Enam Jet Tempur F-16 Angkatan Udara Amerika Serikat di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru

Date

Pada Senin, 12 Juni 2023 hingga Jumat, 23 Juni 2023 digelar latihan bersama (Latma) antara Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU) dengan United States of Pacific Air Force (US PACAF). Sejak Sabtu, 10 Juni 2023, enam pesawat tempur F-16 C/D Block 40 United States Air Force (USAF) dari US PACAF telah mendarat di Pangkalan TNI-AU (Lanud) Roesmin Nurjadin (RSN), Pekanbaru.

Dikutip dari akun instagram TNI-AU, keenam jet tempur itu berasal dari 35th Fighter Squadron, 8th Fighter Wing “Wolf Pack” Kunsan Air Base di Bandara Gunsan, pantai barat semenanjung Korea Selatan (Korsel). Dari Gunsan yang terletak 180 km di selatan ibu kota Korsel, Seoul, penerbangan (flight) enam F-16 dengan call sign Pine Flight dipimpin Lieutenant Colonel (Ltc.) Eric Broyles. Penerbangan dari Kunsan Air Base menuju Lanud RSN, ditempuh dalam waktu tujuh jam dengan pengisian bahan bakar di udara sepanjang perjalanan.

Kedatangan F-16 USPACAF disambut langsung oleh Komandan Lanud (Danlanud) RSN, Marsekal Pertama (Marsma) TNI Mohammad Nurdin dan Komandan Wing Udara 6, Kolonel Penerbang (Pnb) Asri Efendi Rangkuti. Dalam Latma yang digelar selama sebelas hari, TNI-AU juga mengerahkan F-16 Fighting Falcon dari tiga skadron, yaitu Skadron 3 “Dragon” dan Skadron 14 “Tiger” dari Lanud Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur serta Skadron 16 “Ryder” dari Lanud RSN.

Sebagai dua negara yang sama-sama mengoperasikan jet tempur F-16, Indonesia dan Amerika Serikat/United States of America (AS/USA) menggelar Cope West sebagai latihan bilateral. Cope West bertujuan meningkatkan kerja sama dan profesionalitas personel Angkatan Udara dari kedua negara. Indonesia dan AS memiliki sejarah panjang terkait dengan latihan bilateral. Cope West pertama kali digelar di Medan pada 1989 dimana Indonesia menjadi tuan rumah. Pada 2023, Cope West tercatat telah digelar untuk yang kesepuluh kalinya.

F-16 Fighting Falcon

Hingga saat ini, bukan hanya AS dan Indonesia yang mengoperasikan F-16 sebagai pesawat tempur (fighter aircraft) yang menjadi bagian dari kekuatan udara (air power). Sejak pertama kali diproduksi, tercatat 26 negara di dunia, termasuk AS sebagai negara produsen mengoperasikan Fighting Falcon sebagai jet tempur buru sergap untuk menjaga kedaulatan negara di udara.

F-16 dilahirkan di tengah kecamuk perang dingin yang terjadi pasca Perang Dunia II. Perang dingin terjadi antara negara-negara yang justru menjadi pemenang Perang Dunia II, yaitu AS dengan negara-negara sekutunya yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara/North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang dikenal dengan Blok Barat berhadapan dengan Uni Soviet juga dengan negara-negara sekutunya yang bergabung dalam Pakta Warsawa yang dikenal dengan Blok Timur.

Pada awalnya, ketika masih berupa purwarupa/prototipe, uji coba dilakukan untuk memproduksi pesawat ringan yang dapat diterbangkan dengan biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan dengan pesawat tempur lain, misalnya MiG-25 Foxbat produk jet tempur terbaru Rusia yang ketika itu masih bernama Uni Soviet.

Jet tempur F 16. (Foto: DISPEN TNI-AU)

Dirancang sejak awal 1971, F-16 memang didesain sebagai pesawat tempur ringan yang dapat digunakan untuk melakukan manuver di udara dengan lincah. Sebagai pesawat tempur generasi keempat, sistem avionic Fighting Falcon memang telah teruji jauh lebih baik dibanding jet tempur generasi sebelumnya.

