Pesawat tempur Sukhoi buatan Rusia. Foto: Pixabay.com/Eigil Nybo
Alih Teknologi Industri Pertahanan Federasi Rusia ke Republik Indonesia 

Date

Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI) sekaligus presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, meminta Rusia membantu program alih teknologi untuk industri pertahanan Indonesia.

Permintaan itu dikemukakan Prabowo ketika bertemu Menteri Pertahanan Federasi Rusia Andrey Belousov, di ibu kota Rusia, Moskow, Rabu, 31 Juli 2024 waktu setempat. 

Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertahanan RI, Brigadir Jenderal Tentara Nasional Indonesia (Brigjen TNI) Edwin Adrian Sumantha dalam keterangan tertulis, Kamis, 1 Agustus 2024, mengemukakan jika dalam pertemuan itu, Menhan Prabowo menyampaikan keinginan adanya alih teknologi dari Rusia. 

“Untuk mewujudkan industri pertahanan Indonesia yang mandiri,” ujarnya.

Para pelaku industri pertahanan (Inhan) di Indonesia, termasuk saya yang diberi amanah sebagai Ketua Forum Komunikasi Industri Pertahanan (Forkominhan), tentu menyambut baik upaya yang dilakukan Menhan yang melakukan kerja sama pertahanan dengan berbagai negara termasuk Rusia.  

Beragam harapan tentu saja mengemuka dari para pelaku Inhan di Indonesia, antara lain yang pertama terkait dengan alih teknologi dimana kebutuhan akan teknologi tinggi menjadi sebuah keniscayaan. Seperti diketahui, pada saat ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sedang dalam proses modernisasi alat utama sistem senjata (Alutsista) dan infrastruktur pertahanan. Permintaan Menhan agar Federasi Rusia melakukan alih teknologi menunjukkan jika Indonesia ingin mengakselerasi kemampuan inhannya yang diharapkan dapat memberikan peningkatan signifikan dalam kualitas dan kemampuan produk pertahanan domestik.

Proses alih teknologi dari negara yang Inhannya maju seperti Federasi Rusia ke negara yang inhannya sedang dalam proses perkembangan seperti Indonesia dapat memberikan beberapa manfaat seperti peningkatan kapasitas produksi lokal, pengembangan sumber daya manusia yang lebih berkualitas hingga mengurangi ketergantungan terhadap impor Alutsista. Jadi kerja sama yang dibangun di masa depan diharapkan membuka peluang Indonesia agar dapat lebih mandiri dalam pengadaan Alutsista dalam kaitannya dengan menjaga kedaulatan nasional. 

Namun, di sisi lain, implementasi alih teknologi/transfer of technology (ToT), bukan berarti tanpa tantangan. Proses ToT membutuhkan investasi yang tidak sedikit, baik dalam hal finansial maupun waktu. Selain itu, ada juga aspek transfer pengetahuan/transfer of knowledge (ToK) yang membutuhkan pelatihan intensif dan tentu saja adaptasi teknologi agar dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan nasional Indonesia.

Selain ToT dan ToK, kerja sama kedua negara juga menjadi penanda terjadinya penguatan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Rusia. Terkait dinamika geopolitik yang terjadi pada tataran global, kerja sama kedua negara dapat memperkuat posisi tawar/bargaining position RI di dunia internasional dan juga memungkinkan untuk dijadikan pintu masuk di berbagai bidang strategis lain seperti energi, pangan hingga edukasi atau pendidikan. 

Menhan RI yang memperluas kemitraan ke Rusia menunjukkan strategi diversifikasi sumber alutsista dan teknologi pertahanan. Diversifikasi sangat  penting untuk mengurangi risiko ketergantungan terhadap satu negara tertentu dan untuk memperoleh teknologi dan mengembangkan inovasi yang berasal dari berbagai negara.

Kehendak Politik

Sebagai presiden terpilih yang akan dilantik dalam waktu dekat, Menhan telah menunjukkan komitmen sekaligus political will untuk memperkuat Inhan nasional. Namun demikian, perlu dipertimbangkan dengan seksama dan penuh kehati-hatian jika ToT dari Rusia kemungkinan besar akan menghadapi tantangan politik, terutama dari negara-negara Barat yang memiliki hubungan kompleks atau pasang-surut dengan Rusia. Jadi Indonesia perlu ekstra hati-hati dalam merumuskan strategi diplomasi internasional untuk memastikan tidak ada dampak negatif terhadap hubungan dengan negara-negara lain.

Dari uraian yang telah diutarakan, untuk sementara dapat disimpulkan jika permintaan Menhan agar Federasi Rusia melakukan ToT ke Indonesia merupakan langkah strategis yang berpotensi besar untuk memperkuat Inhan di dalam negeri. Berbagai tantangan, baik yang sifatnya teknis hingga politis, jika dikaji dengan mengedepankan potensi keuntungan hingga peningkatan kapasitas teknologi dan penguatan hubungan bilateral dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi pertahanan dan kedaulatan Indonesia di masa depan.

