Foto: komodoarmament.com
Senapan Serbu Buatan Bekasi dan Alutsista TNI

Date

Ada tiga alasan utama yang dapat dikemukakan dalam tulisan singkat ini mengapa TNI belum memutuskan untuk melakukan pembelian senapan serbu M-16 buatan Komodo Armament di Bekasi

Sejak tujuh tahun lalu, tepatnya pada 2016 sebuah pabrik senjata bernama Komodo Armament telah berdiri di Kelurahan Ciwikul, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Komodo Armament memproduksi senapan serbu berbasis M-16.

Ketika dikunjungi Kompas beberapa waktu lalu, dilaporkan luas pabriknya memang tidak terlalu besar, namun mampu memproduksi hingga 1000 senapan per tahun yang berbahan baku aluminium dan 3000 pucuk yang menggunakan polimer.    

Direktur Utama (Dirut) Komodo Armament, Dananjaya A Trihardjo, dikutip dari kompas.id, mengutarakan pabriknya memproduksi senjata serbu M-16 karena patennya sudah selesai. Jadi siapapun dapat memproduksi M-16 tanpa izin atau kewajiban membayar royalti. Menurutnya pabrik senjata mulai berproduksi ketika Jenderal Purnawirawan (Purn.) Ryamizard Ryacudu  masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI).

Padahal, berdasarkan Undang-undang (UU) Industri Pertahanan yang diizinkan untuk memproduksi alat utama sistem senjata (Alutsista) adalah tingkat/tier I yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Pada 2016, Dananjaya mengatakan dirinya diminta untuk memulai  perusahaan senjata, baik amunisi maupun propelan dengan metodologi yang modern. Menurutnya teknologi yang diterapkan pada M-16 Komodo Armament sejak awal diproduksi telah menggunakan teknologi modern. Contohnya bahan baku yang pada awalnya menggunakan aluminium juga dapat diproduksi menggunakan polimer.  

Selain itu, M-16 buatan Bekasi juga telah disertifikasi oleh Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD). Tak kalah penting, senapan serbu yang pertama kali diproduksi di Amerika Serikat (AS) tersebut juga telah memperoleh Surat Kelaikan dari Kementerian Pertahanan RI. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dipergunakan Komodo Armament untuk memproduksi senapan serbu yang pertama kali dipergunakan oleh tentara di Perang Vietnam tersebut juga telah mencapai 85 persen.

Hingga saat ini, M-16 masih dipergunakan oleh 15 negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara/North Atlantic Treaty Organization (NATO). Selain 15 negara anggota NATO, juga masih dipakai oleh 80 negara lain di berbagai belahan dunia.

Pada awalnya, senapan dikembangkan oleh seorang insinyur AS bernama Eugene Stoner pada akhir 1950-an. Bobotnya yang ringan, tingkat akurasi yang tinggi hingga volume tembakan yang dapat dilakukan menjadi pertimbangan utama militer AS untuk mempergunakannya di medan perang. Dikutip dari britannica.com, panjang senapan adalah 100 cm dan dapat menembakkan amunisi 5,56 mm (kaliber 223) dengan kecepatan 700–950 putaran per menit. 

Alutsista TNI

Menjawab pertanyaan mengapa hingga saat ini senapan serbu M-16 buatan Komodo Armament di Bekasi belum diakuisisi oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) baik Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) maupun Angkatan Udara (AU), penyebab utamanya adalah bukan karena kecurigaan terhadap pabrik senjata milik swasta. 

Ada tiga alasan utama yang dapat dikemukakan dalam tulisan singkat ini mengapa TNI belum memutuskan untuk melakukan pembelian.

Pertama terkait dengan peraturan dan perundang-undangan. Dalam Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2016 diamanatkan jika tingkatan/tier I yang Alutsista TNI. Namun dalam UU Omnibus Law, pasal terkait produksi Alutsista dicabut sehingga pihak swasta juga diizinkan. Setelah itu belum ada kejelasan karena masih harus menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kedua, seluruh produk Alutsista harus dapat dijamin keamanan hingga dalam proses distribusinya. Pada saat ini, yang memiliki otoritas atau bertanggung jawab terhadap pengendalian adalah Kementerian Pertahanan (Kemhan). Namun Kemhan belum memiliki organisasi pengamanan produk Alutsista termasuk keamanan terkait dengan penggunaan teknologi.

Hal tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan hasil produksi Alutsista seperti senapan serbu M-16 akan diekspor ke lembaga-lembaga bermasalah di luar negeri seperti organisasi pemberontak separatis. Kasus seperti yang dikemukakan tersebut pernah terjadi di Pusat Industri Angkatan Darat (Pindad). Sehingga perlu diantisipasi karena belum adanya institusi yang diharapkan di Kemhan akan terjadi ekspor Alutsista diterima oleh pengguna akhir (end user) yang tidak sejalan dengan kebijakan luar negeri Indonesia.  

Ketiga, jika seandainya pabrik Alutsista seperti Komodo Armament mengalami kebangkrutan dan kemudian dibeli oleh investor asing maka Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Kemhan akan mengalami kesulitan untuk melakukan pengendalian.

Seperti diketahui dalam proses produksi Alutsista baik untuk matra darat, laut maupun udara harus diawasi dengan ketat sejak dari hulu hingga ke hilir. Mulai dari ketersediaan bahan baku hingga distribusi bahkan pengguna. Karena tidak ada yang menginginkan jika senjata mematikan yang telah teruji di berbagai medan tempur seperti M-16 dipergunakan sebagai senapan serbu oleh kelompok separatis di suatu negara maupun teroris yang melakukan aksinya tanpa mengenal batas wilayah apalagi kedaulatan sebuah negara. {}  

Foto: komodoarmament.com

Share this

Baca
Artikel Lainnya