Foto: Korea Aerospace Industries
Tiga Pertimbangan Korsel Memilih Indonesia Sebagai Mitra Pengembangan Jet Tempur Siluman

Date

Semoga kerja sama kedua negara dapat terealisasikan sesuai rencana dan membawa kemajuan bagi Korsel maupun Indonesia

Desas-desus berakhirnya kerja sama Indonesia dengan Korea Selatan (Korsel) dalam proyek pengembangan pesawat jet tempur siluman KF-21 Boramae sempat mengemuka pada akhir Juli 2022.

Selain itu juga beredar isu gagal bayar Indonesia yang menjadi penyebab berakhirnya kerja sama kedua negara.

Tak ketinggalan juga berhembus rumor jika Bendera Republik Indonesia (RI), Sang Saka Merah Putih dihilangkan dari bawah kokpit KF-21 Boramae. Padahal ketika sukses melakukan uji terbang perdana pada 19 Juli 2022, Sang Saka Merah Putih terlihat jelas berdampingan dengan Bendera Nasional Korsel, Taegeukgi. 

Namun berbagai spekulasi yang tidak jelas asal-usul maupun sumber beritanya tersebut berakhir di penghujung 2022.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI melalui  Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu, Dwi Pudjiastuti Handayani, mengatakan jika cost share untuk KF 21 Boramae telah dialokasikan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 dan 2023. Alokasi tersebut dikemukakan Dwi kepada CNBC Indonesia, Minggu, 18 Desember 2022. Selanjutnya setelah cost share dialokasikan oleh Kemenkeu dalam APBN, pembayaran kepada Korsel akan dilakukan oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan). 

KF-X/IF-X dan KF-21 Borame

Proyek pengembangan jet tempur generasi 4,5 yang dilakukan oleh kedua negara pada awalnya diberi nama Korea Fighter- eXperiment/Indonesia Fighter-eXperiment (KF-X/IF-X). Seiring berjalannya waktu yang diiringi kemajuan tahapan kerja sama, nama KFX/IFX berubah menjadi KF-21 Boramae. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Boramae yang berasal dari Bahasa Korea berarti elang. 

Proyek pengembangan Boramae diperkirakan akan menghabiskan biaya sebesar 8 miliar won atau Rp24,8 triliun. Anggaran tersebut dialokasikan dalam empat tahap, yaitu:

  1. Pengembangan teknologi sebesar Rp0,1triliun.
  2. Pembangunan, Rp20triliun.
  3. Kesiapan teknologi, Rp0,7triliun.
  4. Operasional dan Infrastruktur, Rp4triliun.

Share Indonesia mencapai 20 persen dari Rp24,8triliun. Dana yang dialokasikan Indonesia akan dipergunakan untuk infrastruktur yang harus dimiliki dalam melakukan kegiatan mulai dari testing, sertifikasi hingga produksi suku cadang/onderdil.

Pada 2016 hingga 2017, Indonesia sebenarnya telah mengalokasikan anggaran untuk cost share. Namun ketika itu anggaran dipergunakan untuk kepentingan lain yang lebih mendesak. Dampaknya Kemenkeu tidak bersedia mengganti anggaran yang telah dipergunakan hingga ada perintah presiden. Hal itulah yang menyebabkan Indonesia sempat tidak membayar cost share yang telah disepakati dengan Korsel. 

Perlu dikemukakan jika kerja sama kedua negara telah disepakati dalam Peraturan Presiden RI Nomor 136 Tahun 2014 Tentang Program Pengembangan Pesawat Tempur IF-X. Oleh sebab itu seharusnya urusan pembiayaan tidak lagi berada dalam ranah kementerian, baik Kemenkeu maupun Kemenhan RI.

Mengapa demikian? Karena KF-21 Boramae telah menjadi komitmen Pemerintah RI dan Korsel. Sehingga kerja sama keduanya adalah antara kedua pemeritah atau government to government (G-to-G)   

Dimulainya Kerja Sama

Pada awalnya, ketika Korsel masih dalam tahap mencari rekan/partner untuk memulai proyek pengembangan Boramae, ada beberapa negara yang memiliki ketertarikan, bahkan telah mendaftar. Namun Korsel justru memilih Indonesia dengan tiga pertimbangan.

Pertama, letak geografis Indonesia yang ideal dengan Korsel, tidak terlalu jauh maupun dekat sehingga kecil sekali kemungkinan kedua negara akan berkonflik. Selain itu dalam catatan sejarah kedua negara, tidak pernah sekalipun Indonesia maupun Korsel bersengketa.

Pertimbangan selanjutnya atau kedua adalah Indonesia sebelumnya telah memiliki teknologi untuk membangun pesawat terbang, salah satunya adalah CN-235, sehingga Korsel menilai telah mampu membuktikan kemampuannya di bidang teknologi kedirgantaraan.

Pertimbangan ketiga atau terakhir, Indonesia adalah sebuah negara besar bahkan yang terbesar di Kawasan Asia Tenggara. Sehingga Korsel yang terletak di Asia Timur melihat potensi Indonesia sebagai sebuah negara besar yang memiliki wilayah luas dan letak yang strategis dapat dijadikan mitra strategis untuk menjalin kerja sama pertahanan di berbagai matra. Baik darat, laut maupun udara. 

Semoga kerja sama kedua negara dapat terealisasikan sesuai rencana dan membawa kemajuan bagi Korsel maupun Indonesia. Bukankah tren global telah menunjukkan jika kemajuan negara-negara di benua Asia telah menjadi sebuah keniscayaan sekaligus kehendak sejarah di masa depan?{} 

Foto: Korea Aerospace Industries

Share this

Baca
Artikel Lainnya