Foto: Angkatan Udara Korea Selatan
13 Tahun Kerjasama Korsel-Indonesia, KF-21 Prototipe Ketiga Terbang Perdana

Date

Pesawat tempur hasil kolaborasi Korea Selatan (Korsel) dan Indonesia, KF-21 Boramae, telah berhasil menjalani tiga kali uji terbang (test flight). Purwarupa pertama sukses terbang pada 19 Juli 2022, kemudian prototipe kedua berhasil lepas landas (take off) 10 November 2022.

Selanjutnya pada awal 2023, tepatnya 5 Januari, purwarupa ketiga juga sukses menjalani test flight selama 37 menit. Kemudian, pada uji terbang keempat, jika cuaca mendukung, pesawat tempur (fighter aircraft) generasi 4,5 tersebut akan dipersiapkan untuk dapat terbang dengan kecepatan supersonik atau melampaui kecepatan suara.

Pada Engineering and Manufacturing Development Phase (EMD Phase) akan dirancang enam unit pesawat prototipe. Keenam prototipe harus melaksanakan uji darat (ground test) maupun flight test. Hingga saat ini baru diuji pesawat purwarupa ketiga yang sukses diuji di darat udara dan berhasil terbang perdana.

Kerjasama strategis kedua negara yaitu Korsel dan Indonesia telah dimulai sejak 13 tahun lalu di 2009. Pada awalnya, KF-21 yang dijuluki “Boramae” atau jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti “Elang” diberi nama Korea Fighter-eXperiment/Indonesia Fighter- eXperiment (KF-X/IF-X).

Dimulainya Kolaborasi

Proyek pengembangan jet tempur kedua negara diawali dengan penandatanganan Letter of Intent on Co-Development of a Fighter Jet Project pada tanggal 6 Maret 2009. Penandatanganan dilakukan oleh Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI) dengan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korea Selatan.

Setelah perjanjian disepakati, kemudian ditindaklanjuti dengan beberapa perjanjian berikutnya, yaitu:

15 Juli 2010: Memorandum of Understanding regarding Joint Development of KF-X (MOU).

20 November 2010: Non-Disclosure Arrangement for Technology Development of the KF-X Program (NDA).

11 Maret 2011: Project Agreement on Technology Development Phase of Joint Development KF-X dan Agreement on Intellectual Property Rights at the Technology Development Phase of Joint Development KF-X.

20 April 2011: Joint Development Contract for the Technology Development Phase of KF-X/lF-X.

Seusai Korsel dan RI menyetujui kesepakatan, dimulailah Technology Development Phase (TD Phase) yang berlangsung sejak Juni 2011 sampai hingga Desember 2012. Setelah TD Phase berakhir, kerjasama memasuki tahap berikutnya yaitu Engineering and Manufacturing Development Phase (EMD Phase). Tindak lanjut kerjasama pada tahap kedua disepakati dengan penandatanganan Project Agreement for Engineering and Manufacturing Development Phase of Joint Development KF-X/lF-X pada Oktober 2014. Dua tahun kemudian, pada 2016, EMD Phase dimulai dan direncanakan akan berakhir pada 2026.

Ruang Lingkup Kerjasama

Selama satu dekade kerjasama kedua negara terhitung sejak 2016 lalu hingga 2026 mendatang, seperti yang telah direncanakan dalam perjanjian, ada beberapa ruang lingkup yang disepakati pada fase EMD. Perlu dikemukakan jika EMD Phase adalah tahap pengembangan pesawat tempur yang terdiri dari proses preliminary design, critical design, detail design, pembuatan prototype, pelaksanaan test and evaluation hingga sertifikasi yang memenuhi kriteria operational performance pesawat KF-21 Boramae blok 1.

Sebagai informasi, Blok 1 hanya meliputi basic flight performance dan kemampuan tempur udara ke udara (air-to-air combat capability). Sementara kemampuan tempur udara ke darat (air-to-ground combat capability) baru akan dikembangkan pada Blok 2, yang akan dilaksanakan setelah EMD Phase selesai. Keikutsertaan Indonesia dalam pengembangan blok 2 akan dibicarakan sebelum EMD Phase selesai.

Organisasi Kerjasama

Dalam pelaksanaan kegiatan EMD Phase, secara manajerial kedua negara akan membentuk Joint Program Management Office (JPMO). JPMO berfungsi sebagai regulator dan pengawas sekaligus penanggung jawab dalam manajerial program.

RI akan menanggung sebesar 20 persen dari total pembiayaan EMD Phase yang akan dibayar secara bertahap setiap tahun seperti tercantum dalam Cost Share Agreement (CSA). Imbal balik dari CSA tersebut adalah Indonesia akan memperoleh keuntungan berupa Transfer of Technology (TOT).

Terkait dengan anggaran pembiayaan yang menjadi tanggung jawab RI, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), Dwi Pudjiastuti Handayani, ketika dihubungi CNBC Indonesia mengatakan jika cost share untuk proyek pengembangan Boramae sudah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) RI 2022 dan 2023. Hal itu dikemukakan pada Minggu, 18 Desember 2022.

Dari uraian yang telah disampaikan, sepertinya tidak perlu ditegaskan lagi jika kerjasama kedua negara yang dalam waktu dekat akan memasuki tahun ke-13 sangat disayangkan apabila harus berhenti di tengah jalan. Dukungan secara teknis maupun manajerial justru harus diperkuat agar target yang telah ditetapkan dapat dicapai, seperti sebuah peribahasa Korea yaitu: “hweimangeun kkumi anira kkumel silhyeonhaneun bangbeobida”, yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti: “Harapan bukanlah impian, tetapi sebuah jalan untuk mewujudkan impian menjadi nyata”.

Mudah-mudahan harapan kedua belah pihak agar dapat memproduksi jet tempur untuk menjaga kedaulatan negara di udara dapat diwujudkan menjadi kenyataan. Semoga kerjasama yang telah dijalin lebih dari satu dekade dapat dilanjutkan pada masa mendatang sesuai rencana yang disepakati. {}



Share this

Baca
Artikel Lainnya