Pada sebuah diskusi yang digelar di Indo Defence 2022, seorang peserta diskusi bernama Ibu Pudjiastuti menyampaikan dua informasi menarik. Pertama tentang seorang bintara Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berhasil membuat alat pengacak sinyal (jammer) pesawat tempur Sukhoi produksi Rusia. Namun sang bintara hanya diberi penghargaan dan uang sebesar Rp1juta.
Informasi kedua juga masih tentang seorang prajurit TNI. Namun kali ini prajurit tersebut adalah seorang perwira menengah (Pamen) berpangkat mayor. Sang mayor berhasil membuat alat detektor bahan peledak yang dapat bergerak (mobile). Namun hasil temuannya itu hanya ditaruh di Litbang yang menurut Ibu Pudjiastuti menjadi sulit berkembang.
Dari kedua kasus yang dikemukakan tersebut, Ibu Pudjiasuti mengambil kesimpulan jika orang-orang pintar yang telah terbukti menghasilkan penemuan berharga justru kurang dihargai di TNI.
Permasalahan berikutnya yang dihadapi oleh industri pertahanan (Inhan) di Indonesia, menurut Ibu Pudjiastuti adalah persoalan anggaran. Menurutnya Presiden Joko Widodo menjanjikan sebesar 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)/Gross Domestic Product (GDP).
Tetapi hingga saat ini menurutnya anggaran yang terealisasi hanya 0,89 persen dari PDB.
Setelah mengemukakan tiga persoalan yang dihadapi, beliau menanyakan bagaimana Forum Komunikasi Industri Pertahanan (Forkominhan) menyelesaikan permasalahan yang dihadapi untuk memperbaiki kondisi inhan di Indonesia, akan dimulai dari mana perbaikannya?
Jawaban Forkominhan
Menanggapi pertanyaan yang dikemukakan pada forum diskusi yang digelar pada Jumat, 4 November 2022, di sela-sela event Indo Defence 2022 tersebut, Bendahara Forkominhan Eko Hadi Sutedjo, setelah mengucapkan terima kasih, mengatakan jika permasalahan yang dihadapi sekaligus telah disampaikan di forum semuanya benar.
Tak hanya benar, Eko juga mengutarakan jika keprihatinan yang disampaikan melatarbelakangi pembentukan Forkominhan.
Menurut Eko yang pernah menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Standarisasi Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) pada 2017 hingga 2020, berbagai kegelisahan yang telah disampaikan selama ini tidak ada yang mengkomunikasikan.
Sehingga semua pemangku kepentingan (stakeholder) Inhan di Indonesia menganggap segala sesuatunya berjalan baik-baik saja dan sudah sesuai dengan perencanaan (on the right track).
Dua ilustrasi juga dikemukakan untuk melengkapi jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan.
Pertama kerja tim penelitian dan pengembangan (Litbang); Meskipun telah menghasilkan hasil riset yang membuahkan sebuah produk, namun ketika pengguna melihat produk yang dihasilkan adalah buatan Purwokerto, yang merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah, maka kecil kemungkinan bahkan tidak ada pengguna yang bersedia membelinya. Hal itulah menurutnya yang membuat inhan menjadi sangat mudah untuk diakali. Oleh sebab itulah Forkominhan dibentuk yaitu untuk meyakinkan pengguna maupun pembuat kebijakan untuk menggunakan produk-produk dalam negeri yang kualitasnya baik dan telah teruji.
Selanjutnya atau yang kedua adalah Senapan Serbu (SS) 1 dan SS2 produksi Pusat Industri Angkatan Darat (Pindad) yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Meskipun sudah teruji bahkan elah diekspor ke berbagai negara, bagi pihak-pihak tertentu di dalam negeri yang tidak suka dengan Pindad tetap akan menggunakan produk-produk impor dengan berbagai alasan.
Mulai dari alasan jika telah dipakai untuk menembak lebih dari seribu kali laras senapannya akan melengkung hingga berbagai alasan lainnya yang menurut Eko sangat mengada-ada dan tidak masuk akal. Padahal, Eko menambahkan senapan yang dimaksud belum pernah dicoba dengan ditembakkan sebanyak seribu kali. Namun rumor-rumor seperti itu justru terus menerus dipelihara sehingga menjadi bola liar yang pada akhirnya akan merugikan inhan di Indonesia.
Sebagai informasi sekaligus mengingatkan, Forkominhan dibangun untuk selalu berhubungan dengan para stakeholder inhan. Tentunya para stakeholder, mulai dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan, kemudian TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) maupun institusi lain yang secara peraturan perundangan menggunakan Alat Peralatan Pertahanan Keamanan (Alpalhankam) juga akan diikutsertakan dalam berkomunikasi. Selain itu Badan Litbang dan Perguruan Tinggi juga akan dilibatkan.
Itu semua dilakukan agar inhan di Indonesia bisa mandiri sehingga sistem pertahanan negara juga akan bisa mandiri. Seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara dan UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mengamanatkan jika sistem pertahanan negara dibangun atas kemandirian kekuatan yang ada di Indonesia.
Bukankah amanat UU adalah sebuah cita-cita yang sangat mulia? Maka tidak ada pilihan lain bagi semua stakeholder Inhan di Indonesia untuk berkoordinasi kemudian berkolaborasi untuk merealisasikan cita-cita tersebut. Forkominhan akan selalu siap sedia selama 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu untuk memfasilitasi sekaligus merealisasikannya. {}
Foto: Indodefence.com