Pesawat Tempur F-16 Fighting Falcon TNI-AU. Foto: Instagram @militer.udara
Pembangunan Postur TNI-AU Menuju Indonesia Emas 2045

Date

Terkait erat dengan persoalan kedaulatan, terutama kedaulatan negara di udara, Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU) mulai tahun depan, terhitung sejak 2025 hingga 2044 akan menyusun postur pertahanan udara yang dibagi menjadi lima rencana strategis (Renstra).

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan genap berusia 100 tahun pada 17 Agustus 2045. Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-100, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. RPJPN disusun untuk mendukung pelaksanaan Visi Indonesia Emas 2045 yaitu mewujudkan Indonesia sebagai “Negara Nusantara Berdaulat, Maju dan Berkelanjutan”. 

Terkait erat dengan persoalan kedaulatan, terutama kedaulatan negara di udara, Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU) mulai tahun depan, terhitung sejak 2025 hingga 2044 akan menyusun postur pertahanan udara yang dibagi menjadi lima rencana strategis (Renstra). Hal itu dikemukakan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Mohamad Tony Harjono pada saat menggelar konferensi pers usai upacara HUT TNI-AU ke-78 yang diperingati pada 22 April 2024 di Lapangan Dirgantara Akademi Angkatan Udara (AAU), Daerah Istimewa Yogyakarta. 

KSAU mengutarakan kebetulan pada 2024 atau tahun ini, TNI-AU memasuki tahun terakhir dari Renstra 2019-2024. Jadi pada saat ini tengah dirumuskan formasi terbaik untuk TNI-AU 20 tahun ke depan. Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari sepertiga daratan, dua per tiga lautan dan tiga per tiga udara, perencanaan pertahanan udara selama 20 tahun ke depan tentu sangat menentukan bagi masa depan pertahanan Indonesia. 

Lima Renstra, Lima Usulan

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang terjadi terus menerus tanpa henti, seluruh prajurit TNI-AU mulai dari pucuk pimpinan hingga para prajurit yang masih aktif berdinas, mulai dari para perwira, bintara hingga tamtama harus intens berkoordinasi sekaligus berdiskusi baik secara lisan maupun tulisan. Melalui artikel singkat ini, sebagai purnawirawan, saya ingin mengemukakan beberapa sebagai sumbang saran atau usulan yang mudah-mudahan dapat memberikan kontribusi terhadap postur TNI-AU di masa depan:

  1. Pengembangan sistem pertahanan udara terpadu yang akan selalu bersinergi dengan seluruh unsur TNI baik TNI-Angkatan Darat (AD) , TNI-Angkatan Laut (AL) maupun instansi terkait lainnya seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kementerian Perhubungan hingga Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Sinergi meliputi integrasi teknologi canggih seperti sistem radar terbaru, alat utama sistem senjata (Alutsista) pertahanan rudal, dan jaringan komunikasi yang andal untuk mendeteksi dan merespons ancaman yang datang dari udara dengan cepat dan efektif.
  1. Penyempurnaan kesiapan operasional dan personel yang harus menjadi fokus utama dalam renstra 2025-2044. Latihan dan simulasi yang realistis harus intens digelar untuk meningkatkan keterampilan personel dalam menghadapi berbagai skenario konflik dan bencana. Peningkatan kesejahteraan dan peningkatan kapasitas personel juga perlu dijadikan menjadi prioritas untuk memastikan keberlanjutan kemampuan operasional.
  1. Modernisasi alutsista dan teknologi terkini yang paling up to date juga menjadi kunci dalam memperkuat pertahanan udara. Evaluasi dan pembaruan terhadap alutsista yang telah dioperasikan, serta menjalin kerjasama strategis dengan industri pertahanan nasional dan internasional juga harus terus dikembangkan. Itu semua dilakukan untuk membangun sistem dan teknologi terkini yang sesuai dengan perkembangan zaman. 
  1. Pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas juga harus terus menerus dilakukan. Mulai dari pelatihan yang berkelanjutan, pendidikan tinggi militer, dan peningkatan kualitas kepemimpinan. Ketiga hal tersebut perlu dilakukan agar mampu beradaptasi dengan berbagai dinamika yang semakin kompleks di tengah berbagai potensi konflik pada tataran regional maupun global. 
  1. Diplomasi Udara/Air Diplomacy pada level regional maupun internasional dalam bidang pertahanan udara juga perlu dijadikan prioritas dari renstra yang akan berjalan selama hampir 20 tahun ke depan. Selain itu, melalui forum-forum seperti Association of Southeast Asian Nation (ASEAN), diharapkan dapat dibangun kerjasama dalam berbagai hal. Mulai dari pertukaran informasi, hingga latihan bersama, dan pengembangan kapasitas kolektif negara-negara ASEAN untuk menghadapi ancaman regional dan global.
Penerbang Tempur F-16 TNI-AU. Foto: Instagram @militer.udara

