Tank boat jalani uji coba di perairan Banyuwangi. (Foto: Pindad)
Peran KKIP dalam Kemajuan Industri Pertahanan Nasional

Date

Bagi sebuah negara-bangsa (nation-state) seperti Indonesia, kesiapan untuk berperang ditentukan oleh berbagai macam faktor. Salah satunya yang cukup signifikan adalah industri pertahanan nasional.

Ada sebuah adagium dalam Bahasa Latin yang sangat terkenal yaitu “si vis pacem para bellum”. Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia secara bebas, kurang lebih artinya adalah “jika menginginkan kedamaian, bersiaplah untuk berperang”.

Ada sebuah adagium dalam Bahasa Latin yang sangat terkenal yaitu “si vis pacem para bellum”. Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia secara bebas, kurang lebih artinya adalah “jika menginginkan kedamaian, bersiaplah untuk berperang”.

Bagi sebuah negara-bangsa (nation-state) seperti Indonesia, kesiapan untuk berperang ditentukan oleh berbagai macam faktor. Salah satunya yang cukup signifikan adalah industri pertahanan nasional.

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan, diatur dengan jelas jika industri pertahanan berada di bawah pembinaan pemerintah yang dikoordinasikan oleh Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).

Sebagai koordinator sesuai yang diamanatkan dalam UU, KKIP (Selanjutnya akan disingkat menjadi komite) memiliki otoritas yang dapat dipergunakan sebagai alat penekan (pressure).

Tekanan harus dilakukan oleh komite karena alat peralatan pertahanan keamanan (alpalhankam) sejak pada tahap penelitian dan pengembangan/research and development (litbang/R&D) hingga level produksi, kemudian pembelian maupun penggunaan memang harus dipaksakan.

Oleh karena itulah KKIP dibentuk dan ditugaskan untuk mengoordinasikan segala hal hingga institusi yang terkait dengan industri pertahanan. Mulai dari tahap perencanaan, berlanjut ke pelaksanaan, hingga memasuki evaluasi dan monitoring.

Selain itu komite juga harus memastikan keberlangsungan (sustainability).

Jadi segala sesuatunya memang harus dikoordinasikan oleh KKIP yang diketuai oleh Presiden Republik Indonesia (RI). Sebagai komite yang diketuai langsung oleh presiden, tentu saja KKIP memiliki otoritas untuk mengoordinasikan sekaligus memaksa karena masing-masing pemangku kepentingan (stakeholder) pasti memiliki kepentingan sendiri.

Keanggotaan komite terdiri dari sebelas menteri dan kepala lembaga, yaitu:

  1. Menteri Pertahanan
  2. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
  3. Menteri Perindustrian
  4. Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
  5. Menteri Pendidikan
  6. Menteri Komunikasi dan Informatika
  7. Menteri Keuangan
  8. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
  9. Menteri Luar Negeri
  10. Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI)
  11. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri)

Produsen dan Pengguna

Salah satu contoh yang bisa dikemukakan misalnya ada salah satu pengguna alpalhankam yang menginginkan produk buatan luar negeri dengan pertimbangan kecanggihan dan sebagainya. Tetapi apabila alat yang dikehendaki oleh pengguna dapat diproduksi di dalam negeri, maka komite harus menekan atau menginstruksikan sekaligus menggunakan otoritasnya agar pengguna menggunakan produk dalam negeri.

Presiden yang membawahi menteri-menteri terkait tentu dapat menginstruksikan sekaligus menggunakan otoritasnya sebagai ketua komite. Selanjutnya tinggal bagaimana kemudian instruksi tersebut diterjemahkan sebelum akhirnya ditindaklanjuti oleh institusi-institusi terkait termasuk yang menjadi pengguna.

Itulah peran komite sebagai koordinator yang harus dipergunakan dengan maksimal yaitu mengkoordinasikan seluruh stakeholder demi kemajuan indhan di Indonesia. Karena sebagai negara yang mencintai perdamaian namun lebih mencintai kemerdekaannya, tidak mungkin Indonesia menjadi sebuah negara yang diperhitungkan jika tidak memiliki indhan yang kuat.

Jadi mari kita kembali ke amanat UU Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan pada pasal 18 yaitu: “Presiden membentuk KKIP untuk mengoordinasikan kebijakan nasional dalam perencanaan, perumusan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi Industri Pertahanan”. {}

Share this

Baca
Artikel Lainnya