama ini hanya fokus kepada pengembangan pesawat angkut. 

Apabila di masa depan Indonesia mampu mengembangkan pesawat tempur secara mandiri, maka potensi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) akan mengalami peningkatan. PTDI sebagai salah satu BUMN strategis yang diberi amanah untuk memproduksi alat utama sistem senjata (Alutsista) akan mampu menjadi supplier pesawat tempur TNI-Angkatan Udara (AU). 

Jika mempelajari dengan detail perencanaan ke depan, selain akan mengakuisisi Rafale dan F-15EX, Indonesia akan memiliki kemampuan untuk merakit KF-21 Boramae. Setelah memiliki keterampilan/skill yang diperoleh dari proses Transfer of Technology (ToT) yang diperoleh para insinyur Indonesia dari program pada fase Engineering and Manufacturing Development Phase (EMD Phase), PTDI ke depan diharapkan juga memiliki kemampuan untuk melakukan perawatan maupun modifikasi hingga pemutakhiran (upgrading) pesawat tempur milik TNI-AU.

Tidak hanya itu, Indonesia bahkan dapat mengembangkan pesawat tempur produksi dalam negeri secara mandiri seperti yang dilakukan oleh Korsel pada saat ini.     

Selain itu, ToT yang diperoleh pada fase EMD juga sangat potensial untuk ditularkan kepada para pelaku industri pertahanan (Inhan) di dalam negeri, terutama yang dapat mendukung operasional PTDI. Korsel telah memberi pelajaran berharga dimana berbagai lini Inhan di dalam negeri dapat berkolaborasi mendukung operasional Korea Aerospace Industries (KAI).  

Agar program kerja sama Korsel dan Indonesia sukses dan memberikan keuntungan bagi masing-masing negara, terutama pada tahap EMD Phase, maka penanda tangangan amandemen CSA harus segera dilaksanakan. Pemerintah Indonesia perlu segera melakukan koordinasi terutama dengan kementerian dan lembaga terkait tentang perencanaan anggaran untuk melanjutkan kewajiban pembayaran iuran CSA yang tertunda. 

Anggaran juga harus dialokasikan untuk mempersiapkan hal-hal lain di luar ruang lingkup CSA. Salah satunya untuk operasional Joint Program Management Office (JPMO) atau kantor bersama untuk koordinasi kedua negara. Selain itu, Pemerintah RI juga perlu untuk mempersiapkan infrastruktur yang dibutuhkan agar Indonesia dapat memproduksi KF-21 Boramae di PTDI. 

Pemerintah Korsel dan RI telah sepakat untuk membangun enam unit pesawat prototipe. Satu dari enam purwarupa jet tempur tersebut akan diserahkan kepada pemerintah RI. Kedua negara juga telah menyetujui jika pelaksanaan uji terbang (flight test) dilaksanakan di Korsel dengan melibatkan engineer beserta test pilot dari kedua belah pihak. Dari enam unit prototipe pesawat, dua diantaranya tidak melakukan uji terbang, karena hanya didesain untuk menjalankan uji darat (test on the ground).

Keseriusan Korsel dalam mengembangkan jet tempur supersonik tentunya harus direspons Pemerintah Indonesia dengan menunjukkan komitmen sebagai negara mitra. Bukankah sudah waktunya sebuah negara kepulauan terbesar di dunia seperti Indonesia mampu menjaga kedaulatan wilayah udaranya dengan jet tempur buatan dalam negerinya sendiri? {}

Foto: Angkatan Udara Korea Selatan

Share this

Baca
Artikel Lainnya