Prajurit Tentara Nasional Indonesia. FOTO: Instagram Pusat Penerangan (Puspen) TNI @puspentni
Revisi Undang-undang Tentara Nasional Indonesia dan Teori Sun Tzu

Date

Setelah diberlakukan selama 20 tahun, Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan direvisi pada 2024.

Sejumlah isu mulai memicu perdebatan sekaligus menimbulkan pro dan kontra, salah satunya adalah diperluasnya potensi prajurit TNI untuk menempati berbagai jabatan sipil. Draft terbaru revisi UU mengakomodasi regulasi yang membuka pintu bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil di kementerian/lembaga negara sesuai kebijakan presiden.   

Seperti dikutip dari kompas.com, pada pasal 47 ayat (1) RUU TNI tercantum; “prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan”. Kemudian, Ayat (2) adalah, “prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden”. 

Perlu digarisbawahi jika draft revisi RUU itu berbeda dengan UU TNI Nomor 34 Tahun 2004  yang membatasi anggota TNI hanya dapat menduduki jabatan pada sepuluh lembaga negara, tanpa embel-embel “sesuai dengan kebijakan presiden”.

Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan, hasil pengamatan menunjukkan jika seorang perwira TNI, baik dari matra darat, laut maupun udara pada awalnya memang dididik untuk menjadi seorang prajurit profesional yang menguasai bidang pertahanan negara. Namun perlu diketahui sekaligus dikemukakan dalam artikel singkat ini jika cukup banyak sekali bidang-bidang ilmu yang diperoleh para perwira TNI yang dapat dijadikan referensi dalam berbagai aspek, salah satunya adalah bisnis. Salah satu contoh paling sederhana yang dapat diutarakan adalah ilmu tentang strategi perang yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang termasuk bisnis. Teori-teori yang dikemukakan oleh seorang ahli strategi militer yang juga seorang filsuf sekaligus jenderal dari era Tiongkok kuno hingga saat ini masih sangat populer, bahkan dijadikan referensi oleh para profesional yang menggeluti berbagai bidang pekerjaan.       

Apabila jika pangkat seorang prajurit sudah mencapai tingkat perwira tinggi yang ditandai dengan tanda bintang di bahu, maka ruang lingkup bidang yang dikuasai kemungkinan besar akan lebih luas. Oleh sebab itu, seorang perwira tinggi disebut jenderal. Kata jenderal sendiri berasal dari bahasa Inggris General yang artinya umum atau dapat menguasai bidang apa saja. 

Satu alasan lain seorang perwira tinggi menguasai bidang yang lebih luas seperti geopolitik atau geostrategi yang semuanya diberikan sejak menempuh pendidikan awal sebagai taruna di Akademi TNI. Jadi tidak berlebihan jika ditegaskan bahwa TNI sejak awal telah memberikan bekal kepada para perwiranya dengan sangat lengkap walaupun tidak detail. 

Oleh karena itu di bidang pemerintahan, negara akan sangat diuntungkan jika para perwira tinggi dari tiga angkatan yaitu Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) hingga Angkatan Udara (AU) diberi tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitasnya. 

Pendapat yang dikemukakan di atas, menurut saya yang pernah menempuh Sekolah Penerbang (Sekbang) di Amerika Serikat (AS), sejalan dengan para perwira dari negara-negara lain karena berlaku secara universal.     

Prajurit Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Laut (TNI-AL). FOTO: Instagram Pusat Penerangan (Puspen) TNI @puspentni

Perspektif Strategi Militer

Revisi UU TNI yang memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil di berbagai kementerian dan lembaga negara membuka diskusi tentang peran militer dalam urusan sipil. Melalui perspektif strategi militer, terutama yang diajarkan oleh Sun Tzu, tentu dapat dipahami bagaimana penempatan personel militer di jabatan sipil dapat berkontribusi pada penguatan strategi nasional secara keseluruhan.

Sun Tzu dalam bukunya yang berjudul “The Art of War” menekankan pentingnya pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang medan perang dan musuh. Pada era modern, teori-teori tersebut dapat diterjemahkan ke dalam pemahaman tentang dinamika politik, ekonomi, dan sosial yang kompleks. Para perwira TNI yang telah menjalani pelatihan intensif dan pendidikan yang komprehensif tentang strategi dan taktik militer tentu memiliki keterampilan analitis dan kemampuan pengambilan keputusan yang sangat diperlukan dalam posisi kepemimpinan sipil.

Penempatan perwira tinggi TNI dalam jabatan sipil, seperti yang diusulkan dalam revisi UU ini, bisa memperkuat koordinasi antara sektor pertahanan dan sektor sipil. Misalnya, seorang perwira dengan latar belakang intelijen militer dapat membawa perspektif keamanan yang tajam dalam kebijakan nasional, sementara perwira dengan pengalaman dalam operasi kemanusiaan dapat memberikan wawasan penting dalam penanganan bencana dan krisis lainnya.

Tantangan dan Pertimbangan

Namun, selain itu menjadi sangat urgen untuk mempertimbangkan tantangan yang berpotensi terjadi. Integrasi perwira aktif dalam posisi sipil harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari potensi tumpang tindih antara wewenang militer dan sipil. Pengalaman dari negara-negara lain di berbagai belahan dunia terutama di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa terlalu banyak campur tangan militer dalam urusan sipil dapat menyebabkan ketegangan dan bahkan konflik internal.

Oleh karena itu, revisi UU TNI harus mengikutsertakan mekanisme yang jelas dan transparan untuk memastikan bahwa penempatan perwira aktif di jabatan sipil tidak mengganggu keseimbangan kekuasaan dan tetap mendukung prinsip-prinsip demokrasi. Proses seleksi harus berbasis pada meritokrasi dan fokus pada keterampilan serta kompetensi yang relevan dengan jabatan yang akan diisi.

Dari uraian yang telah disampaikan, secara keseluruhan dapat disimpulkan jika revisi UU TNI yang memungkinkan prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil menawarkan potensi besar untuk memperkuat sinergi antara sektor pertahanan dan sipil. Apabila dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang tepat, sinergi  dapat meningkatkan efektivitas pemerintahan dan memperkuat ketahanan nasional. 

Namun, sekali lagi pelaksanaannya harus dilakukan dengan teliti, dan mengedepankan prinsip kehati-hatian serta penuh pertimbangan untuk memastikan jika prinsip-prinsip demokrasi tetap terjaga dan peran militer dalam urusan sipil tidak mengganggu keseimbangan kekuasaan di lembaga pemerintahan. Terakhir namun tidak kalah penting perlu ditegaskan bahwa penempatan anggota TNI dalam jabatan sipil bersifat individu dan tidak memindahkan satuan ke jabatan sipil. Hal ini sangat bermakna sekali karena penempatan TNI dalam jabatan sipil merupakan pengayaan/enrichment situasi tugas di jabatan sipil.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya