Dok. Indodefence
Imbal Dagang Kandungan Lokal dan Industri Pertahanan Indonesia

Date

Forkominhan diharapkan mampu berkomunikasi dengan perusahaan-perusahaan besar (principal) bahkan raksasa yang bergerak di inhan secara global.

Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Permenhan RI) Nomor 30 Tahun 2015 memuat regulasi tentang Imbal Dagang Kandungan Lokal dan Ofset (IDKLO) dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) yang dibeli dari luar negeri.

Dalam Permenhan, yang dimaksud dengan imbal Dagang adalah kegiatan perdagangan secara timbal balik antara Indonesia dengan pihak luar negeri yang diukur dalam nilai transaksi kontrak pengadaan Alpalhankam. Sementara Kandungan Lokal dan Ofset yang selanjutnya disebut KLO adalah produk atau kegiatan yang menjadi persyaratan pengadaan Alpalhankam dari luar negeri.

Selain itu secara lebih spesifik juga dijelaskan dalam Permenhan tentang Kandungan Lokal yang merupakan bagian dari produk Alpalhankam yang dapat diproduksi oleh Industri Pertahanan dan dapat diterima oleh Penyedia Produk Alpalhankam luar negeri untuk menjadi bagian dari produk Alpalhankam.

Sedangkan Ofset adalah pengaturan antara pemerintah dan penyedia alpalhankam dari luar negeri untuk mengembalikan sebagian nilai kontrak kepada negara pembeli, dalam hal ini Negara Republik Indonesia sebagai salah satu persyaratan jual beli. Contohnya adalah Indonesia yang pernah membeli pesawat tempur F16 dari Amerika Serikat (AS) pada 1985.

Pada sebuah diskusi yang digelar di sela-sela Pameran Indo Defence, Jumat, 4 November 2022, Fajar Harry Sampurno, yang menjadi salah seorang pembicara, mengutarakan sebuah penjelasan menarik tentang latar belakang mengapa Indonesia memilih F-16 untuk memperkuat Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU).

Fajar yang telah malang melintang di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkait dengan Inhan menjelaskan ketika Indonesia memutuskan untuk membeli F-16 dari AS dan bukan pesawat tempur (fighter aircraft) Mirage dari Prancis tidak disebabkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang rumit apalagi politis.

Menurut Fajar, pilihan tersebut diputuskan semata-mata hanya karena ofset. Pada waktu itu, di pertengahan 1980-an, produsen F-16 yaitu General Dynamics memberikan sebesar 35 persen dari harga pesawat yang dibeli oleh Indonesia dalam bentuk ofset.

Salah seorang peserta diskusi yang digelar di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran pada sesi tanya jawab, juga sempat mengutarakan apabila inhan di Indonesia ingin maju dengan lebih cepat, sebenarnya sangat tergantung kepada kebijakan IDKLO.

Peserta bernama Adhi yang memperkenalkan dirinya sebagai purnawirawan inhan itu mengatakan kebijakan dan Undang-undang terkait dengan IDKLO sudah sangat bagus sekali. Terutama yang terkait dengan aturan persentase ofset yang harus diberikan kepada inhan di Indonesia. Artinya dengan kata lain, jika dapat dilaksanakan secara efektif, kemajuan inhan di Indonesia akan terjadi dengan lebih cepat. Namun sangat disayangkan realisasinya masih sangat jauh dari regulasi yang telah diamanatkan dalam Permenhan Nomor 30 Tahun 2015.

Rafale TNI-AU

Adhi memberi contoh terkait dengan pembelian pesawat tempur Rafale buatan Dassault, Prancis untuk TNI-AU. Menurutnya pembelian Rafale yang dilakukan oleh Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI) untuk memperkuat Alutsista TNI-AU tidak memberikan dampak yang signifikan untuk memajukan inhan di tanah air. Menurutnya pemerintah RI melalui Kemenhan seharusnya melakukan negosiasi atau tawar menawar dengan produsen Rafale yaitu Dassault agar beberapa suku cadang (spare part) pesawat tempur dapat diproduksi di Indonesia.

Pemerintah RI diharapkan memiliki posisi yang setara (equal) dan memiliki posisi tawar (bargaining position) yang sama-sama kuat dengan produsen pesawat tempur sehingga dapat saling menguntungkan satu sama lain (win-win solution). Mudah-mudahan yang diharapkan oleh salah seorang peserta diskusi yang difasilitasi oleh Forum Komunikasi Industri Pertahanan (Forkominhan) tersebut dapat direalisasikan pada masa mendatang.

Terakhir sebelum mengakhiri pertanyaannya dalam diskusi, Adhi juga mengharapkan agar Forkominhan dibentuk bukan hanya sekadar untuk berkomunikasi dengan pengguna (user) industri pertahanan, maupun pembeli atau produsen. Forkominhan juga diharapkan mampu berkomunikasi dengan perusahaan-perusahaan besar (principal) bahkan raksasa yang bergerak di inhan secara global seperti Dassault agar IDKLO benar-benar dapat direalisasikan untuk kemajuan inhan di Indonesia. {}

Foto: Dok. Indodefence


Share this

Baca
Artikel Lainnya