Enam Strategi

Perlu disampaikan terlebih dahulu, jika pada kesempatan yang sama, KSAU juga mengemukakan jika TNI-AU akan kedatangan pesawat-pesawat baru yang akan memperkuat Alutsista untuk menjaga kedaulatan negara di udara. Mulai dari jet tempur Rafale buatan Prancis yang akan mulai datang pada 2026 dan kemudian akan kembali tiba di Indonesia secara bertahap hingga jumlahnya mencapai 42 unit.  

Selain jet tempur, TNI-AU juga akan memperoleh tambahan pesawat angkut yaitu A-400 M, kemudian juga ada Pesawat Peringatan Dini/Airborne Warning And Control System (AWACS), Pesawat Multi Role Tanker Transport (MRTT) yang bisa digunakan untuk transpor dan tanker, tambahan Pesawat Tempur Tanpa Awak (PTAA) yang dikenal dengan drone, hingga tambahan fasilitas radar. 

Kedatangan beragam Alutsista tersebut tentu harus ditindaklanjuti dengan kemampuan manajerial yang andal untuk menempatkannya di posisi yang tepat. Desain yang harus dirumuskan untuk menempatkan pesawat tempur/angkut atau PTTA/drone di seluruh Pangkalan TNI-AU (Lanud) di Indonesia, mulai dari Lanud Iskandar Muda di Aceh yang terletak di ujung Barat hingga Lanud Manuhua di Biak yang terletak di ujung timur haruslah mempertimbangkan beberapa faktor strategis. 

Berikut enam strategi yang mudah-mudahan dapat membantu dalam merumuskan desain penempatan berbagai Alutsista yang telah disampaikan:

  1. Alutsista harus ditempatkan dengan mempertimbangkan kedekatan dengan area strategis yang membutuhkan kehadiran TNI-AU, seperti perbatasan laut, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Selat Malaka, atau area dengan potensi konflik seperti Laut Natuna Utara.
  2. Indonesia sebagai negara kepulauan membutuhkan penempatan Alutsista di seluruh Lanud yang terdistribusi secara terencana sehingga dapat merata di seluruh wilayah untuk mendukung operasi udara di berbagai lokasi; termasuk pulau-pulau utama dan juga pulau-pulau terluar yang berada di lokasi strategis.
  3. Penempatan Alutsista, baik yang baru maupun lama harus mempertimbangkan aksesibilitas Lanud, baik melalui darat, laut, maupun udara. Selain itu infrastruktur yang memadai juga harus dibangun untuk mendukung operasi pesawat udara, termasuk landasan pacu/runway yang mendukung, fasilitas perawatan pesawat, dan terakhir namun tidak kalah penting adalah logistik. Selain itu, yang terakhir sekaligus terpenting, pada 2045 RI ditargetkan mandiri dalam memberikan dukungan terhadap Alutsista tiga matra TNI, baik darat, laut maupun udara. Oleh sebab itu, pembangunan Industri Pertahanan (Inhan) harus menjadi bagian integral dari rencana jangka panjang 20 tahun mendatang. 
  4. Berdasarkan jenis pesawat dan tugas operasionalnya, penempatan di Lanud yang tepat akan memungkinkan penggunaan yang optimal. Misalnya, Lanud yang berada di wilayah dekat perbatasan dapat digunakan untuk pesawat tempur yang siap mengudara/airborne dalam waktu singkat untuk respons cepat terhadap ancaman, sementara pangkalan udara di pulau-pulau strategis dapat digunakan untuk operasi pesawat angkut atau helikopter.
  5. Faktor logistik dan keamanan juga harus dipertimbangkan, termasuk ketersediaan fasilitas perbaikan dan perawatan pesawat, dukungan logistik, dan perlindungan terhadap potensi ancaman.
  6. Penempatan Alutsista di Lanud tertentu juga harus mempertimbangkan kolaborasi dengan negara-negara mitra atau aliansi yang dapat memperkuat interoperabilitas dan selalu membuka kemungkinan untuk menggelar latihan bersama hingga operasi gabungan. 

Demikian lima usulan dan enam tawaran strategi yang mudah-mudahan dapat diterapkan dengan mempertimbangkan berbagai dinamika yang terjadi. Semoga di 2045, TNI-AU dapat menjadi angkatan udara yang disegani di level regional/kawasan maupun global.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya