Sayap pesawat sengaja dilepas ketika menempuh perjalanan dari Temanggung menuju Yogyakarta, agar memudahkan mobilitas dan tidak mengganggu pengguna jalan lainnya.
Di runway Lanud Adisutjipto, Federasi Aero Sport Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (Fasida DIY) melakukan uji terbang (flight test) perdana terhadap pesawat microlight swayasa yang dibangun selama sembilan bulan tersebut.
Hasilnya, pesawat berhasil melakukan taxiing sebelum akhirnya lepas landas dan terbang hingga mencapai ketinggian 700 kaki. Setelah terbang selama 10 menit, akhirnya roda pesawat dapat menyentuh landasan dan mendarat dengan selamat.
Test pilot, Faslan Hafizna, mengaku lega sekaligus karena pesawat yang diterbangkannya bisa mencapai ketinggian 700 kaki. Namun menurutnya setir pesawat dirasakan masih terlalu berat. Tetapi dia tetap optimis perbaikan akan dapat dikerjakan setelah uji coba dilakukan.
Spesifikasi Pesawat
AEROTEK X1 dirakit tim yang dipimpin oleh Andi Setiawan. Andi adalah seorang penggiat aeromodelling yang sejak awal tahun 2000-an telah menjadi anggota Jogja Flying Club. Panjang bentang sayap AEROTEK X1 adalah 9,5 meter.
Sementara panjang pesawat mencapai 4,5 meter. Tiga buah roda di bodi yang berdiameter 8 inci berasal dari roda Vespa. Berat kosongnya adalah 175 kilogram (kg) dengan daya angkut 125 kg. Kinerja pesawat didukung mesin berkekuatan 40 horsepower.
Mesin yang ditanam pada pesawat berawak tunggal ini adalah Rotax 447 cubicle centimeter (CC). Mesin yang diproduksi di Austria pada era 1980-an tersebut diperoleh dari pemilik pesawat paramotor yang sudah tidak lagi dipergunakan.
Namun karena masih menggunakan platina, tim menggantinya dengan sistem Capacitor Discharge Ignition (CDI) untuk pengapiannya.
Bagian sayap dirakit menggunakan rangka ringan yang dilapisi kain polyester yang dijahit sekaligus dicat merah-putih. Terakhir, Baling-baling (propeler) pesawat juga diperoleh dari para penggemar aeromodelling.
Di atas pilot, tepatnya di posisi paling depan pesawat, mesin dan baling-baling dipasang oleh mekanik. Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digunakan bukan avtur seperti bahan bakar pesawat terbang.
AEROTEK X1 menggunakan BBM jenis Pertamax yang dapat diisi ke dalam jeriken berkapasitas 24 liter di belakang tempat duduk penerbang.
Komponen Lokal
Andi Setiawan, seperti dikutip dari pemberitaan di berbagai media, mengungkapkan pengerjaan pesawat memakan waktu selama sembilan hingga sepuluh bulan.
Pengerjaan menurutnya dibantu oleh teknisi, tukang las dan juga tukang cat. AEROTEK X1 dirakit menggunakan komponen lokal. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dipergunakan mencapai 70 persen. Sisanya sebesar 30 persen berupa mesin bekas dan alat navigasi produk tahun 1980-an masih diimpor.
Karena komponen lokal mencapai 70 persen, biaya perakitan satu unit pesawat bisa ditekan hingga di angka Rp150juta hingga Rp200juta. Meski masih dalam fase uji coba, tim perakit optimis pesawat dapat digunakan untuk sejumlah kebutuhan. Selain untuk pemantauan dan pengawasan udara, pesawat dapat dipergunakan untuk olahraga kedirgantaraan, juga dioperasikan untuk penyemprotan pupuk atau pestisida di lahan pertanian maupun perkebunan.
Tim AEROTEK Temanggung mengemukakan, pesawat rakitannya dapat terbang rendah namun tetap hemat bakar sekaligus mudah, aman dan nyaman dikendalikan.
Dukungan TNI-AU
Seluruh potensi kedirgantaraan, salah satunya AEROTEK X1 buatan Temanggung, perlu didukung oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui TNI-AU. Tentu saja institusi lain seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) maupun lembaga dan kementerian harus dilibatkan.
Namun TNI-AU harus menjadi garda depan (avant garde) sebelum lembaga maupun kementerian lain dilibatkan.
Sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), salah satu tugas TNI-AU adalah melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara. Jadi bila ada masyarakat yang memiliki potensi untuk mengembangkan berbagai aspek kedirgantaraan harus dibina oleh Lanud terkait.
Pembinaan harus terus menerus dilakukan hingga AEROTEK X1 dinyatakan layak dan memenuhi syarat keamanan penerbangan. Kelaikan dan keamanan pesawat merupakan tanggung jawab dari otoritas penerbangan sipil.
Jadi sebelum diuji dan dinyatakan laik untuk terbang oleh otoritas penerbangan sipil, dukungan TNI-AU perlu diberikan dengan maksimal.
Dikutip dari akun instagram TNI-AU, project pembuatan pesawat berada di bawah pembinaan Dinas Potensi Dirgantara (Dispotdirga) Lanud Adisutjipto. Komandan Lanud (Danlanud) Adisutjipto sekaligus Ketua Fasida DIY, Marsekal Pertama (Marsma) TNI Dedy Susanto, mengatakan jika semua yang terpasang di pesawat sudah dicek sesuai standar dan tersertifikasi. Mulai dari kekuatan bahan, sayap dan mesin (engine).
Dukungan yang diberikan Lanud Adisutjipto di Yogyakarta adalah contoh konkret yang dapat dijadikan contoh oleh lanud-lanud lain di Indonesia. Sebagai salah satu perwira yang pernah diberi kepercayaan sebagai Komandan Lanud (Danlanud) Adisutjipto pada 2002 hingga 2004, tentu saja saya turut berbangga.
Namun kebanggaan tersebut tentu saja harus ditindaklanjuti dengan pembinaan terhadap berbagai potensi kedirgantaraan yang ada di tanah air. Seluruh di Indonesia, sesuai dengan amanat UU harus memainkan peran sebagai pembina potensi kedirgantaraan yang ada di berbagai daerah.
Seperti diketahui, dari Aceh di ujung timur hingga Papua di ujung barat Indonesia, TNI-AU memiliki Lanud. Lanud yang dapat dijadikan pusat pembinaan untuk memperkenalkan sekaligus menggalang dukungan untuk mengembangkan seluruh potensi kedirgantaraan yang ada di Indonesia. {}