Program untuk menciptakan prototipe F-16 dimulai pada 1971 dengan nama Lightweight Fighter. Program dimulai dari ide seorang mantan penerbang tempur USAF, Kolonel John Boyd, yang pernah bertempur di Perang Korea. Didukung seorang ahli matematika atau matematikawan, Thomas P. Christie, dan beberapa analis teknologi tempur dari Departemen Pertahanan/Department of Defense (DoD) AS yang dikenal dengan “Mafia Tempur”, Kolonel Boyd mengusulkan bentuk jet tempur ideal yang beratnya lebih ringan sehingga mudah dikendalikan oleh para pilot yang menerbangkannya.

Jet tempur yang diusulkan oleh para “Mafia Tempur” diproyeksikan dapat terbang dengan lebih lincah, terutama ketika melakukan berbagai manuver di udara. Jet-jet tempur produksi AS sebelumnya seperti F-15 Eagle, F-4 Phantom, dan F-14 Tomcat yang dioperasikan oleh Angkatan Laut AS di kapal induk dianggap masih terlalu berat dan piranti teknologinya juga terlalu kompleks untuk diterbangkan.

F-16 Fighting Falcon didesain blended antara sayap (wing) dan bodi sehingga bisa menahan 9 G’s secara berkelanjutan (sustain). Sedangkan kursi penerbang di kokpit agar dapat menahan gaya gravitasi, posisinya dibuat lebih condong ke belakang.

Selain itu, F-16 merupakan pesawat tempur yang sistem kendalinya menggunakan Fly by Wire yg didesain dapat mencapai 9 G hanya dalam kurang dari dua detik sehingga relatif lincah ketika melakukan manuver. Keandalan sistem fighting falcon juga cukup tinggi karena didukung (back up) empat komputer yang disebut Quadruple Redundancy untuk melakukan kontrol ketika pesawat mulai lepas landas dan mengudara (flight control). Sedangkan untuk sistem kelistrikan didukung dengan tujuh tingkat. Mulai dari generator hingga battery.

Hingga saat ini, F-16 telah dioperasikan oleh 25 negara. Sebanyak 4588 unit telah diproduksi. Menurut Lockheed Martin, pabrikan F-16, hingga saat ini telah diproduksi sepuluh block F-16. Mulai dari Block 1 pada 1979 hingga block 70/72 produksi terbaru. Selain itu, sebanyak 139 versi telah diproduksi selama 40 tahun sejak 1979 hingga 2019.

Keuntungan TNI-AU

Sebagai salah satu di antara 24 negara lain yang menggunakan F-16 sebagai tulang punggung (back bone) angkatan udaranya, Latma seperti Cope West adalah sebuah kesempatan berharga. Para penerbang tempur hingga teknisi maupun kru darat (ground crew) TNI-AU dapat bertukar pikiran sekaligus berdiskusi dan berbagi pengalaman dengan para koleganya di USAF yang mengikuti Latma di Pekanbaru.

Selain itu, yang lebih penting adalah Latma juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri para personel TNI-AU. Latihan dengan para personel Angkatan Udara AS yang sekaligus merupakan negara produsen F-16 juga perlu digelar untuk menguji sampai sejauh mana keterampilan (skill) para penerbang TNI-AU ketika melakukan berbagai manuver hingga melakukan pertarungan (dog fight) di udara.

Terakhir sekaligus yang terpenting adalah para personel TNI-AU juga dapat mengetahui sampai sejauh mana perkembangan teknologi terkini yang diterapkan oleh AS sebagai negara produsen terhadap pesawat tempur andalannya yang telah teruji sekaligus terbukti dalam berbagai operasi udara (battle proven).

Selamat berlatih. Salam Swa Bhuwana Paksa. {}

Share this

Baca
Artikel Lainnya