FOTO: TNI AU
Pancasila dan Sang Saka Merah Putih di Pesawat TNI AU

Date

Sejak 21 Januari 1954 hingga saat ini, segi lima merah-putih menjadi tanda pengenal sekaligus identitas kebangsaan pesawat TNI-AU.

*Bagian pertama dari dua artikel.

Pada 21 Januari 1954, Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Republik Indonesia (RI), Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma, merilis Surat Keputusan (SK) Nomor 8/5.Pen/KS/1954. SK yang dirilis Kasau pertama Indonesia tersebut mengatur tentang penggantian tanda pengenal atau identitas kebangsaan pesawat Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).

Dikutip dari akun instagram Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU), identitas yang sebelumnya berbentuk persegi panjang diubah menjadi segi lima yang berarti lima sila dalam Pancasila berwarna bendera Indonesia yaitu merah-putih.

Tanda pengenal yang berfungsi untuk melakukan identifikasi terhadap pesawat berada di sebelah kiri maupun kanan badan pesawat. Terletak di antara gambar huruf dan angka nomor registrasi yang dapat dilihat di atas sayap kiri dan di atas maupun di bawah sayap kanan pesawat TNI-AU.

Pada awalnya, sejak pertama kali AURI berdiri, tanda pengenal pesawat berbentuk lingkaran merah-putih. Kemudian pada 1950 hingga 1954, identitas kebangsaan pesawat berubah menjadi merah-putih dalam bentuk persegi panjang seperti bendera kebangsaan.

Terakhir, sejak 21 Januari 1954 hingga saat ini, segi lima merah-putih menjadi tanda pengenal sekaligus identitas kebangsaan pesawat TNI-AU. Mulai dari pesawat tempur, anti gerilya, angkut, latih, patroli maritim hingga helikopter.

Pada 2023, dikutip dari situs World Directory of Modern Military Aircraft (WDMMA), TNI-AU tercatat memiliki beberapa jenis pesawat sebagai berikut:

  1. Pesawat tempur, yaitu:
    A. F-16C/D Block 52.
    B. Hawk 209.
    C. Sukhoi Su-30 MKK/MK2.
    D. Sukhoi Su-27 SK/SKM.

  2. Pesawat anti gerilya yaitu EMB-314 yang dikenal dengan Super Tucano.

  3. Helikopter, yaitu:
    A. SA330.
    B. H215M.
    C. H225M.
    D. Bo105.
    E. AW139.

  4. Pesawat transport meliputi:
    A. C-130B/H.
    B. CN-235.
    C. C-212.
    D. L-100.
    E. Boeing 737.

  5. Pesawat latih, yaitu:
    A. G120TP.
    B. MD3-160.
    C. T-50I.
    D. KT-1/B.
    E. H120.

  6. Pesawat tanker yaitu KC-130B.

  7. Pesawat misi khusus yaitu:
    A. Boeing 737 Patroli Maritim.
    B. CN-235 Patroli Maritim.

Selain pesawat yang telah dioperasikan TNI-AU, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan RI) juga akan mengakuisisi jet tempur Rafale buatan Prancis. Tak hanya jet tempur, Kemhan juga telah berkomitmen untuk membeli pesawat angkut A400M.

Kekuatan Udara Indonesia

Sebagai sebuah negara berdaulat yang telah menyatakan kemerdekaannya sejak 17 Agustus 1945, Indonesia mulai membangun kekuatan udaranya secara perlahan namun pasti. Pertama kali TNI-AU hanya memiliki Alat utama sistem senjata (Alutsista) berupa pesawat peninggalan penjajah Jepang. Mulai dari Cureng, Cukiu, Nishikoreng, Guntei, Sansikisin dan Hayabusha.

Namun meski hanya memiliki pesawat eks Jepang, pada 27 Oktober 1945, Komodor Udara Agustinus Adisutjipto untuk pertama kalinya berhasil menerbangkan pesawat Cureng yang lepas landas dari Pangkalan TNI-AU (Lanud) Maguwo, Yogyakarta, dengan identitas kebangsaan merah-putih di angkasa Indonesia. Keberhasilan Komodor Udara Adisutjipto tersebut setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Penerbangan Nasional.

