Duta Besar AS untuk Indonesia, Kamala Shirin Lakhdhir, melalui siaran pers, Kamis, 5 Desember 2024, mengemukakan jika negaranya berkomitmen penuh untuk berkolaborasi di bidang keamanan siber. Menurutnya AS dan Indonesia menghadapi ancaman dan tantangan bersama yang hanya dapat diatasi dengan bekerja sama.
Penandatanganan nota kesepahaman menurut Dubes AS adalah bentuk kesiapan untuk melaksanakan program pelatihan utama, termasuk pelatihan pusat data. Dubes juga menambahan jika telah merencanakan berbagai kegiatan pada tahun mendatang.
Sejak 2022, AS memang telah menyediakan bantuan keamanan siber sekitar empat juta dolar AS untuk Indonesia. Selain itu, selama dua tahun terakhir atau sejak 2022 hingga 2024, BSSN dan AS telah memperkuat kemitraan bilateral. Dikutip dari kompas.com. Dalam upaya penanggulangan ancaman bersama, kedua negara juga menggelar pelatihan keamanan siber. Tak hanya pelatihan, juga dilakukan pengembangan kemitraan dengan industri di AS, dan pengembangan proyek keamanan siber.
Terkait dengan kerja sama bilateral yang dilakukan dengan negara manapun dan dalam bidang apapun, tentu yang pertama kali harus dipertimbangkan adalah kepentingan nasional Indonesia. Termasuk di dalamnya faktor yang terpenting adalah pertahanan dan keamanan nasional.
Berikut uraian yang disampaikan dengan menggunakan pendekatan strategis tentang kerja sama kedua negara.
Pertama terkait dengan kepentingan AS sebagai negara adikuasa di dunia yang memiliki kepentingan strategis untuk memperkuat hubungan bilateral dengan Indonesia. Sebagai negara terbesar di kawasan Asia Tenggara, Indonesia pasti sangat diperhitungkan oleh AS. Paman Sam, julukan yang diberikan untuk AS, perlu mempertahankan pengaruh di Asia Tenggara, Benua Asia hingga area Indo-Pasifik.
Kedua, meningkatnya pengaruh Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Rusia di kawasan Indo-Pasifik tentu menjadi bahan pertimbangan AS untuk mempererat kerja sama dengan Indonesia dalam berbagai bidang, termasuk keamanan siber. Suntikan dana sebesar empat juta dolar AS sejak 2022 dan kemitraan yang dibangun dengan BSSN perlu dimanfaatkan oleh Indonesia untuk membangun sekaligus mengembangkan infrastruktur siber. Tak hanya membangun dan mengembangkan, ke depan Indonesia juga harus mampu independen agar tidak terlalu bergantung kepada AS.
Ketiga, bantuan yang diberikan oleh negara manapun tanpa terkecuali termasuk AS dan dalam bidang apapun harus memperkuat kapasitas teknis tenaga ahli atau sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Sekali lagi, upaya membangun dan mengembangkan infrastruktur harus berorientasi pada kedaulatan siber di Indonesia. Jangan sampai bantuan yang diberikan oleh suatu negara justru membuka ruang untuk melakukan intervensi.
Keempat, nota kesepahaman/memorandum of understanding (MoU) Indonesia dengan AS menunjukkan pengakuan Paman Sam terhadap eksistensi Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Setelah AS dan India yang merupakan negara demokrasi terbesar pertama dan kedua, Paman Sam tentu perlu bermitra dengan Indonesia. Kemitraan ditunjukkan AS melalui kerja sama dalam berbagai bidang, salah satunya dalam ranah keamanan siber/cyber security.
Kelima, berbagai ancaman siber, mulai dari serangan ransomware hingga spionase digital memang berpotensi mengancam kedaulatan digital. Namun dalam menghadapi itu semua, Indonesia harus berhati-hati dalam menjalin kemitraan. Pelatihan keamanan siber yang dilakukan bersama-sama dengan AS harus memperhatikan data-data sensitif yang berkaitan erat dengan intelijen Indonesia.
Terakhir atau yang keenam pernyataan Dubes AS untuk Indonesia terkait dengan perlunya kerja sama untuk menghadapi ancaman bersama perlu dicermati. Indonesia harus tetap dapat memainkan peran diplomatik sebagai negara mitra yang bekerja sama dengan AS di satu sisi. Namun di sisi lain, Indonesia tetap harus memprioritaskan kedaulatan nasional di ranah siber. Terutama terkait pusat data nasional dan infrastruktur kritis lain yang harus tetap berada dalam kendali penuh Indonesia sebagai negara berdaulat.
Berdasarkan enam uraian yang telah dikemukakan, maka dapat direkomendasikan tiga hal yang perlu segera dilakukan oleh Indonesia terutama BSSN.
Pertama adalah pembangunan kapasitas SDM di dalam negeri atau dengan kata lain Indonesia perlu fokus pada pelatihan/training yang melibatkan anak-anak muda sebagai generasi yang lebih mengetahui dunia siber.
Kedua, selain dengan AS, Indonesia juga perlu membangun kemitraan bilateral dengan negara-negara lain yang memiliki infrastruktur dan SDM siber yang maju seperti Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Rusia, Jepang, Korea Selatan atau Singapura.
Ketiga, tak hanya kerja sama bilateral, Indonesia juga dapat membangun kerja sama regional dengan Negara-negara Asia Tenggara yang menjadi anggota Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) dalam membangun dan mengembangkan keamanan siber. Setelah dengan negara anggota ASEAN, Indonesia juga dapat menjalin kemitraan dengan negara-negara di Benua Asia seperti India yang SDM-nya sudah sangat terkenal memiliki kompetensi di bidang teknologi informasi/information technology (IT).
Mudah-mudahan Letjen TNI Nugroho Sulistyo Budi yang ditunjuk Panglima TNI menggantikan Letjen (Purn) Hinsa Siburian sebagai Kepala BSSN pada Jumat 6 Desember 2024, dapat menindaklanjuti MoU di bidang Siber yang telah disepakati dengan AS.{}