Suasana Conctructie Winkel (CW) pada tahun 1851. (Foto: Digital Collections Leiden University Library)
Pembangunan Industri Pertahanan di Indonesia

Date

Pada awalnya pembangunan industri pertahanan di Indonesia didasari oleh kebutuhan Pemerintah Kolonial Belanda terhadap sarana pemeliharaan dan perbaikan bagi peralatan perangnya yang digunakan di wilayah penjajahan Hindia Belanda.

Jika ada yang berpendapat pembangunan industri pertahanan di Indonesia dimulai sejak Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, maka opini tersebut kurang tepat. Kemudian kalau ada yang beropini jika pembangunan industri pertahanan di Indonesia dimulai setelah merdeka, maka pendapat itu juga keliru. Faktanya adalah sejarah industri pertahanan nasional Indonesia telah dimulai sejak zaman penjajahan belanda.

Seperti dikutip dari laman Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), sejarah industri Pertahanan Nasional dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Pada awalnya pembangunan industri pertahanan di Indonesia didasari oleh kebutuhan Pemerintah Kolonial Belanda terhadap sarana pemeliharaan dan perbaikan bagi peralatan perangnya yang digunakan di wilayah penjajahan Hindia Belanda.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, sejarah akhirnya juga mencatat jika industri pertahanan pada zaman itu mengalami perkembangan sehingga dapat menghasilkan produk-produk peralatan pertahanan dan pendukungnya. Mulai dari kendaraan tempur darat, kapal perang dan pesawat serta senjata, peluru hingga amunisi.

Matra Darat

Sebagai industri pertahanan yang mensuplai kebutuhan matra darat, PT Pindad (Persero) pada awalnya dimulai dari sebuah bengkel senjata. Bengkel senjata yang diberi nama Contructie Winkel (CW) tersebut terletak di Surabaya, Jawa Timur. Didirikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, William Herman Daendels pada 1808.

Pada 1850, (CW) bersama dengan bengkel munisi Proyektiel Fabriek (PF) dan bengkel pembuatan dan perbaikan munisi serta bahan peledak Pyrotechnische Werkplaats (PW) digabung menjadi satu menjadi Artilerie Inrichlingen (AI). Kemudian menjelang Perang Dunia I yang pecah di Benua Eropa pada Juli 1914, AI direlokasi ke Bandung dengan pertimbangan keamanan dan mendukung strategi perang.

Matra Laut

Tak hanya matra darat, pembangunan industri pertahanan matra laut juga dimulai di Surabaya. PAL Indonesia (Persero) bermula dari sebuah galangan kapal yaitu Marine Establishment (ME). ME didirikan pada 1939 di Surabaya. Tugas dan fungsinya adalah merawat dan memperbaiki kapal-kapal laut yang digunakan sebagai armada Angkatan Laut Hindia Belanda. Seiring perkembangan zaman dan dinamika situasi politik, ME kemudian berganti nama menjadi Kaigun SE 2124 ketika Jepang menginvasi Hindia Belanda. Kemudian baru pada 1961, 16 tahun setelah Indonesia merdeka, namanya berubah menjadi Penataran Angkatan Laut (PAL).

Matra Udara

Selain matra darat dan laut, pembangunan industri pertahanan matra udara juga dimulai di Surabaya. Dimulai pada 1914 ketika Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Bagian Uji Terbang, cikal bakal PT Dirgantara Indonesia (Persero), yang bertugas mempelajari kinerja pesawat terbang.

Sejarah PT. Dirgantara Indonesia/PTDI bertali temali erat dengan dinamika sejarah Indonesia dan sering berganti nama. Pada 1964, diberi nama Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP) dan kemudian pada 1966 bernama Lembaga Industri Pesawat Terbang Nurtanio (Lipnur).

Bahan Peledak

Tak hanya matra darat, laut maupun udara. Pembangunan industri pertahanan di Indonesia juga menginisiasi PT Dahana (Persero) sebagai pionir dalam industri bahan peledak. Semuanya diawali pada 1964 di Tasikmalaya, Jawa Barat melalui proyek “Menang”. Merupakan proyek kerja sama antara Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dan Hispano Suiza (Swiss). Pada awalnya proyek ditujukan untuk membangun pabrik pembuatan roket bagi kepentingan kampanye militer pembebasan Irian Barat yang dikenal dengan Operasi Trikora dan Ganyang Malaysia yang terkenal dengan Operasi Dwikora.

Dalam perkembangannya, proyek juga membuat bahan peledak sebagai produk sampingan. Kemudian seiring berjalannya waktu, pabrik bernama Dahana berkembang menjadi produsen bahan peledak. Produk utamanya adalah dinamit yang diserap oleh industri pertambangan.{}




Share this

Baca
Artikel Lainnya