Pesawat tempur Sukhoi buatan Rusia yang dijuluki Flanker oleh negara-negara anggota NATO.
Foto: Pixabay.com/Steve Unwin

Persiapan Indonesia

Namun sebelum Indonesia bekerja sama dengan Rusia dalam program alih teknologi untuk inhan, ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan untuk memastikan keberhasilan dan kelancaran kerjasama tersebut. Berikut tujuh persiapan yang harus dilakukan:

1. Analisis Kebutuhan Teknologi dan Kapabilitas

Pertama kali, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh mengenai teknologi dan kapabilitas yang dibutuhkan oleh Inhan di Indonesia. Harus dilakukan identifikasi area spesifik di mana teknologi Rusia dapat memberikan kontribusi signifikan. Selain itu, juga perlu dilakukan penilaian terhadap infrastruktur Inhan yang ada untuk menentukan kesiapan dalam menerima dan menerapkan teknologi baru; mulai dari fasilitas produksi, laboratorium pengujian, hingga fasilitas penelitian dan pengembangan/Litbang.

2. Kerangka Hukum dan Regulasi

Perjanjian kerjasama internasional yang jelas dan komprehensif juga harus dipersiapkan dengan baik, meliputi hak dan kewajiban kedua belah pihak, perlindungan hak kekayaan intelektual, hingga mekanisme penyelesaian sengketa. Kemudian regulasi nasional juga harus dipastikan dapat memberikan dukungan terhadap proses alih teknologi yang akan dilakukan. Contohnya antara lain adalah peraturan tentang impor teknologi, izin kerja untuk ahli asing hingga kebijakan transfer teknologi.

3. Sumber Daya Manusia

Investasi dalam pelatihan dan pendidikan bagi tenaga kerja lokal sangat penting. Kerjasama dengan universitas dan lembaga pendidikan tinggi untuk mengembangkan program studi yang relevan juga perlu dikaji dan dipertimbangkan dengan teliti. Program pertukaran tenaga ahli dengan Rusia juga harus dipersiapkan untuk memastikan transfer pengetahuan berjalan lancar. Pertukaran ahli dapat dilakukan dengan melibatkan pengiriman teknisi dan insinyur Indonesia ke Rusia untuk mengikuti pelatihan intensif.

4. Pembiayaan dan Investasi

Sumber pendanaan yang cukup untuk mendukung kerja sama kedua negara juga perlu diidentifikasi. Anggaran bisa berasal dari pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pinjaman internasional, atau investasi swasta. Setelah sumber pendanaan, rencana manajemen keuangan juga harus dirumuskan untuk mengelola anggaran proyek, termasuk pengendalian biaya dan evaluasi keuntungan investasi.

5. Keamanan dan Kerahasiaan

Langkah-langkah untuk melindungi data sensitif dan kerahasiaan teknologi militer harus segera dirumuskan. Jangan lupa protokol keamanan siber juga harus diperkuat termasuk kerahasiaan tingkat tinggi dokumen-dokumen fisik yang dicetak/print out. Perjanjian kerahasiaan /non-disclosure agreements yang ketat juga harus dirumuskan oleh kedua negara maupun pihak-pihak terkait hingga seluruh pemangku kepentingan yang terlibat untuk melindungi informasi rahasia dan teknologi sensitif.

6. Manajemen Proyek

Tim yang kompeten dan berpengalaman perlu dibentuk dalam proses alih teknologi. Rencana penerapan yang disusun dengan detail, termasuk jadwal proyek, capaian, hingga indikator kinerja perlu disepakati terlebih dahulu oleh Federasi Rusia dan Republik Indonesia. 

7. Hubungan Diplomatik

Diplomasi perlu dilakukan kedua negara secara aktif untuk menindaklanjuti proses alih teknologi dan memitigasi potensi hambatan politik dari negara lain.Selain itu, pada tataran internal Indonesia, terlebih dahulu perlu dipastikan koordinasi yang baik antara berbagai lembaga pemerintah; mulai dari Kemhan, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) hingga Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI maupun Badan Intelijen Negara (BIN).

Ketujuh hal yang telah dijelaskan tersebut harus dipersiapkan dengan baik. Peluang kerja sama telah terbuka lebar, semoga alih teknologi dari Rusia dapat memperkuat inhan Nasional sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor alutsista dari negara lain. Terakhir sekaligus yang terpenting perlu ditekankan jika ToT dan ToK dapat diberikan menggunakan mekanisme offset melalui pengadaan Alutsista yang berasal dari Rusia.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya