Jet Tempur F 16. (Foto: Lookheed Martin)
Pelanggaran Wilayah Udara Indonesia oleh Pesawat Sipil dan Militer Amerika Serikat

Date

Dalam rentang waktu Januari hingga Juni 2023, pesawat sipil maupun militer Amerika Serikat (AS) telah melakukan delapan kali pelanggaran yaitu memasuki wilayah udara Indonesia tanpa izin dari otoritas terkait.

Pelanggaran itu diungkapkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Laksamana Yudo Margono, dalam Rapat Konsultasi antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat-Republik Indonesia (DPR-RI) dan pemerintah. Rapat konsultasi digelar dalam rangka evaluasi dan pelaksanaan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan.

Pada rapat yang digelar di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 10 Juli 2023, selain delapan kali pelanggaran yang dilakukan AS, pesawat militer India juga tercatat melakukan pelanggaran sebanyak dua kali.

Tak hanya pesawat militer, pelanggaran juga dilakukan oleh pesawat sipil. Lagi-lagi pelanggaran dilakukan oleh pesawat sipil AS sebanyak tiga kali, disusul Republik Ceko sebanyak satu kali. Dari 14 kali pelanggaran yang terdeteksi, sebanyak 13 kali terjadi di langit wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang masuk dalam wilayah Flight Information Region (FIR) Singapura dan hanya sekali terjadi di wilayah Udara Komando Sektor I, Medan, Ibu Kota Provinsi Sumatra Utara.

Wilayah Udara Kedaulatan

Pesawat asing atau yang berasal dari negara lain, baik militer maupun sipil tentu saja dilarang keras memasuki wilayah udara negara lain tanpa izin. Jika masih terjadi pelanggaran, maka akan berhadapan dengan patroli yang digelar untuk pengamanan hingga penegakan hukum di wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia (RI). Patroli pengamanan merupakan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU).

Jika terjadi pelanggaran wilayah kedaulatan, identifikasi akan dilakukan pertama kali oleh sistem radar yang merupakan bagian dari Alat utama sistem senjata (Alutsista) TNI-AU. Sebagai Alutsista yang merupakan bagian dari sistem pertahanan udara nasional, radar adalah perangkat vital untuk mendeteksi sasaran yang melintas di wilayah kedaulatan udara Indonesia. Selain melakukan deteksi, radar juga berperan untuk melakukan identifikasi secara elektronik.

Hasil dari deteksi dan identifikasi selanjutnya diberikan ke Komando Operasi Udara Nasional (Koopsudnas) yang kemudian akan dijadikan materi untuk merumuskan sebuah keputusan. Tetapi apabila deteksi dan identifikasi yang dilakukan radar secara elektronik dinilai belum mencukupi, pesawat-pesawat tempur akan segera diterbangkan oleh para pilot TNI-AU dari Lanud terdekat untuk melakukan identifikasi visual.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan pesawat asing memasuki wilayah udara negara lain termasuk Indonesia. Salah satunya disebabkan oleh cuaca atau keadaan darurat (emergency). Contohnya ketika pesawat mengalami kerusakan mesin atau kehabisan bahan bakar. Selain itu masih ada faktor lain seperti kondisi pilot yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan operasi penerbangan karena gangguan kesehatan.

Namun, apapun permasalahan yang dihadapi, harus dilaporkan kepada otoritas setempat agar tidak mengakibatkan insiden yang berpotensi terjadi di udara. Operasi penerbangan liar tidak berizin yang dikenal dengan Lasa X, selalu diantisipasi sejak dini oleh TNI-AU dengan segenap kekuatan yang dimiliki. Ingat, prinsip utama pertahanan udara adalah musuh harus dideteksi kemudian diidentifikasi dan jika dibutuhkan dihancurkan di udara sebelum menyentuh wilayah perairan atau daratan.

Jet Tempur F 16 Milik TNI AU Saat Mengudara. (Foto: Alex R. Lloyd/U.S. Air Foto)

Jadi setelah objek yang dideteksi melakukan pelanggaran dan memasuki wilayah udara kedaulatan Indonesia berhasil diidentifikasi, ada dua pilihan yang dapat diberikan. Pertama melakukan pencegatan/intersepsi yang ditindaklanjuti dengan penurunan paksa pesawat (force down). Kedua, ditembak jatuh karena dianggap sangat berbahaya. Force down biasanya dilakukan terhadap pesawat sipil yang diinstruksikan untuk mendarat di bandara atau Pangkalan TNI-AU (Lanud) terdekat.

Sementara penembakan yang diawali dengan duel di udara (dog fight) dilakukan oleh pesawat tempur yang sedang melakukan patroli atau identifikasi di wilayah kedaulatan (blue force) dengan pesawat tempur yang memasuki wilayah suatu negara dengan tujuan tertentu, misalnya melakukan agresi atau serangan yang dikenal dengan red force.

Namun perlu diketengahkan (agar tidak menimbulkan kesalahpahaman), jika dalam situasi damai, segala sesuatu pasti mengedepankan diplomasi dalam proses penyelesaian permasalahan yang dihadapi. Artinya jika terjadi pelanggaran wilayah seperti yang terjadi di wilayah udara Indonesia, dan kemudian menyebabkan eskalasi, maka harus dilaporkan kepada pihak-pihak terkait melalui jalur diplomasi.

Jika pelanggaran diulangi atau terjadi lagi yang menyebabkan eskalasi meningkat baru bisa langsung ditembak. Keputusan untuk melakukan penembakan merupakan otoritas Panglima TNI yang telah memperoleh persetujuan dari Presiden RI. Keputusan yang diambil akan memiliki dampak internasional. Salah satunya menimbulkan ketegangan diplomatik.

Penguatan Alutsista TNI

Sebagai sebuah negara terbesar di Asia Tenggara, agar disegani oleh negara-negara lain di kawasan, Indonesia harus memiliki kekuatan angkatan bersenjata yang diperhitungkan. Penguatan dapat dilakukan dengan terus meningkatkan kuantitas maupun kualitas para personel di satu sisi dan pemutakhiran Alutsista di sisi lain. Itu semua harus dilakukan di tiga matra, baik darat, laut maupun udara. Mengapa demikian? Agar musuh yang berhasil lolos dari penyergapan di udara dapat dihadang di laut. Namun jika masih berhasil selamat dari intersepsi di laut dapat segera dihadang di darat.

Terkait dengan pemutakhiran Alutsista di matra udara, dengan mempertimbangkan kekuatan dana yang dimiliki Indonesia, dua hal yang harus menjadi prioritas adalah modernisasi radar dan kesiapsiagaan pesawat tempur yang harus selalu siap diterbangkan di Lanud. Baik di wilayah barat, timur maupun tengah Indonesia yang diproyeksikan akan menjadi Ibu Kota Negara (IKN) yang baru.

Dari uraian yang telah dikemukakan, tidak ada pilihan selain terus-menerus memperkuat TNI-AU. Penguatan dapat dilakukan dengan menyusun perencanaan yang matang berdasarkan anggaran yang disediakan negara. Semoga di masa depan tidak terjadi lagi pelanggaran wilayah udara atau pesawat-pesawat asing yang terbang tanpa izin, baik pesawat sipil maupun militer dari negara manapun, termasuk dari AS.{}

Share this

Baca
Artikel Lainnya