Seiring bertambahnya usia republik, pada era 1950 hingga 1959, TNI-AU mulai melakukan modernisasi Alutsista. Pesawat-pesawat buatan Jepang mulai digantikan dengan produk-produk negara pemenang perang Dunia Kedua yaitu Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet.

Mulai dari P-51 Mustang, B-25 Mitchell, B-26 Invander, C-47 Dakota, AT-16 Harvard, Piper Club L-4J, Cessna L-19, Cessna 180, Albatros, Vampire Trainer DH-115, Piper Cub, Mark-2 Auster, PBY Catalina, IL-28 Ilyushin, MiG-15, MiG-17, Helikopter Bell 47G-2 Trooper, MI-4, SM-1 dan Hiller-360 Utility serta Bell-47G, IL-14 Avia dan terakhir adalah BT-13 Valiant.

Memasuki 1960 hingga 1969, kekuatan TNI-AU terus berkembang dan sangat diperhitungkan di kawasan Asia Tenggara bahkan di belahan bumi bagian selatan. Alutsista dari Blok Barat pimpinan AS yang membentuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara/North Atlantic Treaty Organization (NATO) bersama sekutunya menjadi bagian dari kekuatan TNI-AU. Mulai dari C-130 Hercules, C-140 Jet Star, Helikopter Bell-47 Ranger, Bell-204B Iroquis, S-58R Sikorsky, T-34 A Mentor. Selain pesawat dan helikopter buatan AS, dari Blok Barat, Indonesia juga memiliki sistem radar Decca buatan Inggris.

Sementara dari Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet dengan Pakta Warsawa, TNI-AU memiliki Alutsista berupa jet tempur MiG-19, MiG-21, AN-12 Antonov, TU-16, Helikopter MI-4, MI-6, L-29 Dolphin. Selain pesawat, Indonesia juga memiliki Rudal Surface to Air Missile (SAM)-75 serta Radar Nysa buatan Polandia.

Pada era 1960-an, kekuatan udara Indonesia sangat diperhitungkan sekaligus menakutkan negara-negara lain di kawasan. Dampaknya sebagai negara yang terhitung baru saja merdeka setelah Perang Dunia Kedua, Indonesia sangat diperhitungkan di level regional maupun global.

Bagaimana pasang surut kekuatan udara Indonesia yang terlihat dari kecanggihan Alutsista TNI-AU pada era berikutnya akan dijelaskan secara detail pada artikel berikutnya. Tetapi yang perlu digarisbawahi seperti judul artikel ini adalah identitas kebangsaan sebuah negara yang terlihat di angkasa raya menunjukkan sampai sejauh mana penjagaan yang dilakukan terhadap kedaulatan udaranya.

Bukankah para diplomat yang sedang bernegosiasi di meja perundingan harus didukung dengan suara pesawat tempur yang meraung-raung untuk memperkuat posisi tawar (bargaining position) suatu negara?

Dari uraian yang telah dikemukakan, ada sebuah pelajaran berharga yang dapat diambil untuk merumuskan strategi ke depan. Beragam jenis pesawat milik Indonesia yang berasal dari berbagai pabrik di banyak negara berbeda membuat TNI-AU harus membuat sistem logistik yang berbeda-beda pula. Perlu diketahui jika sistem logistik juga perlu didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang andal. Mulai dari mekanik, penerbang hingga staf pendukung lainnya. Artinya perlu dipersiapkan alokasi anggaran yang cukup untuk operasional pesawat hingga skadron sampai Pangkalan TNI-AU (Lanud).

Jadi ke depan akan menjadi jauh lebih baik jika dengan anggaran yang terbatas agar operasional dapat menjadi lebih efektif dan efisien, maka perlu dikonsentrasikan jenis pesawat yang akan dipergunakan. Mulai dari pesawat tempur hingga angkut maupun latih. Penetapan jenis pesawat dapat disesuaikan dengan tugas dan misi yang diemban serta kebutuhan operasionalnya serta kebijakan politik luar negeri Indonesia. Itu semua harus dilakukan dengan teliti dan penuh kehati-hatian sehingga logistik beserta efisiensi SDM dapat dioptimalkan. {}


Share this

Baca
Artikel Lainnya